Keterangan Poto : Broken Beach Nusa Penida/poto AA Ari Dwipayana

Sudah lama saya pingin kembali ke Nusa Penida. Ketika remaja, saya beberapa kali ke Nusa Penida. Perjalanan saat itu lebih sebagai perjalanan spritual. Karena tujuan utamanya ke Pura Dalem Ped. Rutenya berangkat dari Pantai Kusamba lalu merapat di Toya Pakeh atau di pantai di depan Pura Ped. Biasanya pake jukung bermotor. Selalu ada narasi misteri dalam setiap perjalanan melewati selat Bali. Rombongan secara khusuk berdoa agar perjalanan lancar. Kami dilarang “caah-cauh/ ngawur” ketika bicara diatas jukung. Pernah sekali lewat Hiau dengan siripnya mendekati pantai Kusamba. Kami semua terdiam, tidak berani bicara. Etika untuk tidak bicara “caah-cauh” selalu dipegang oleh pemedek/bhakta saat ingin tangkil ke pura-pura pingit.

Kami, di keluarga Puri Kauhan Ubud, punya ikatan spiritual dengan Pura Dalem Ped terutama pelinggih Ratu Gede Mecaling (Ratu Gede Nusa). Di Pemerajan Puri Kauhan ada pelinggih khusus untuk memuja Ratu Gde. Ini yang membedakan pemerajan Puri Kauhan Ubud dengan pemerajan lain, karena di sebelah kemimitan/kemulan , ada pelinggih Ratu Gede dan Ratu Nyoman Sakti Pengadangan. Ratu Gede menjadi pelindung bagi keluarga kami. Setiap akan pergi keluar rumah/Puri, kami diajarkan untuk mepamit ke Ratu Gede Nusa.

Kepercayaan untuk memuja Bethara Ratu Gede Nusa menjadi bagian dari sistem ritual orang Bali selatan, terutama di bulan-bulan tertentu. Setiap sasih keenam, masyarakat Bali selatan melakukan upacara nangluk merana, dan juga ngunya. Dalam tradisi ngunya, pralingga dari Bethara pelindung Kahyangan Desa diiring keliling desa sampai di batas wilayah desa adat. Tradisi ngunya ini bertujuan untuk melindungi desa dari merana yang dipercaya dilepas setiap sasih keenam oleh Ratu Gede Nusa. Di setiap depan rumah juga dipasangi tapak dara, daun pandang berduri dan juga bawang dan cabe yang dibakar.

Hidupnya kepercayaan tentang kekuatan magis Ratu Gede Nusa membuat pulau Nusa Penida dan nusa-nusa lainnya menjadi penuh misteri. Apalagi, ketika ada hukum meselong/dibuang, terutama hukuman bagi yang dituduh menentang Raja. Penentang raja bukan tokoh-tokoh sembarangan. Biasanya, sang penentang adalah figur-figur yang dikenal sakti. Ketika tokoh-tokoh sakti ini dibuang ke Nusa penida, hal ini membuat Nusa Penida menjadi semakin penuh misteri.

Dari remaja, saya ingin mengetahui misteri ini. Tapi, sayangnya penelitian sejarah tentang Nusa Penida sangat minim. Saya pernah membaca tulisan tentang Dalem Sawang, Dalem Bungkut, I Renggan, I Gede Mecaling. Dengan minimnya sumber rujukan, maka Nusa Penida dan Nusa-nusa lainnya tetap menjadi misteri. Apalagi misteri dikembangkan dalam oral history, maupun narasi para dasaran, balian yang menyungsung Ratu Gede Nusa. Secara visual, pulau Nusa Penida juga membuat misteri itu semakin kuat. Ketika orang Bali selatan datang ke pinggir pantai, maka pulau Nusa Penida terlihat kadang terang benderang, kadang juga berkabut. Kabut ini menyembunyikan misteri yang diceritakan dari mulut ke mulut.

Kini, Nusa Penida bukan lagi misteri. Nusa Penida dan nusa-nusa  lain bisa diakses dari berbagai tempat. Mulai dari Benoa, Sanur dan Kusamba. Setiap hari kapal cruise memuat ratusan turis berlabuh di Lembongan ataupun Toya Pakeh. Boat-boat cepat juga berseliweran tiap hari di selat Bali. Saya dan Cok. Risma Dewi memutuskan berangkat dari Benoa, pakai kapal yang agak besar. Bukan apa-apa, Cok. Risma takut ama gelombang laut. Walaupun masa kecilnya pernah di Nusa Lembongan, tapi tetap saja, Cok. Risma takut laut. Akhirnya kami mendarat di Lembongan.

Ketika masuk Lembongan menuju hotel kami menginap di Jungutbatu, kami terkejut dengan perubahan Nusa Lembongan. Di sepanjang jalan dan pantai, sudah banyak berdiri restauran, mini market, penginapan dan hotel. Spot yang memiliki view terbaik sudah disediakan tempat utk foto yang instagramble. Warga tidak lagi tergantung lagi menjadi nelayan ataupun petani kopra, jagung dan rumput laut. Sebagian besar sdh bekerja di sektor pariwisata. Menjadi pegawai hotel, membuka restauran, tour guide ataupun menjadi pengemudi boat untuk mengantar wisatawan.

Dengan cepatnya perubahan di Lembongan, maka tidak bisa lagi menata tata ruang. Di beberapa tempat resort wisata teranjur menjorok ke laut. Jalan-jalan  juga terlihat sempit sehingga ketika berpapasan, salah satu mobil harus berhenti. Perubahan sudah kadung berlangsung, sehingga infrastruktur menjadi tertatih-tatih. Tempat sandar boat dan juga ponton untuk cruise lebih banyak diinisiasi oleh swasta.

Hal yang sama juga mulai terjadi. Arus wisatawan makin besar menuju Nusa Penida. Ada dua kategori kedatangan orang ke Nusa Penida: pertama, perjalanan spritual dan satu lagi yang lagi “booming” mengunjungi The Hidden Paradise: Bilabong beach, broken beach, kelingking beach, cristal beach dan beberapa tempat yabg keren lainnya.

Perjalanan spritual ke Nusa Penida saat ini semakin nyaman. Pura Penataran Ped sudah ditata dengan apik. Alurnya bagi para pemedek juga sudah diatur dengan penunjuk arah. Toilet bersih dan tempat sampah juga disediakan. Demikian pula dengan Pura Goa Giri Puteri sudah sangat tertata dengan baik. Bagi saya, Goa Giri Putri tidak kalah dengan Batu Cave Temple di Malaysia. Tapi kenapa Batu Cave Temple lebih ramai dikunjungi dibandingkan Goa Giri Puteri. Poinnya di story atau narasi yang diangkat. Ini tentu penting bagi para pengunjung non Hindu yang berkunjung. Untuk perjalanan spritual, Nusa Penida memiliki banyak pura unik. Salah satunya Pura Paluang karena ada pelinggih mobil di dalam Pura itu. Belum lagi mengunjungi Pura Puncak Mundi yang berkabut.

Nusa Penida memiliki keindahan alam yang luar biasa. Sunrise sampai sunset bisa dinikmati di pulau ini. Nusa Penida punya Billabong Beach dengan paduan warna laut yang sangat indah. Broken beach hasil karya alam yang sangat instagramable. Tapi, sayangnya untuk menuju lokasi-lokasi yang indah itu, kita harus berjuang dengan jalan yang sempit dan beberapa ruas rusak berat. Kondisi ini membuat ada dua hal yang terjadi: kecelakaan sepeda motor dan kemacetan. Ketika kami menuju dan kembali dari Billabong becah, beberapa kali menjumpai pengendara sepeda motor terjatuh dari motornya. Sebagian besar korban yang terjatuh adalah bule pengendara sepeda motor. Ini sudah bisa dipastikan karena medan jalan yang terjal dan belum sepenuhnya teraspal dengan baik. Booming wisatawan ke destinasi favorit itu juga membuat lalu lintas macet di beberapa titik. Sebagian besar wisatawan diangkut dengan mobil roda empat. Kondisi jalan yang sempit, membuat papasan menjadi sulit dan arus kendaraan menjadi tersendat.

Saya yakin penyelesaian masalah infrastruktur terutama jalan, air bersih dan listrik, menjadi fokus utama Pak Nyoman Suwirta, Bupati Klungkung saat ini. Saya mendengar hal ini disampaikan Pak Suwirta saat bertemu Presiden pada bulan April lalu. Namun, APBD Kabupaten Klungkung pasti terbatas. Pak Suwirta harus berpacu dengan perubahan Nusa Penida yang sangat pesat. Ketertinggalan dalam infastruktur ke lokasi2 the hidden paradise harus cepat dikejar. Kami sendiri merasa terbayar lunas perjuangan menuju lokasi setelah melihat indahnya billabong dan broken beach. Tapi tetap saja kesan jalan rusak menjadi catatan. Saya yakin banyak wisatawan akan merasakan hal yang sama.

Satu lagi yang perlu jadi perhatian dari Pak Suwirta adalah pengendalian tata ruang. Sebelum semuanya terlanjur, maka sudah seharusnya ditata lebih awal. Saya juga mendengar bahwa tanah2 dengan view terbaik sudah dikavling kavling oleh investor luar. Bahkan beberapa resort juga dimiliki investor asing. Negara harus hadir dalam mengendalikan tata ruang dan sekaligus memberikan proteksi akses dan asset pada warga lokal baik di nusa Penida dan Nusa Ceningan, Nusa Lembongan. Ini artinya, jangan biarkan the hidden paradise menjadi the broken paradise. Dalam kerja besar ini, Pak Suwirta tidak boleh dibiarkan sendiri.

Penulis : AA Ari Dwipayana