Ni Putu Putri Suastini

 “Saya berkesenian karena hobby…tuntutan hati. Hingga yang saya lakoni selama ini adalah berkesenian untuk seni itu sendiri dan kebahagiaan bathin,” demikian ungkap Ni Putu Putri Suastini, salah seorang seniman perempuan Bali yang bukan saja sarat dengan prestasi juga sangat peduli dengan nasib seniman.

Menurutnya terjun ke dunia seni, apa itu teater, menari atau baca puisi yang digelutinya sejak dari bangku sekolah dasar murni untuk seni, tak terpikir materi yang didapat. Bahkan tak jarang, ibu dua putri ini mesti membiayai sendiri tatkala mesti berkarya. Putri sulung dari 6 bersaudara dari pasangan I Wayan Jiwa dan Ni Made Karni ini mengaku sangat prihatin dengan kesejahteraan para seniman di Bali khususnya seniman tradisional yang masih sangat minim.

Bahkan sebagian seniman di masa tuanya sakit-sakitan dan kurang ada yang mempedulikan.
Menurutnya tak selamanya berkesenian itu mesti “ngayah”, sementara karya seni menjadi andalan pariwisata Bali dan banyak membantu mendatangkan penghasilan bagi banyak kalangan. Namun ketika mereka (seniman) tampil masih ada yang diperlakukan kurang layak. Semestinya seniman diberikan tempat yang sepadan sesuai tempatnya tampil. “Kalau seniman tampil di hotel berbintang misalnya, maka ia pantas diberikan layanan sekelas itu,” ujarnya.

Putri berharap ke depannya ada kebijakan dari pemerintah yang lebih serius mengatur dari hulu ke hilir tentang karya seni plus senimannya. Karyanya berharga, senimannya bahagia. Satu contoh kasus, ketika seorang seniman patung punya karya seni, seniman lain ikut kecipratan rejeki dengan membuat karya yang sama. Tapi ketika beliau (seniman) tersebut sakit,derita ditanggung sendiri seakan tak ada yang peduli. Begitu pula dengan seniman pertunjukan. “Mudanya berjaya…tuanya terlunta lunta,” ungkap istri politisi Wayan Koster ini bernada sedih. Adakah yang bisa menemukan satu sistem yang dapat mengayomi para seniman. Hingga kelak berkesenian menjadi pilihan untuk hidup dan menghidupkan api seni di tanah Bali ini.  RED-MB