Pameran “X”-tion, Sebuah Upaya Menyikapi Ulang “Realitas”, berlangsung pada Sabtu (08/06) pukul 18.30 WITA.

Kemajuan teknologi informasi terutama kehadiran media digital telah menggerakkan representasi hingga ketataran simulakrum yang sangat kompleks. Di mana realitas terekonstruksi atau terdekonstruksi, melahirkan berbagai fenomena realitas yang bersifat artifisial atau hiper-realitas. Menyikapi hal tersebut, pameran ARC of Bali Reloaded Project #2019 yang kini digelar di Bentara Budaya Bali (BBB) secara khusus mengetengahkan tajuk “X”-tion. Pembukaan berlangsung pada Sabtu (08/06) pukul 18.30 WITA.

“X”-tion, merupakan idiom utak-atik teks yang berpijak dari “representasi” dengan penegasan pada persoalan “present” yang merujuk pada persoalan sosial saat ini mengenai efek dari representasi. Kemudian diakhiri dengan kata action (aksi), berupa tanggapan yang lahir dari intepretasi perupa. Gabungan frase tersebut kemudian memunculkan idiom “x”tion untuk singkatan ‘action, ‘X’ dapat bermakna sebagai semacam misi khusus untuk menanggapi suatu persoalan.

Memasuki era yang lintas batas, kecanggihan teknologi informasi adalah keniscayaan yang mendorong kita untuk mengkritisi segala hal yang baku, berbagai terminologi, bahkan batas-batas sebuah negeri yang dulu dipandang hakiki.

Dalam perkembangan budaya digital, seni lukis realis mendapatkan tantangan yang besar. Memunculkan sejumlah pertanyaan, semisal perihal posisi seni lukis realis di era digital kini, atau peran seni lukis realis dalam mengkritis rezim digital.

Seni lukis khususnya seni realis sudah lama turut memakai media digital sebagai bagian dari alat bantu menangkap realitas, akan tetapi seni realis selayaknya tidak hanya menyalin realitas sebagaimana dicibir oleh Plato melalui konsep memesisme itu. Seni lukis yang melibatkan rasa (sensibilitas), sudah selayaknya juga menghadirkan penyikapan kritis terhadap kondisi dan semangat zaman.

Pameran yang dikuratori Wayan Seriyoga Parta dan Made Susanta Dwitanaya dari Gurat Institute ini akan menampilkan 21 karya seni rupa dari 20 seniman yang terdiri dari nominator ARC of Bali 2018 dan undangan terpilih.

Mereka antara lain: Ida Bagus Gde Adi Jaya Artha, Agus Ramantha, I Made Budiyasa, Luh Gede Gita Sangita Yasa, Ngakan Putu Agus Arta Wijaya, Ni Nengah Mega Risna Dewi, I Kadek Suardana, I Ketut Suryawan, I Wayan Suwarita, Tri Akta Bagus Prasetya, I Made Marthana Yusa, Putu Suhartawan, Putu Dudik Ariawan, I Nyoman Kariasa, I Made Jendra, I Nyoman Suarnata ‘Rako, I Gede Jaya Putra ‘Dekde’, I Ketut Kerta Yoga, Luh De Widya,  Ketut Gede Susana.

Kerangka kuratorial untuk pameran ini diharapkan menjadi pendulum untuk perupa melakukan refleksi kritis, perihal fenomena rezim representasi yang menguasi kehidupan masyarakat dewasa ini. Penyikapan tersebut bukanlah berupa penyikapan verbal, tetapi refleksi yang diwujudkan melalui komposisi rupa, melalui kekuatan visual, berupa persuasiyang dapat menggungah perhatian apresiator, harapan selanjutnya dapat menyentuh pada kesadaran diri.

Sebagaimana disampaikan Wayan Seriyoga Parta, ini adalah kelanjutan ARC of BALI Art Award yang telah terselenggara sejak tahun 2018, dan merupakan program rutin dua tahunan yang mengangkat potensi perupa pemula (emerging artists).

Lebih lanjut diutarakan, bahwa kerangka kurasi yang disiapkan dalam program ini, bertujuan memberi pendampingan untuk memperkuat gagasan visual dan mendorong perupa untuk melakukan riset-riset visual. Sehingga karya yang dihadirkan merupakan hasil olah rupa yang dibarengi dengan konsepsi yang mumpuni.

Menurut Susanta Dwitanaya, pameran dibuat menjadi beberapa program, menggabungkan kecenderungan karya para perupa yang terlibat. Penyelenggaraannya bekerja sama dengan beberapa venue di Bali dan luar Bali.

Adapun eksibisi di BBB akan berlangsung hingga 18 Juni 2019 mendatang. Sebelumnya, ARC of Bali Reloaded Project #2019 juga digelar di Santriyan Gallery, Sanur, pada 15 Maret – 15 April 2019, mengusung tema “Inner Expression”.

Sementara itu, Putu Aryastawa selaku penanggungjawab pameran BBB mengungkapkan bahwa BBB selalu dengan sukacita bekerjasama dengan para seniman muda, atau siapa saja, yang kritis pada segala fenomena, sekaligus bersedia melakukan otokritik atau mulat sarira. (*)

Editor : Hana Sutiawati