nazaruddin

Jakarta (Metrobali.com)-

Mantan bendahara umum DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin membantah bahwa ia berdiri di “dua kaki”alias menjadi calon lain selain Anas Urbaningrum untuk menjadi ketua umum dalam kongres Partai Demokrat di Bandung 2010.

“Saya enggak pernah kasih duit ke Marzuki Alie, yang mulia. Uang yang saya kasih satu juta dolar AS itu tanggal berapa dimintakan biar jelas?,” kata Nazaruddin saat menjadi saksi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (25/8).

Nazaruddin menjadi saksi untuk terdakwa mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam sidang perkara penerimaan hadiah dari sejumlah proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.

Sebelumnya, mantan staf khusus Anas di DPR Nuril Anwar mengaku bahwa Nazaruddin memerintahkan untuk mengeluarkan dana dari kas Grup Permai sebesar 500 ribu dolar AS kepada Marzuki Alie dan Andi Mallarangeng untuk biaya Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010, sedangkan Wakil Direktur Keuangan Permai Group, Yulianis menjelaskan bahwa ia mengeluarkan satu juta dolar AS untuk Marzuki Alie pada Januari 2011.

“Kalau yang Januari 2011, uang itu diantar ke saudara terdakwa (Anas). saya siap dikonfrontir di sini, yang mulia,” tambah Nazar.

Ia mengaku bahwa Permai Grup pernah mengeluarkan uang satu juta dolar AS beberapa kali setelah kongres.

“Yang habis kongres, waktu itu mau diantar ke rumah enggak jadi. Kalau Mas Anas ini banyak menerima duit, dari kantongnya Mahfud, dari Permai, dari Fahmi, diantar ke rumahnya, diantar ke Karawang. Sesuai perintah saja, yang mulia. Khusus dari Permai seingat saya ada dua atau tiga kali,” tambah Nazar.

Pengantaran pertama yaitu sekitar Oktober 2010, Januari 2011, selanjutnya juga ada sekitar Rp50 miliar.

“(Uang Rp50 miliar) itu yang antar Aan, sopirnya. Saya ada di situ, yang terima ada Mas Anas, ada Mbak Athiyah. Kalau terima, mas Anas ini sering sekali. Saya enggak berani menanyakan untuk apa,” ungkap Nazar.

Tidak tercatat Namun pengeluaran-pengeluaran tersebut diakui Nazar tidak tercatat, Nazar bahkan menuding Yulianis sudah menerima uang dari Anas.

“Yulianis yang enggak benar, yang mulia karena dia habis kongres kan diberikan rumah di BSD (Bumi Serpong Damai) Rp1,4 miliar,” jelas Nazar.

Saat Kongres 2010 di Bandung, uang Permai grup menurut Nazar tidak akan keluar tanpa persetujuan Anas, uang tidak akan dikeluarkan meski banyak pihak yang meminta.

“Ya memang akhirnya menang kan? Karena waktu itu sudah langsung ada minta 5.000 dolar AS karena ada persoalan angka ini. Kalau waktu itu tidak sesuai dengan permintaan koordinator, maka DPC tidak akan memilih,” jelas Nazar.

Hal itu karena menurut Nazar, pendiri Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sudah mengumpulkan para DPC dan meminta agar Anas cukup menjadi Sekretaris Jenderal karena berusia muda, sedangkan SBY menjadi ketua Dewan Pembina, Wakil Dewan Pembina Marzuki Ali dan Ketua Umum Andi Mallarangeng.

Anas dalam perkara ini diduga menerima “fee” sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk satu unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, satu unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.

Uang tersebut digunakan untuk membayar hotel-hotel tempat menginap para pendukung Anas saat kongres Partai Demokrat di Bandung, pembiayaan posko tim relawan pemenangan Anas, biaya pertemuan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan pemberian uang saku kepada DPC, uang operasional dan “entertainment”, biaya pertemuan tandingan dengan Andi Mallarangeng, road show Anas dan tim sukesesnya pada Maret-April 2010, deklarasi pencalonan Anas sebagai ketua umum di Hotel Sultan, biaya “event organizer”, siaran langsung beberapa stasiun TV, pembelian telepon selular merek Blackberry, pembuatan iklan layanan masyarakat dan biaya komunikasi media.

Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar.