ferry_mursyidan_baldan3

Jakarta (Metrobali.com)-

Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai NasDem Ferry Mursyidan Baldan mempertanyakan maksud anggota DPR periode saat ini melakukan pembahasan RUU Pilkada di sisa masa kerja yang tinggal hitungan hari.

“Pembahasan RUU Pilkada yang dilakukan oleh Anggota DPR RI periode 2009-2014, yang masa kerjanya hanya tinggal dalam bilangan hari, menjadi menarik perhatian. Ada apa gerangan seolah sedang ada yang ‘dikejar’, untuk segera diselesaikan,” kata Ferry melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (5/9).

Dia mengatakan ada substansi pokok dan krusial yang menyebabkan terjadinya perubahan mendadak yang dilakukan sejumlah fraksi dalam pembahasan RUU tersebut.

Substansi pokok tersebut antara lain soal apakah pilkada tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat atau pemilihannya dilakukan melalui DPRD.

Menurut dia, secara konsepsi, hal tersebut menarik jika dilakukan atas dasar evaluasi terhadap pelaksanaan pilkada secara langsung yang sudah berlangsung sejak tahun 2005.

“Jika saja pertimbangan pilihan untuk memilih kepala daerah dikembalikan kepada DPRD karena alasan-alasan yang jelas dan fokus, barangkali kita bisa memahami,” ujar dia.

Namun, kata dia, apabila tidak tergambar tujuan perubahan sistem pemilihannya, maka amat disayangkan karena hal itu harus dikaitkan dengan tujuan pembentukan pemerintahan daerah yang baik dan menjadi bagian dari pengembangan demokrasi yang menyejahterakan.

Menurut dia, secara substansi, hal pokok yang harus dijadikan pertimbangan, untuk tidak terburu-buru dalam membahas RUU Pilkada adalah keterkaitannya dengan pemilu legislatif dan pemilu presiden mendatang.

Ferry menekankan Mahkamah Konstitusi telah memutuskan, mulai tahun 2019 maka pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu presiden harus dilakukan serentak waktunya.

Dengan demikian, ujarnya, maka pada saat yang bersamaan setiap pemilih akan menerima lima surat suara masing-masing untuk pilpres, DPR, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota dan DPD.

“Bagaimana dengan posisi kepala daerah dan relasinya dengan DPRD. Dalam konteks ini, maka rasanya perlu untuk melakukan ‘re-design’ terhadap pelaksanaan pemilu secara keseluruhan, dan dikaitkan dengan pembentukan pemerintahan (pusat dan daerah) yang solid dan efektif,” katanya.

Ia mengatakan terdapat beberapa hal yang harus diperbaiki dalam pelaksanaan pemilu, baik pilpres, pileg maupun pilkada.

Pembahasan regulasi pemilu, menurutnya, harus dilakukan secara menyeluruh, sistematis dan menghilangkan perbedaan pengaturan, serta memudahkan pemilih dan menghasilkan pemerintahan serta lembaga perwakilan yang kuat dalam rangka mengefektifkan sistem pemerintahan presidensiil.

“Karena itu, hal yang harus dilakukan oleh teman-teman DPR RI periode 2009-2014 adalah menghentikan atau menunda pembahasan RUU Pilkada karena tidak cukup waktu dan membuat catatan krusial terhadap substansi RUU Pilkada,” tegasnya.

Dia menilai sebaiknya pembahasan dilakukan DPR RI periode selanjutnya, sebagai RUU prioritas dalam program legislasinya.

Sehingga, pengaturan dan kualitas UU Pilkada yang dihasilkan bisa lebih baik, dan secara sistem terintegrasi dengan pengaturan pemilu secara keseluruhan.

Saat ini DPR RI masih melakukan pembahasan mengenai RUU Pilkada. Beberapa fraksi menginginkan pemilihan gubernur/walikota ditentukan melalui DPRD, sedangkan beberapa fraksi lain ingin pemilihan tetap langsung oleh rakyat. AN-MB