bareng_2

Denpasar (Metrobali.com)-

Film dokumenter adalah sebuah media untuk menuturkan sebuah peristiwa. Karena itu sangatlah penting bagi para pembuat film dokumenter untuk menguasai cara bercerita. Dengan memahami cara bercerita yang baik maka rangkaian peristiwa dan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya akan dengan mudah dapat ditangkap dan dipahami oleh penonton.

Itulah materi inti dalam Pelatihan Produksi Film Dokumenter untukPelajar SMP dan SMA/SMK se-Kota Denpasar yang diselenggarakan di STIKOM Bali (11-13/4) lalu. Para instruktur yang terlibat dalam pelatihan tersebut adalah AS Laksana (Penulis Prosa Terbaik Indonesia 2013 versi Majalah Tempo), Faozan Rizal (Sutradara Film “Habibie-Ainun”, film terbaik FFI 2013), dan empat fotografer Bali yang tergabung dalam “Project 88”.

Menurut AS Laksana, sebagaimana layaknya bertutur secara oral, hanya dengan penguasaan teknik bercerita yang baik orang dapat mengomunikasikan apa yang hendak disampaikannya secara baik.

“Tanpa penguasaan itu, cerita kita akan berbelit-belit, membosankan, atau tak dapat dipahami sama sekali,” ujar AS Laksana yang juga dikenal sebagai kolumnis ini.

Maka dalam pelatihan tersebut para peserta diberi berbagai materi mengenai elemen-elemen penting yang harus dikuasai dalam bertutur menggunakan media film. Diawali oleh AS Laksana yang memaparkan tentang bagaimana cara menulis naskah film dokumenter yang baik.

Selanjutnya, Faozal Rizal memaparkan tentang bagaimana mengubah naskah film dokumenter yang baik tersebut menjadi bahasa gambar yang tidak saja komunikatif tetapi juga artistik.

Setelah itu, pelatihan diisi dengan praktek lapangan di mana para peserta ditugaskan untuk membuat sebuah narasi sepanjang delapan alenia mengenai sebuah topik yang ditemukan di sekitar pelatihan. Untuk melatih kepekaan menggunakan bahasa gambar, peserta diwajibkan pula untuk melengkapi narasi mereka dengan delapan foto yang mendukung dan memperkaya penceritaan.

Dalam praktek lapangan, para peserta mendapat bimbingan langsung dari empat fotografer yang tergabung dalam “Project 88” yang terdiri dari Anggara Mahendra, Johanes P. Christo, Jeje Prima Wardani, dan Vifick Bolank. Di situlah semua teori yang dipaparkan sebelumnya lebih

dipertajam sehingga benar-benar dipahami oleh para peserta yang merupakan calon duta Denpasar dalam Lomba Film Dokumenter Internasional yang diselenggarakan oleh Organisasi Kota-kota Pusaka di Dunia (OWHC) awal tahun 2015.

Mengenai pola pelatihan ini, Agung Bawantara, ketua panitia pelaksana, mengatakan bahwa semua itu dirancang sedemikian rupa untuk memudahkan para peserta yang merupakan pemula dalam film dokumenter dapat dengan mudah mencerap dan memahami setiap pelajaran yang diberikan.

“Kombinasi materi dalam pelatihan ini kami rancang untuk menghasilkan karya yang boleh dikata merupakan satu tahap penting menjelang produksi film dokumenter yang baik,” tandas Agung.

Peserta berjumlah 30 orang terdiri dari para siswa SMP,SMA, SMK dan para Pembina dari setiap sekolah peserta pelatihan.

Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, Denpasar merupakan satu di antara 250 kota di dunia yang tergabung dalam OWHC. RED-MB