gungrai

Denpasar (Metrobali.com)-

Para pelukis Bali yang sempat menikmati pendidikan akademis dalam menghasilkan karya seni umumnya tetap menyimpan spirit tradisi, sehingga karya beraliran modern mengeksplorasi dan mengimprovisasi motif-motif lokal seperti barong, cili dan wayang.

“Maestro seniman Bali Nyoman Gunarsa (65) misalnya sebelum menerima pengetahuan modern terlebih dahulu memahami motif-motif lokal,” kata praktisi dan pelaku seni di Bali Anak Agung Gede Rai di Denpasar, Selasa (15/4).

Pendiri dan pengelola Museum Arma di perkampungan seniman Ubud, Kabupaten Gianyar itu menjelaskan, dalam lingkup seni rupa Bali mengenal corak akedemisi.

Banyak putra Bali yang mengenyam pendidikan formal hingga perguruan tinggi dalam bidang seni, khususnya seni rupa. Mereka itu umumnya terlebih dulu memahami spirit tradisi.

Agung Rai menjelaskan, melalui kreativitas modern mereka mengeksplorasi dan mengimprovisasi motif-motif lokal tanpa mengeliminasi makna motif karena memahami esensi simbol tersebut.

“Di tangan mereka muncul greget seperti kesan angker, energik, hidup dalam berbagai corak personal yang sangat beragam. Ruang Bali kian terbuka untuk corak masa depan,” ujar Agung Rai.

Kehadiran seniman akdemisi dengan kesadaran yang kuat secara massif mengeksplorasi sumber inspirasi dari dalam entitas budaya Bali, yang selanjutnya dikelola sehingga menghasilkan visual art yang sama sekali berbeda dengan seni rupa tradisional Bali. Hal itu sebelumnya dipahami sebagai pengayaan seni rupa tradisional.

Dengan demikian karya-karya seni yang dihasilkan nuansa ke-Bali-annya masih kental seperti karya lukis yang dihasilkan seniman Tusan maupun Made Wianta, tutur Agung Rai. AN-MB