Denpasar (Metrobali.com)-
Pasar tradisional, atau Peken, dikenal sebagai pusat kegiatan jual beli masyarakat Bali dari jaman dulu hingga saat ini. Merupakan salah satu warisan budaya yang masih berperan sebagai pondasi ekonomi kerakyatan. Lingkungan yang ramai dengan hangatnya keakraban antara penjual dan pembeli, canda yang ringan, dan juga tawar menawar yang ramah menambah kesan elegan dari pasar tradisional itu sendiri. Demikian suasana ketika Nyoman Dhamantra menyapa pedagang di Pasar Nyanggelan, Panjer, Denpasar, Minggu, (29/4/2012).
Menanggapi berbagai pertanyaan para pedagang, Nyoman Dhamantra menyampaikan: “Permasalahan revitalisasi pasar panjer meski bukan ranah Komisi X, namun tetap akan di perjuangkan karena pada dasarnya wakil rakyat harus menyerap aspirasi yang berkembang, utamanya dari kalangan wong cilik, yang menjadi mesin PDI Perjuangan”. Atas usulan Revitalisasi Pasar Nyanggelan, Panjer, ini telah di komunikasikan langsung dengan Dirjen Perdagangan, dan Kepala Pasar Nyanggelan, Wayan Darmana,  di beri kesempatan berbicara langsung dengan Dirjen untuk menyampaikan usulan, dan disepakati anggaran sejumlah Rp. 5 Milyar.
Acara dilanjutkan dengan Forum Penyerapan Aspirasi, di Wantilan Desa Panjer. Dalam kesempatan ini, Nyoman Dhamantra di dampingi Nyoman Darsa (DPRD Kota), dan Anak Agung Budiarta (DPRD Bali). Hadir dalam acara tersebut, Lurah dan segenap Kaling Panjer, Bendesa Adat, ketua STT, dan ratusan pedagang dan warga panjer.
Menanggapi berbagai aspirasi yang berkembang, Nyoman Dhamantra mengungkap bahwa perkembangan jaman yang cukup pesat (globalisasi) mengakibatkan munculnya berbagai macam pasar yang menawarkan fasilitas yang lebih menarik dan nyaman dibanding dengan pasar tradisional, seperti di berbagai toko serba ada/mart  berjaringan. Ironisnya retailer-retailer yang masuk ke Bali dengan begitu cepat tanpa adanya controlling dari pemerintah daerah/provinsi membuat sedikit pedagang pasar tradisional harus mengencangkan ikat pinggang mereka. “Masyarakat pun terpengaruh akibat dinamisnya perkembangan jaman yang harus serba cepat, instan, dan nyaman harus berpaling dari pasar tradisional ke pasar modern tersebut. Hal ini tidak boleh di biarkan, untuk itu revitalisasi pasar tradisional, dengan menjadikan pendidikan sebagai media penguatan UMKM,”, kata Nyoman Dhamantra menegaskan.
Fakta berkata benar bahwa pasar modern menawarkan lebih baik daripada pasar tradisional. Bisa dilihat mulai dari display yang menarik, service yang cepat, sampai kenyamanan yang minim copet membuat masyarakat terpana dengan pesonanya. Berbanding terbalik dengan pasar tradisional dimana display yang tidak tertata rapi, jalanan yang becek, dan juga tingkat keamanan membuat masyarakat gelisah dan berpikir dua kali untuk berbelanja. “Inilah yang menjadi alasan kenapa harus segera dilakukan revitalisasi pasar Nyanggelanl”, kata Wayan Darmawan menjelaskan.
Kurangnya kontrol dari pemerintah mengakibatkan semakin banyaknya pasar modern di tengah masyarakat bak jamur yang terus menyebar di seluruh penjuru. “Sama halnya dengan kasus yang terjadi di Bali, beberapa waktu yang lalu dimana akan dibangunnya kawasan perbelanjaan (mall) di samping pasar tradisional. Banyak pedagang yang protes dengan proyek yang akan dibangun tersebut karena ditakutkan akan merugikan pedagang setempat. Namun sekali lagi, dengan kepedulian dan merakyatnya walikota Denpasar, akhirnya proyek itupun ditunda sampai ada kejelasan dari pihak yang berwenang. Lalu dengan adanya kasus tersebut pun walikota Denpasar akhirnya membuat kebijakan untuk membatasi pasar modern di kota Denpasar”, ungkap Wayan Darsa, yang juga warga Panjer.
Namun bukan rahasia umum lagi, dibalik kelebihan pasti ada kekurangan bahwa pasar modern sendiri pun bersaing harga dengan pasar tradisional. Adanya tawar menawar menjadi keunggulan bagi pasar tradisional itu sendiri, berbeda dengan pasar modern yang sudah mematok harga pasti dan tidak boleh ditawar lagi. Masyarakat Bali yang sebagian besar masih berada di kelas menengah ke bawah juga membuat lega para pedagang tradisional untuk meramaikan pasar tradisional.
Kebijakan pemerintah provinsi pun tidak kalah pentingnya untuk dapat mendukung terus perkembangan pasar tradisional dengan konsep revitalisasinya. Sebagian pemerintah di kota besar pun juga sudah menerapkan konsep tersebut seperti di kota Denpasar contohnya.
Kepedulian pemerintah  provinsi Bali untuk terus menopang pondasi ekonomi kerakyatan ini terus dikembangkan agar tidak tenggelam oleh pasar modern. “Beberapa waktu lalu sudah selesai pembahasan Jamkrida Bali Mandara, dalam rangka mendukung modal UMKM. Saat ini sedang membahas soal Perda LPD dalam memperkuat Desa Pekraman di Bali. Ada baiknya kita pun sebagai warga negara untuk terus mendukung dengan berbelanja di pasar tradisional”, kata Anak Agung Budiartha (Anggota DPRD Bali).
Sehingga,  tidak ada salahnya kita mengenal sekaligus belajar bagaimana bertransaksi yang baik sekaligus melestarikan gotong royong sebagai warisan budaya bangsa kita. Cintailah Indonesia, dengan membeli produk dalam negeri. SUT-MB