Teguh Juwarno

Jakarta (Metrobali.com)-

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Teguh Juwarno mengatakan tantangan Koalisi Merah Putih sebagai koalisi permanen ke depan akan semakin berat.

“Apabila KMP setuju dengan pilkada langsung artinya semakin rendah daya ikat kebersamaan KMP. Maka tantangan KMP sebagai Koalisi permanen akan semakin berat,” katanya dalam pesan Blackberry di Jakarta, Jumat (12/12).

Dia mengatakan secara obyektif ikatan yang mempersatukan KMP tidak ideologis sehingga wajar saja apabila timbul prediksi KMP akan pecah.

Teguh mencontohkan setelah Munas Golkar di Bali, sehingga yang pasti “gula-gula” kekuasaan di parlemen yang menjadi perekat kebersamaan tersebut sudah terbagi rata baik di sesama parpol KMP.

“Bagi-bagi jatah pimpinan DPR, MPR dan alat kelengkapan sudah selesai. Jadi tinggal kebersamaa dalam Pilkada lewat DPRD,” katanya.

Teguh menjelaskan menjelang 2019, masing-masing partai harus bersaing untuk merebut hati rakyat. Dengan demikian, menurut dia, dalam perjalanan ke depan koalisi yang akan terbentuk adalah koalisi berdasar isu dan kepentingan.

“Bisa bersama untuk satu isu, namun terbuka lebar kemungkinan beda untuk isu yang lain kecuali KMP berubah menjadi satu partai,” ujarnya.

Sebelumnya Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J Mahesa menilai pemilihan kepala daerah merupakan pertaruhan soliditas Koalisi Merah Putih, apakah akan bersatu atau terpecah.

“Kalau pilkada langsung, tahun 2016 ada sejumlah Pilkada dan KMP bisa bubar karena KMP mimpinya sudah lain,” kata Desmond di Gedung Nusantara III, Jakarta.

Desmond mengatakan Golkar sebagai partai dominan di KMP apakah mau berbagi dengan partai pendukung KMP lainnya dalam pilkada langsung.

Karena, menurut dia, apabila hal itu yang terjadi maka mimpi yang diperjuangkan anggota KMP berbeda dari tujuan awal, yaitu perjuangan ideologis.

Sementara itu politisi Partai Golkar M Misbakhun pada Kamis (12/12) mengatakan KMP tidak memiliki ikatan yang solid dan ikatan yang tidak ideologis.

Menurut dia, ikatan tidak ideologis namun posisi penyeimbang adalah posisi ambigu dalam politik.

“Istilah oposisi tidak dikenal dalam sistem presidensial. Saya berharap parlemen yang kuat dan penyeimbang yang kuat akan memperkaya demokrasi Indonesia,” ujarnya.

Misbakhun juga mengakui bahwa Golkar sangat diuntungkan dalam pilkada melalui DPRD, karena perolehan suara partai yang signifikan di daerah. AN-MB