Midnite di Negeri Nonsense

Seksualitas merupakan ide politik yang selalu dimanfaatkan oleh penguasa untuk melakukan fungsi kontrol atas masyarakatnya. Rezim orde baru, sejalan dengan ideologi developmentalismenya begitu keras menempatkan pornografi di media massa menjadi patologi pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan program Keluarga Berencana, rezim begitu bernafsu membangun mitos tentang indonesia sebagai bangsa yang tertib seksual.

Ketika rezim yang kuat itu tumbang, fungsi polisi seksual diambil oleh kelompok-kelompok masyarakat. Mereka ingin mensterilkan kehidupan masyarakat dari praktek-praktek yang dianggap menyimpang dari tujuan purifikasi agama. Sementara negara ‘cukup’ menjalankan fungsinya dalam sistem hukum. Memberi sanksi. Mendisiplinkan.

Erwin Arnada mengalami langsung beratnya jalan menuju situasi demokrasi yang toleran bagi semua ide –bahkan juga ideologi. Majalah Playboy Indonesia yang dipimpin Erwin dianggap sebagai musuh. Kelompok-kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai polisi berusaha menghimpit koridor kebebasan berekspresi. Bahkan dengan kekerasan.

Negara yang diwakili oleh aparat hukum pun masih gagap melaksanakan Undang-undang. Erwin dikriminalisasi dengan pasal kesusilaan dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Padahal sudah ada UU no 40 tahun 1999 tentang Pers yang seharusnya diterapkan pada Playboy. Erwin dibebaskan dari dakwaaan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Namun jaksa tidak berhenti, mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Dan mahkamah tertinggi itu menjatuhkan putusan yang kontroversial: Erwin harus dibui selama 2 tahun.

Sejak Oktober 2010, Erwin menjalani hukuman kurungan di LP Cipinang, sembari memperjuangkan kebebasannya dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan MA. Akhirnya MA menerima PK, dan Erwin harus dibebaskan dan nama baiknya direhabilitasi. Sebuah ketetapan akhir atas nasib Erwin dan Playboy Indonesia. Meski Erwin harus kehilangan sebagian besar kemerdekaannya sebagai manusia sekitar 8 bulan di penjara.

Berada dalam suatu ruang dengan pengawasan penuh bernama penjara, Erwin berusaha merebut kemanusiaannya. Caranya dengan menulis novel dan esai, bermain bulu tangkis, dan menggelar turnamen sepak bola antarnapi dan sipir –hingga ditunjuk sebagai pemuka sepak bola LP Cipinang.

Erwin satu blok penjara bersama narapidana top seperti Jaksa Urip Tri Gunawan, mantan Dirut Bank Mandiri ECW Neoloe, Wiliardi Wizar, Sigit Haryo Wibisono, Sjahril Djohan dan banyak lagi. Dari mereka, Erwin mendengar banyak cerita-cerita besar yang tak terumbar di media massa. Di penjara Erwin pun masih mengalami tekanan dan ancaman pembunuhan, dari sesama napi, terpidana kasus terorisme. Bagi mereka, Erwin adalah musuh agama yang ingin mereka murnikan.

Erwin akan menerbitkan kumpulan esainya di penjara dengan tajuk Midnite di Negeri Dongeng. Ingin mengintip apa saja kisahnya? Hadirilah:

OBRAL edisi Juli 2011

Rabu 13 Juli 2011

Jam 19.00 Wita
Danes Art Veranda
Jalan Hayam Wuruk 159, Denpasar

*Dibuka dengan penampilan akustik Dion & Kebun Tubuh yang baru meluncurkan album “Seni Sebuah Memori”.

Bali akan menjadi forum publik pertama bagi Erwin untuk bercerita. Jangan lewatkan.