Njoman Gde Suweta

Denpasar (Metrobali.com)-

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Amanat Nasional (DPW PAN) Bali, Njoman Gede Suweta, mendukung revisi UU Pilkada (Pemilihan Umum Kepala Daerah) yang saat ini sedang dibahas oleh DPR RI. Mantan Wakapolda Bali itu menilai, pemilihan kepala daerah melalui perwakilan adalah mekanisme pemilihan yang ideal bagi Indonesia. 

Suweta tidak sepakat dengan penilaian bahwa upaya merevisi UU Pilkada dengan mengarahkan pemilihan kepala daerah melalui perwakilan adalah sebuah kemunduran bagi demokrasi. “Tidak benar jika dikatakan bahwa pemilihan kepala daerah oleh DPRD itu adalah suatu kemunduran demokrasi,” kata Suweta, di Denpasar, Senin (8/9).

Ia berpandangan, apabila ingin menilai kemajuan atau kemunduran demokrasi maka tidak cukup hanya dengan melihat praktiknya secara sesaat. Apalagi jika hanya dengan membandingkannya sekilas dengan praktik demokrasi di negara lain. Sebab demokrasi, kata Suweta, adalah salah satu cara yang dipilih guna tercapainya tujuan dari didirikannya suatu negara dan bangsa. 

“Oleh karenanya, praktik demokrasi tidak di ruang kosong. Demokrasi sebagai suatu sistem berkerja dalam tatanan kehidupan masyarakat yang penuh dengan nilai-nilai. Demokrasi  dikatakan mencapai kemajuan apabila mampu memberi manfaat atau berdampak positif terhadap upaya mencapai tujuan,” ujar Suweta. 

Ketua Gerakan Pemantapan Pancasila Bali itu menambahkan, tujuan berdemokrasi bagi bangsa Indonesia adalah kesejahteraan sosial dan kesejahteraan bersama yang berkeadilan. Itu sebabnya, para pendiri negara ini mengatakan bahwa demokrasi yang dianut di Indonesia bukanlah demokrasi seperti di negara barat, yang hanya berbicara demokrasi di bidang politik. Sedangkan di bidang ekonomi menganut paham kapitalisme, yang merupakan musuh revolusi atau perjuangan bangsa Indonesia. 

“Demokrasi atau kedaulatan rakyat Indonesia adalah kedaulatan rakyat yang berdasarkan pada Pancasila. Jadi, kedaulatan rakyat tidak bisa dilepaskan dari Pancasila. Pengertian kedaulatan rakyat yang dianut oleh UUD 1945 adalah sama sekali lain dengan pengertian yang berkembang di barat, khususnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Rousseau,” tegas Suweta. 

UUD 1945, imbuh Suweta, menganut ajaran kedaulatan rakyat atau demokrasi yang terpadu antara politik dan ekonomi. “Ide dasarnya adalah kemajuan dicapai melalui usaha bersama, gotong-royong dengan mengedepankan musyawarah – mufakat dalam sistem perwakilan. Dalam konsep demokrasi Pancasila tidak diakomodir konsep persaingan bebas sebagaimana banyak dianut negara barat,” urainya. 

Suweta menyebut, para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat memahami bahwa persaingan bebas hanya akan membesarkan yang kuat dan mematikan yang lemah. Di sisi lain, konsep kedaulatan rakyat yang disepakati pada tanggal 18 Agustus 1945, sebagai konsep kedaulatan rakyat/ demokrasi ala Indonesia atau Pancasila, dijadikan acuan dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara serta tidak terlepas dari karakteristik suku-suku bangsa yang membentuk bangsa Indonesia. 

Dengan demikian, kata Suweta, maka pemilihan kepala daerah melalui perwakilan sesungguhnya bukan sebuah kemunduran demokrasi. Justru, hal tersebut untuk meluruskan bahwa sesungguhnya demokrasi di Indonesia seharusnya menganut sistem demokrasi sebagaimana diamanatkan dalam Sila Keempat Pancasila. 

Selain merupakan amanat Pancasila sebagai dasar negara, Pilkada melalui perwakilan juga berkaca pada fakta tentang begitu banyak kepala daerah hasil pemilihan langsung yang terseret kasus korupsi. “Dua hal ini kiranya cukup memberi alasan untuk tidak cepat-cepat mengatakan bahwa pemilihan kepala daerah oleh DPRD adalah suatu kemunduran demokrasi,” pungkas Suweta. SON-MB