Denpasar (Metrobali.com)-

Dalam upaya mengisi liburan sekolah, Pasraman Sura Dira Acarya, Denpasar asuhan Drs. I Wayan Sugita, M.Si, menggelar ajang kreativitas edukasi seni dan budaya selama sepekan, mulai 29 Juni hingga 5 Juli 2013. Melibatkan para peserta kalangan pelajar mulai dari tingkat SD, SMP, SMA/SMK hingga mahasiswa. Sedangkan, para pengajar atau pembina dari kalangan dosen, pejabat birokrasi terkait di bidang seni budaya dan pendidikan, budayawan, seniman, praktisi, dan sejumlah sumber lainnya yang mempuni di bidangnya. Ajang kreativitas ini bertujuan untuk mencetak generasi muda Bali yang cerdas, beriman dan berkarakter. Dalam konteks ini berarti mampu menjaga dan melestarikan sekaligus mengembangkan seni budaya berbasis kearifan lokal khas Bali berdasarkan spirit ajaran Hindu.

 Ketua Pasraman Sura Dira Acarya, Drs. I  Wayan Sugita, M.Si, yang juga merupakan tokoh antagonis sebagai patih agung dalam lakon seni pertunjukan drama gong ini menegaskan bahwa ajang edukasi seni budaya yang diselenggarakan selama liburan sekolah ini diharapkan mampu mengajak para pelajar untuk mencintai seni budaya sejak dini. “Sehingga upaya pelestarian dan pengembangan kebudayaan bangsa yang berbasis kearifan seni budaya lokal khususnya Bali dapat tercapai dengan baik dan menyejahterakan,” tegasnya.

 

Di samping itu, ajang edukasi seni budaya ini sekaligus juga mencegah dan menghindari para pelajar terjerumus perilaku yang dapat merugikan kehidupan masa depannya, seperti kecanduan narkoba, kebut-kebutan di jalan raya, seks bebas, dan lain sebagainya. Pada dasarnya, kreativitas edukasi seni budaya ini diharapkan mampu menjadi wahana alternatif yang strategis dalam mencetak kepribadian generasi muda Bali khususnya sesuai ajaran dharma dan norma agama Hindu, yang telah diyakini sebagai ruh dan taksu dari kebudayaan bangsa secara mendunia.

 Mengingat, katanya, tantangan generasi muda Bali ke depan semakin kompleks sekaligus cenderung berperilaku hidup hedonis dan konsumtif, serta sangat pragmatis karena pengaruh arus globalisasi kapitalisme modal (investor) yang kebablasan. Jika tidak dibentengi dengan penguatan ruh dari taksu Bali melalui proses edukasi seni budaya sejak dini seperti ajang kreativitas dalam lingkungan pasraman ini tentunya upaya pelestarian dan pengembangan kebudayaan bangsa yang dilandasi kearifan budaya lokal khas Bali akan semakin tergilas zaman. “Jika bukan kita yang memulai siapa lagi, dan jika bukan sekarang, terus kapan lagi. Ingat penyesalan selalu datang terlambat. Artinya, lebih baik berbuat dan bertindak daripada hanya berpikir dan berwacana saja,” sentilnya.

 Lebih jauh, Kadek Yuni Gitasih, salah seorang pembina Pasraman Sura Dira Acarya mengatakan adapun beragam kreativitas edukasi seni budaya yang diberikan kepada para peserta di antaranya pembekalan tentang pendidikan berkarakter Hindu, pelatihan Yoga, pendidikan Etika/Tata Susila, Tari dan Tabuh, Mesatua Bali, Pidarta Bali, Dharmagita, membuat saran upakara Canang dan Klakat, Nyurat Lontar, dan Drama mebasa Bali.

 Diakuinya, para peserta yang sebagian besar dari kalangan pelajar SD, SMP, serta SMA/SMK dan mahasiswa ini sangat antusias sekali mengikuti setiap tahapan pendidikan dan pelatihan yang diberikan oleh para pengajar dan pembina dari berbagai kalangan mulai dari dosen, pejabat birokrasi terkait di bidang seni budaya dan pendidikan, budayawan, seniman, praktisi, dan sejumlah sumber lainnya yang mempuni di bidangnya. “Saya berharap ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti ajang kreativitas seni budaya ini nantinya dapat diterapkan dalam kehidupan kesehariannya, serta sekaligus mampu menjadi bekal unggulan menuju perubahan yang lebih baik dan menyejahterakan,” harapnya, sembari menambahkan bahwa ajang kreativitas edukasi seni budaya ini akan terus berlanjut untuk mengisi waktu liburan sekolah demi upaya pelestarian dan pengembangan seni budaya khas Bali secara berkesinambungan. WB-MB