pameran fotografi
Gianyar (Metrobali.com)-
Masa lalu adalah bagian dari sebuah sejarah kehidupan yang tak pernah dapat diabaikan begitu saja ataupun dilupakan. Kenapa ? Karena, masa lalu merupakan spirit untuk kemajuan dan perkembangan di masa depan. Ingatlah menengok masa lalu haruslah dimaknai secara positif, agar dapat memberi manfaat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan menyejahterakan ke depannya. Melalui mata lensa masa lalu, kita harus mampu melawan lupa akan sejarah bangsa, demi kehidupan sosial budaya yang lebih bermartabat dan beradab dalam bingkai harmonisasi multikulturalisme besasaskan Pancasila dan UUD’45.
Itulah sekilas pesan yang ingin disampaikan kepada khalayak publik dalam pameran fotografi hitam putih bertajuk Portrait of Life di Rumah Topeng dan Wayang, Sediadharma, Jalan Tegal Bingin, Mas-Ubud, Gianyar. Sebanyak 70 dari 150 karya foto hitam putih hasil jepretan fotografer Jean Demenni yang hidup tahun 1866-1939 disajikan dalam pameran tersebut, yang akan berlangsung selama sebulan ke depan, mulai dari 26 Mei hingga 26 Juni 2014 nanti.
Menariknya, foto-foto hitam putih tersebut merupakan koleksi dari Kartini Collection Jakarta, yang dikumpulkan berkat kerja keras seorang kolektor sekaligus fotografer, H. W. Ming sejak 2004 hingga 2006. Pameran fotografi yang mengungkap tentang kehidupan masa penjajahan kolonial Belanda ini adalah yang kedua kalinya, setelah sebelumnya sempat disajikan di Erasmus Huis, Jakarta pada 17 Januari 2008.
Dr. FX Mudji Sutrisno, yang akrab disapa Romo Mudji, selaku budayawan dan guru besar  STF Driyarkara, mengatakan sangat salut dan bangga dengan adanya pameran fotografi hasil jepretan seorang fotografer militer, Jean Demenni, yang hidup di masa penjajahan kolonial Belanda. Di mana karya foto hitam putih ini mampu mengungkap kehidupan masa lalu justru dari sisi semangat nasionalisme Indonesia dan bukan dari sudut penguasa saat itu, yakni penjajah kolonial Belanda.
Baginya, foto hitam putih yang dikurasi oleh sejarawan, Mona Lohanda ini bukan sekadar barang antik. Tapi, mata lensa masa lalu sebagai memori kolektif yang dapat menjadi semangat kebangkitan bagi masa depan dengan perkembangan sosial budaya dan ekonomi yang lebih baik dan maju tentunya. Pameran ini sekaligus gerakan bersama untuk melawan lupa akan sejarah masa lalu. “Melalui mata lensa hitam putih ini kita harus bisa memaknai sejarah masa lalu sebagai inspirasi pembentukan karakter bangsa di masa depan,” tegasnya.
Sementara itu, Mona Lohanda, selaku kurator mengatakan karya fotografi yang disajikan dalam pameran ini mengungkap tentang kehidupan dan pekerjaan dalam era kolonial Belanda. Di antaranya pemandangan alam, kota, desa, tansportasi, jalan, dan kebun, sistem pendidikan, resepsi pernikahan, birokrasi kolonial Belanda, sistem administrasi, kelompok etnis, tempat ibadah, dan lainnya.
Menurutnya, pameran ini bukan sekadar pengingat masa lalu, melainkan untuk memaknai sejarah sebagai bagian penting dalam menentukan arah pembangunan sosial budaya di masa mendatang. “Karena itu, bangsa Indonesia semestinya bangga atas foto-foto hitam putih Jean Demenni ini. Maklum, pada zaman serba susah bisa menghasilkan karya seni, yang kini bisa menjadi bagian dari sejarah bangsa,” katanya.
Lebih jauh, H.W. Ming, selaku kolektor sekaligus fotografer mengatakan bahwa foto-foto yang disajikan dalam pameran ini sebagai upaya untuk menjawab rasa penasarannya tentang keberadaan karya fotografi dari seorang fotografer Jean Demenni, yang sangat sulit dan minim tentang informasinya. “Tapi, berkat usaha tanpa henti selama kurang lebih dua tahun akhirnya saya dapat mengumpulkan karya fotografi tentang masa lalu Indonesia hasil jepretan Jean Demenni ini dari sejumlah museum di Belanda,” ujarnya, sembari berharap pameran ini dapat menjadi inspirasi bagi pembangunan karakter bangsa di masa depan. WB-MB