MetroBali

Selangkah Lebih Awal

PBNU Sikapi Putusan PK Baiq Nuril

Dokumentasi terpidana kasus pelanggaran UU ITE, Baiq Nuril, (kiri) menjawab sejumlah pertanyaan wartawan usai sidang perdana pemeriksaan berkas memori PK di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Kamis (10/1/2019). Ia optimis alasan pengajuan PK terkait pasal kekhilafan atau kekeliruan hakim Mahkamah Agung dalam memberikan putusan kasasinya akan diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram. (ANTARA FOTO/Dhimas Pratama)

 

saya prihatin dan turut sedih terhadap yang menimpa Baiq Nuril

Jakarta (Metrobali.com)-

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan Robikin Emhas, merasa prihatin terhadap Baiq Nuril pasca putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK).

“Tanpa bermaksud mengomentari putusan lembaga peradilan, saya prihatin dan turut sedih terhadap yang menimpa Baiq Nuril,” ujar Robikin sebagaimana dikutip dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.

Robikin mengatakan pihaknya semula mengapresiasi pengadilan yang memutus bebas Baiq Nuril.

“Namun jaksa tidak terima dan menggunakan upaya hukum hingga pada akhirnya Baiq Nuril mengalami nasib seperti saat ini,” ujar Robikin.

Lebih lanjut Robikin menjelaskan dalam sistem peradilan pidana, jaksa selaku penuntut umum merupakan representasi negara yang mewakili kepentingan umum, sehingga menerima atau menolak putusan dan menggunakan upaya hukum adalah hak penuntut umum.

“Namun suara publik justru menempatkan Baiq Nuril sebagai korban, bukan pelaku pidana atau membela diri dengan cara yang salah,” katanya.

Robikin kemudian berharap penegakan hukum dapat merasakan keadilan yang hidup dan berkembang di masyarakat (living law), sehingga elemen ini menjadi elemen yang penting dalam proses penegakan hukum pidana.

Peristiwa Baiq Nuril ini dikatakan Robikin dapat menjadi pembelajaran dalam upaya mewujudkan daulat hukum harus terus menurus dilakukan.

“Agar hukum tidak terkesan tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Agar keadilan tidak dianggap sebagai komoditas yang hanya sanggup diakses kalangan terbatas,” pungkas Robikin. (Antaranews)