I Gede Sutarya

 

Bangli adalah nama sebuah tempat yang telah disebutkan dalam prasasti Kahen pada 817 Tahun yang lalu (1126 Saka atau 1204 Masehi). Pada tahun 1204 ini, Bangli adalah sebuah kramani. Kramani berasal dari bahasa Sanskerta yaitu gramani, yang berarti kepemimpinan desa. Gramani artinya orang-orang yang memimpin grama, sedangkan krama berasal dari Bahasa Sanskerta yaitu grama yang artinya desa (Yerankar, 2004). Penyebutan kata Bangli pada prasasti ini kemudian yang menjadi hari ulang tahun Kota Bangli, yaitu pada Radite Wage Krulut, Tithi Suklapaksa 10 Vaisaka 1126 Saka, yang menurut perhitungan Damais jatuh pada 10 Mei 1204 Masehi (Wikarman, 2003).

Hari ulang tahun Bangli mengacu kepada prasasti-prasasti Bali kuno, untuk menunjukkan bahwa Bangli adalah pusat peradaban Bali sejak masa Bali Kuno. Semangat ini perlu diteruskan dalam mencari nama ibu kota Bangli, yaitu mencari simbol-simbol Bali kuno, sehingga Bangli memiliki citra asli sebagai Bali yang sejati untuk membangun masa depan Bangli. Masa depan Bangli, yang diharapkan yaitu Bangli yang maju, sejahtera, dan cerdas. Untuk mencapai masa depan itu, Bangli perlu membangun jaringan ekonomi nasional dan dunia. Karena itu, perlu dicari spirit Bali kuno untuk membangun masa depan Bangli yang seperti ini.

Spirit-spirit tersebut terdapat dalam simbol-simbol Bali kuno ini tersebar di wilayah Bangli, yang menjadi tempat tersebarnya prasasti-prasasti Bali kuno. Prasasti yang paling tua yang ada di wilayah Bangli adalah Prasasti Sukawana A1 berangka Tahun 804 Saka yang menyebutkan nama sebuah tempat yang disebut Chintamani Mmal. Chintamani berasal dari Bahasa Sanskerta yang berarti sesuatu (permata) yang memberikan kebahagiaan lahir dan bathin.

Prasasti 804 Saka ini menyebutkan nama sebuah tempat yang mengeluarkan prasasti yaitu Singamandawa. Prasasti ini tidak menyebutkan nama raja, hanya menyebutkan tempat dikeluarkannya prasasti tersebut. Prasasti ini adalah prasati tertua, prasasti-prasasti berikutnya dikeluarkan setelah masa-masa ini. Pada tahun 800 – 900 Saka ini, terdapat dua kerajaan di Bali yang mengeluarkan prasasti yaitu Singamandawa dan Warmadewa. Singamandawa memiliki prasasti yang tersebar dari Bali utara sampai ke Bangli. Singamandawa mengeluarkan 15 prasasti, di mana dari 15 prasasti tersebut, sembilan prasasti terdapat di wilayah Bangli. Karena itu, Bangli diperkirakan menjadi pusat kerajaan ini (Wikarman, 2003).

Singamandawa ini merupakan kerajaan yang menguasai seluruh Bali dan memiliki jaringan ekonomi internasional. Dalam prasasti disebutkan telah terjadi perdagangan hasil pertanian kapas dengan pedagang-pedagang India (Kalingga, yang kini Orisa). Karena itu, Singamandawa adalah kerajaan di wilayah Bangli yang memiliki pengaruh yang paling luas dan membuka perdagangan internasional. Karena itu, untuk membangun Bangli yang memiliki semangat yang unggul maka Singamandawa pantas untuk menjadi simbol dari kebangkitan Bangli. Merujuk kepada prasasti-prasasti tua Singamandawa tersebut maka nama kota sebaiknya merujuk kepada nama-nama yang tertuang dalam prasasti-prasasti tua tersebut. Nama-nama yang disebutkan adalah Singamandawa dan Chintamani.

Apabila ingin memberikan citra pembangunan ekonomi di Bangli maka nama pasaran yaitu Wijaya Pura seperti yang disebutkan pada prasasti Sukawana A1, pantas juga untuk dipertimbangkan, tetapi nama pura sudah menjadi nama tempat suci Hindu. Karena itu, nama pura bisa diganti dengan nagari, yang berarti kota dalam Bahasa Sanskerta. Karena itu, nama Wijaya Nagari merupakan satu bahan pertimbangan untuk menjadi nama kota Bangli, yang berarti Kota Kemenangan, atau kota yang jaya, yang unggul secara ekonomi, politik dan kebudayaan.

Berdasarkan uraian tersebut, saya mengusulkan nama kota Bangli adalah:

  1. Singamandawa, dengan dasar pertimbangan bahwa Bangli pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan Bali pada abad ke 9 Masehi. Dengan nama ini, Bangli diharapkan bisa kembali menjadi pusat dari politik, ekonomi dan kebudayaan Bali.
  2. Chintamani, dengan dasar pertimbangan bahwa nama ini merujuk pada sebuah tempat yang memberikan kebahagiaan lahir dan bathin, yang ditunjuk sebagai tempat para bhiksu untuk membangun pusat-pusat pendidikan keagamaan.
  3. Wijaya Nagari, dengan dasar pertimbangan bahwa nama ini digunakan menjadi nama pasaran yang menjadi waktu berkumpulnya para pedagang dan pembeli. Nama pasaran ini mengingatkan bahwa pada masa lalu telah terjadi perdagangan internasional di wilayah Bangli, di mana hasil-hasil pertanian Bangli (Chintamani) telah dikirim ke Les, Paminggir Hiliran, Buhun Dalem, Julah, Purwasiddhin, Indrapura, Bulian dan Manasa, untuk dibawa ke berbagai belahan dunia lewat laut. Wijaya Nagari juga berarti kota kemenangan, yang menunjukkan Bangli sebagai pusat keunggulan Bali.

 

Daftar Pustaka

 

Yerankar, S. (2004). VILLAGE ADMINISTRATION IN ANCIENT INDIA. The Indian Journal of Political Science, 65(1), 87-100. Retrieved May 1, 2021, from http://www.jstor.org/stable/41855799.

 

Wikarman, I Nyoman Singgin. (2003). BANGLI TEMPO DOELOE. Bangli: Yayasan Wikarman

 

Dr. I Gede Sutarya, SST.Par.,M.Ag adalah Dosen Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar. Alamat rumah: Jalan Brigjen Ngurah Rai Gang VIIIA No.4 Bangli, Bali. Hp. 08123847232. Email: sutarya@yahoo.com