IMG_20160424_184648
Waka Polres Jembrana Kompol AA Gde Rai Laba didampingi Kabag Ops Kompol Ketut Sukarta saat melakukan negosiasi dengan warga terkait pengamanan, Sabtu (23/4) malam/MB

Jembrana (Metrobali.com) –

Situasi di Desa Pengeragoan, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana, Bali, Sabtu (23/4) malam mencekam.

Ratusan warga setempat mendatangi tempat persembahyangan yang dilakukan puluhan warga luar Kabupaten Jembrana.

Warga setempat menilai persembahyangan tersebut menyimpang dari budaya dan adat istiadat desa setempat.

Mengantisipasi kemungkinan terjadi, Polres Jembrana langsung menerjunkan satu pleton Dalmas melakukan pengamanan. Bahkan Kapolres Jembrana AKBP Djoni Widodo bersama Waka Polres Jembrana Kompol AA Gde Rai Laba didampingi Kabag Ops, Kasat Reskrim, Kasat Intel dan Kapolsek Pekutatan terjun ke lokasi.

Dari informasi, berawal dari persembahyangan oleh sekitar 80 orang lebih warga dari berbagai daerah diluar Kabupaten Jembrana pada Sabtu (23/4) sekitar pukul 20.00 Wita.

Mereka melakukan persembahyangan dirumah sekaligus tempat penjemuran kopi milik Wayan Arka (49) di Banjar Pengeragoan Dauh Tukad, Desa Pengeragoan, Kecamatan Pekutatan.

Wayan Arka, yang sekaligus sebagai pemimpin upacara merupakan warga dari Banjar Pasatan, Desa Ketewel, Kabupaten Gianyar.

Karena dinilai menyimpang dari budaya dan adat istiadat desa setempat, sekitar 100 orang warga setempat bersama tokoh adat dan tokoh masyarakat melakukan protes dengan mendatangi tempat persembahyangan (rumah Wayan Arka).

Pasalnya, warga yang ikut sembahyang diharuskan mengenakan pakaian serba hitam. Selain di rumah, persembahyangan yang dilakukan pada malam hari juga dilakukan di pantai dengan menyembah patung besar dengan wajah menyeramkan.

Kelian Adat Pengeragoan, Nyoman Nabayasa ddan Kelihan Banjar Ketut Mustika mengatakan persembahyangan serupa pernah terjadi sekitar pertengah tahun 2015 lalu. Bahkan saat itu Wayan Arka sempat membangun patung tinggi besar dengan wajah menyeramkan.

“Setelah mendapat protes dari warga setempat, patung tersebut kemudian dibongkar dan dibawa (dipindahkan) ke Gianyar” ujarnya.

Camat Pekutatan Ketut Eko Susila saat dikonfirmasi Minggu (24/4) mengatakan hanya kesalah pahaman, dan kedua pihak sepakat menyelesaikan masalah tersebut melalui pertemuan di Kantor Camat Pekutatan. MT-MB