PBB, Amerika Serikat (Metrobali.com) –

Senjata kimia telah digunakan setidaknya sebanyak lima kali selama konflik Suriah dan, dalam beberapa, kasus anak-anak serta warga sipil telah dibantai, demikian menurut laporan yang diungkapkan PBB, Kamis.

Laporan itu mengutip “bukti meyakinkan” dan “bukti yang konsisten dengan kemungkinan penggunaan senjata-senjata kimia” di distrik Ghouta, Khan Al Asal, Jobar, Saraqueb dan Ashrafieh Sahnaya di Suriah.

Para pemeriksa PBB mengatakan mereka tidak dapat menguatkan bukti penggunaan di dua lokasi lainnya yang diteliti, yaitu di Bahhariyeh dan Sheik Maqsood.

“Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa menyimpulkan bahwa senjata kimia telah digunakan selama berlangsungya konflik antara pihak-pihak di Republik Arab Suriah,” kata laporan itu, yang disusun oleh tim yang dipimpin oleh pakar Swedia Aake Sellstrom.

Namun, laporan itu tidak menyebut pihak yang disalahkan atas terjadi serangan-serangan karena hal itu melewati mandat yang diberikan kepada tim oleh Dewan Keamanan PBB.

Presiden Suriah Bashar al-Assad telah mengakui bahwa pasukannya memang memiliki senjata kimia.

Ia telah berjanji akan menyerahkan senjata-senjata tersebut kepada para pakar internasioal, namun bersikeras bahwa pasukannya tidak menargetkan warga sipil.

Pemerintah negara-negara Barat dan Arab, kelompok-kelompok hak asasi manusia dan para pemberontak Suriah menuduh pemerintah Suriah telah melancarkan serangan.

Sementara itu, Assad dan sekutu-sekutunya, Moskow dan Teheran, menyalahkan para pemberontak.

Sellstrom, yang memimpin misi penyelidikan ke Suriah, telah menyerahkan laporan awal kepada sekretaris jenderal PBB Ban Ki-moon pada 6 September lalu.

Laporan itu menyimpulkan bahwa senjata kimia yang dilarang telah digunakan dalam skala luas.

Laporan akhir mengatakan misi tersebut “mengumpulkan bukti jelas dan kuat bahwa senjata kimia telah digunakan, juga terhadap warga sipil, termasuk anak-anak, dalam skala yang relatif besar” di daerah Ghouta di Damaskus pada 23 Agustus, 2013.

Para penyelidik yang mengumpulkan “informasi meyakinkan” menguatkan dugaan-dugaan bahwa senjata kimia itu digunakan di Khan Al Asal pada 19 Maret terhadap para tentara dan warga sipil.

Di Jobar, dekat Damaskus, para penyelidik “mengumpulkan bukti yang konsisten dengan kemungkinan penggunaan senjata kimia” di sana pada “skala yang relatif kecil terhadap para prajurit” pada 24 Agustus.

Namun, laporan mengatakan tim tersebut tidak dapat “membuat kaitan antara korban, dugaan kejadian dan dugaan lokasi” karena “tidak adanya informasi utama soal sistem pengiriman dan sampel lingkungan yang dikumpulkan dan dianalisa.” Di Saraqueb, misi penyelidik itu mengumpulkan bukti “yang menunjukkan bahwa senjata kimia telah digunakan” dalam skala kecil di daerah itu –“juga terhadap warga sipil”– pada 29 April tahun ini.

Di Ashrafiah Sahnaya, para penyelidik mengumpulkan bukti yang “menunjukkan” senjata kimia digunakan di sana dalam “skala kecil terhadap para prajurit” pada 25 Agustus.

Di Bahhariyeh dan Sheik Maqsood, tempat-tempat yang diduga terjadi penggunaan senjata kimia masing-masing pada 22 Agustus dan 13 April, PBB tidak bisa menguatkan klaim tersebut.

Di Bahhariyeh, hal itu dikarenakan tidak adanya sampel darah positif.

Laporan yang disampaikan kepada Ban Ki-moon oleh Sellstrom pada hari Kamis itu telah dibagikan kepada para anggota Dewan Keamanan PBB.

Berdasarkan kesepakatan internasional yang dicapai untuk menghindarkan serangan militer oleh Amerika Serikat terhadap rezim Suriah, senjata-senjata kimia paling berbahaya Suriah harus sudah dikeluarkan dari negara itu paling lambat pada 31 Desember. (Ant/AFP)