dupa

Denpasar, (Metrobali.com) –

Sejumlah pedagang dupa impor di Denpasar, Bali mengalami penurunan omzet hingga 50 persen lebih, akibat melemahnya daya beli masyarakat terhadap sarana persembahyangan utama masyarakat Hindu dan Budha.

“Sejak awal bulan Januari, para konsumen yang membeli produk kami jumlahnya menurun drastis, bahkan, ada konsumen berhenti berlangganan sejak beberapa waktu yang lalu,” kata Made Sutami seorang pedagang dupa di Denpasar, Selasa (2/6 ).

Ia mengatakan, pada tahun lalu, pihaknya memperoleh untung bersih sebesar Rp5-Rp10 juta dalam satu bulan, namun, pada tahun ini turun menjadi Rp2,5-Rp5 juta saja. “Penurunan sangat dirasakan karena orang yang mendatangi warung saya untuk membeli dupa sedikit sekali akhir-akhir ini,” kata dia.

Made Sutami mengatakan, kebanyakan warga lebih memilih memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti membeli beras dan kebutuhan pokok lainnya, dibandingkan membeli dupa impor yang memiliki harga cukup mahal.

Para konsumen semakin jarang membeli dupa impor karena harganya cukup tinggi, rata-rata harga dupa impor berkisar antara Rp7.000 sampai Rp25.000 tiap bungkus dengan isi antara 10 buah sampai 30 buah.

“Beberapa konsumen bahkan, bercerita kepada saya kalau beban hidupnya bertambah karena mahalnya kebutuhan pokok seperti beras, gula, sayur mayur, dan lain-lain sehingga memilih tidak membeli dupa jenis impor,” kata dia.

Made Sutami melanjutkan, kebanyakan konsumen saat ini beralih ke dupa lokal dengan harga lebih murah dari dupa impor untuk melakukan penghematan.

“Banyak yang beralih ke dupa lokal yang dibuat oleh kalangan produsen dupa Bali, dengan harga lebih murah dan jumlah yang lebih banyak,” katanya.

Lebih lanjut, kata Sutami, hampir semua pedagang dupa yang ada di kota Denpasar mengalami hal yang sama dengan apa yang dirasakannya, bukan hanya pedagang kelas warung-warung seperti dirinya saja, tetapi penurunan juga dirasakan oleh pengusaha dupa impor skala besar. AN-MB