Denpasar (Metrobali.com)-

Konflik berlatar SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) kembali mengoyak Indonesia, seperti di Mesuji, Napal dan Balinuraga (Lampung), yang hanya menyisakan duka, serta mengancam keragaman dan disintegrasi Bangsa. Sejumlah korban tewas, sekian lainnya luka serius, ratusan puing rumah terbakar, dan ribuan pengungsi  jadi saksi atas tragedi kemanusiaan yang mengatas-namakan SARA.

Pemicunya sering sepele, seperti pelecehan, kenakalan remaja dan sejenis itu yang  menjadi faktor pemicu membuat insiden berdarah tersebut menjadi isu nasional. Semua media cetak dan elektronik menyajikannya sebagai berita utama selama beberapa hari. Beragam komentar dan aksi mengalir dari segenap komponen bangsa: dari presiden sampai masyarakat biasa.

Melalui kesempatan ini, Pemuda Bali Bersatu (PBB)  dan Ormas Bali lainya “mengutuk keras” atas peristiwa tersebut, dan sekaligus menyayangkan dengan adanya “pembiaran”, dimana tidak adanya respons cepat para aparat negara. Sekaligus meminta segenap pihak yang bertikai untuk meredakan ketegangan, dan sekaligus mengambil peran aktif dalam proses penanganan pengungsi, dan mencari jalan keluar atas masalah.

Dalam kesempatan ini, kami mendesak pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Bali untuk menghentikan sementara (moratorium) pengiriman transmigran, sampai situasinya kondusif, serta memberikan bantuan yang dianggap perlu bagi segenap korban/pengungsi khususnya di Balinuraga dan sekitar (Lampung).

Sekaligus meminta kepada pemerintah pusat untuk memfasilitasi pemerintah daerah Lampung Selatan, dan provinsi Lampung untuk mengambil langkah sistematis, sebagai berikut:

Pertama, segera dilakukan proses pemulihan (recovery), yang  dilaksanakan dengan baik dengan melibatkan para pihak yang bertikai, supaya bisa menjadi langgam bagi terciptanya kehidupan yang harmonis di masa depan. Pasalnya, konflik tersebut bukanlah kejadian yang pertama. Sebelumnya, konflik dengan latar belakang serupa juga terjadi di segenap belahan negeri. Supaya proses recovery tersebut tidak menjadi rutinitas pascakonflik, perlu keterlibatan semua elemen warga —baik struktural maupun kultural—dalam apa yang disebut: rekonsiliasi dan rekonstruksi yang komprehensif.

Kedua, diikuti dengan langkah krusial yang harus segera dilakukan, yakni mengusut tuntas semua pihak yang terlibat penyerangan terhadap warga Mesuji, Napal dan Balinuraga (Lampung). Semua aparat penegak hukum—baik kepolisian, kejaksaan, maupun kehakiman—harus bertindak tegas dalam menyidik, menyidang, dan menghukum siapa pun yang bersalah. Tegakkan keadilan yang paripurna sesuai koridor hukum. Jangan sampai terpengaruh opini publik atau suara mayoritas.

Demikian pernyataan ini kami sampaikan, untuk dapat diindahkan semua kalangan, dan atas perhatianya terima kasih. SUT-MB