Depok (Metrobali.com)-

Masyarakat sudah lama merasa geram sekaligus resah atas tindakan-tindakan kekerasan dan anarkisme yang dilakukan massa beratribut organisasi kemasyarakatan (ormas) tertentu.

Dampak aksi anarkisme itulah yang mendorong masyarakat meminta aparat keamanan yang berkewajiban menjaga ketertiban umum, untuk cepat bertindak.

Hasil pantauan Markas Besar (Mabes) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sepanjang periode 2010-2011 terdapat 34 kasus tindakan kekerasan yang dilakukan oleh massa ormas tertentu. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Saud Usman Nasution menyebut misalnya nama Front Pembela Islam (FPI).

Berdasarkan catatan Mabes Polri, selama 2011, kekerasan terjadi di lima daerah yaitu Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jawa Barat, Banten dan Sumatera Selatan. Saud berjanji akan memproses secara hukum para pelaku kekerasan.

Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo berjanji akan menindak tegas FPI agar bentrokan seperti yang terjadi di Kendal, Jawa Tengah tidak terulang. “Tentu ada tindakan tegas, kami akan memproses siapa pun yang melakukan pelanggaran hukum. “Siapa pun yang melanggar harus sama di hadapan hukum,” katanya.

Menurut Timur memang ada pelanggaran hukum dalam bentrokan di Kendal beberapa waktu lalu dan janjinya untuk memproses para pelaku, agaknya sudah mulai dipenuhi manakala kepolisian menahan dan memproses mereka secara hukum.

Para pelaku aksi kekerasan oleh oknum anggota FPI di Kendal dan di Makassar, ditahan polisi. Menurut Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komjen Sutarman, tujuh oknum anggota ormas yang terlibat kasus kekerasan di Kendal, Jawa Tengah, dan Makassar, Sulawesi Selatan, diperiksa. “Yang di Kendal tiga orang ditangkap. Di Makassar ada empat orang.” Pada 18 Juli bentrokan fisik antara warga dan anggota ormas terjadi di Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal yang diduga merupakan buntut dari aksi sweeping atau razia oleh ormas itu di Desa Ngrancah, sehari sebelumnya. Akibat bentrokan fisik itu satu orang tewas dan tiga warga dilarikan ke RS Tugurejo, yakni Suyatmi, Tri Munarti serta Moh Farid.

Sedangkan kekerasan yang dilakukan ormas di Makassar yakni penggerebekan suatu toko minuman keras, pada 20 Juni. Sejumlah anggota ormas bentrok dengan aparat kepolisian Kota Makassar.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengecam aksi kekerasan yang terjadi di Kendal. Dia menegaskan tak ada tempat bagi kekerasan di negeri ini, sehingga aparat penegak hukum diminta untuk bertindak.

“Posisi negara dan saya sangat jelas, kita tidak akan memberikan toleransi kepada siapa pun yang melakukan aksi-aksi kekerasan, tindakan perusakan, main hakim sendiri, dan semua yang bertentangan dengan hukum dan aturan yang berlaku di negeri ini,” kata presiden.

Dia juga berharap, rakyat mendukung komitmen pemerintah dalam menjaga ketenteraman. Masyarakat diminta patuh pada pranata hukum dan mengembangkan sikap saling menghormati. “Kepada kepolisian dan penegak hukum, jalankan tugas secara profesional, tegas, dan tindak aksi kekerasan apa pun yang terus terjadi di negeri kita,” pintanya.

“Gunakan cara terbaik ‘sepersuasif’ mungkin, tapi kalau perlu tegakkan hukum itu dengan tegas,” ujar presiden sambil mengingatkan semua pihak untuk menahan diri di bulan puasa karena masih banyak cara yang baik untuk menjalankan perintah agama.

Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Saleh P. Daulay juga mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh massa ormas, termasuk FPI. “Walau pintu demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia sudah terbuka lebar, bukan berarti setiap orang bebas melakukan apa saja, termasuk tindakan kekerasan,” katanya.

Kebebasan setiap orang itu dibatasi oleh kebebasan orang lain, katanya. Jika itu tidak dilakukan maka yang terjadi adalah konflik sosial. Kalaupun ada ormas yang mendalilkan membela kebenaran, amar ma’ruf nahi munkar, massa ormas tidak bisa sesukanya melakukan tindakan di luar koridor hukum.

Bagi Saleh apa yang dilakukan FPI bukan hanya merugikan masyarakat, tapi juga khususnya terhadap Islam. “Islam cenderung lebih sportif, damai dan amar ma’ruf nahi munkar disampaikan dengan contoh yang baik. FPI mungkin ingin menyampaikan hal baik, tapi tidak dibarengi dengan contoh yang baik pula,” katanya mengingatkan.

Anggota Komisi II DPR, Abdul Malik Haramain menilai perlunya tindakan nyata terhadap tindakan anarkis oleh ormas, agar masyarakat tidak resah. Sebelum dibubarkan, kegiatan ormas yang melibatkan publik perlu dihentikan untuk mengantisipasi aksi kekerasan lainnya.

UU Ormas mengatur, ormas dapat dibubarkan apabila kembali melakukan tindakan anarkis. Mahmakah Agung dapat membubarkan ormas dalam jangka waktu 14 hari terhitung setelah usulan pembubaran diterima.

Jangan ambil tugas polisi Sementara itu Mendagri Gamawan Fauzi menyebutkan, meski sanksi pidana tidak dapat diberikan kepada FPI secara organisasi, tetapi pemerintah daerah dan masyarakat yang merasa terganggu oleh ulah para anggotanya, dapat mengajukan gugatan perdata kepada ormas tersebut. “Jika ada yang merasa dirugikan lalu mengajukan gugatan secara perdata, itu bisa saja,” katanya.

Menurut dia, gugatan dapat dilakukan karena FPI diduga telah merusak fasilitas umum dan ketertiban umum. “Boleh. Pencemaran nama baik kan bisa dituntut denda sekian, minta maaf dimuat di media sekian kali dan lainnya,” kata menteri.

Gamawan juga yakin, aparat kepolisian tetap menerapkan hukum pidana kepada anggota FPI yang terlibat dalam bentrok dengan warga di Kendal. FPI pun dapat dimasukkan dalam daftar hitam (blacklist) pada putusan pidana terhadap anggotanya. Hanya saja, itu tergantung pada inovasi jaksa penuntut umumnya.

Berdasar pada ketetapan UU Ormas, Kemendagri kini bisa langsung menuntut pembubaran melalui gugatan pada Mahkamah Agung. “Langkah pembekuan harus melalui MA dulu,” kata Gamawan.

Namun, Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, pemerintah masih memikirkan solusi untuk mengatasi ormas-ormas anarkis dengan penegakan hukum bagi perorangan. “Pemerintah belum memastikan adanya sanksi atau pembekuan bagi ormas secara keseluruhan. Kalau merusak harus ditangkap, masukkan ke pengadilan dan dihukum,” kata Djoko Suyanto.

Sedangkan Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengungkapkan, FPI belum terdaftar sebagai ormas di Kementerian Dalam Negeri. “FPI hanya sebatas forum kumpul-kumpul, karena itu apa yang mau dibekukan. Namun demikian, FPI tetap harus ditindak jika terbukti melakukan pelanggaran hukum,” kata Dipo Alam.

Dalam kaitan tuntutan pembubaran FPI, Polri berjanji mendorong dan memfasilitasi untuk melakukan pengawasan dan pembinaan sesuai dengan ketentuan yang ada. “Tapi bukan berarti orang-orang sesukanya. Kalau memang terjadi ekses ya kita proses secara hukum,” kata Kadiv Humas Mabes Polri.

Staf bidang hukum FPI HM Hasbi Ibrohim memang tidak menampik ada oknum anggota yang melakukan kekerasan. FPI bersedia mengikuti proses hukum. Ia memberi contoh tindakan FPI menyerahkan tujuh anggotanya untuk diproses dalam aksi kekerasan di kantor Kementerian Dalam Negeri. Tak hanya anggota, Habib Rizieq sendiri pernah diproses hukum.

Anggota Komisi III DPR, Imam Suroso meminta Polri bertindak tegas terhadap ormas yang melakukan tindakan anarkis. “Sweeping di bulan suci Ramadan adalah tugas aparat kepolisian, bukan ormas tertentu, apalagi hal itu dilakukan dengan cara anarkis. Ini sangat menyedihkan ormas yang membawa nama agama, kok malah bertindak anarkis,” katanya menyayangkan.

UU Ormas yang baru disahkan menurut dia, seharusnya dapat menjadi pegangan polisi untuk menindak tegas ormas yang anarkis, selain dapat menjadi acuan bagi setiap ormas dalam melakukan aktivitasnya.

“Pada bulan suci Ramadhan, kita harus bisa mengatasi permasalahan dengan hati dingin, tidak perlulah ormas itu bertindak berlebihan, yang wajar-wajar saja. Ormas tidak perlu mengambil alih tugas kepolisian, karena itu pasti akan menimbulkan masalah baru,” ujarnya.

Dia juga berharap polisi mampu mengevaluasi diri dengan melaksanakan tugasnya secara maksimal, sehingga kewenangan dan tugasnya melindungi dan mengayomi masyarakat tidak diambil alih oleh pihak lain.

Kewenangan para petugas kepolisian, kata Kepala Badan Intelijen Negara, harus dihormati. Karena itu seluruh ormas diimbau untuk tidak bertindak di luar kendali dengan melakukan sweeping tempat hiburan menjelang dan selama Ramadhan.

Kepada para pemilik tempat-tempat hiburan, dia juga meminta mereka untuk menaati aturan yang berlaku agar tidak memancing terjadinya kondisi ketertiban yang tidak kondusif. “Kami minta kesadaran semua pihak guna saling bekerja sama menjaga ketertiban sosial,” katanya.

Jangan lagi ada ormas yang bertindak seperti polisi, karena para Kapolda seperti ditegaskan oleh Kapolri, telah siap melakukan pengamanan terhadap aksi anarkis dan mengambil langkah penegakan hukum. Kalau mereka memaksakan kehendak yang bukan haknya, tak ada keraguan pada kepolisian untuk menegakkan hukum. Illa Kartila/Antara