Foto: Ketua DPD Partai Demokrat Bali I Made Mudarta.

Denpasar (Metrobali.com)-

Ketua DPD Partai Demokrat Bali I Made Mudarta mengajak pada caleg untuk tetap on the track (tetap di jalur yang benar) jelang pencoblosan Pemilu Serentak (Pileg dan Pilpres) 17 April 2019 yang tinggal hitungan jam.

Jangan sampai malah melakukan praktik money politics atau politik uang. Sangat rugi jika caleg sudah berkampanye selama 7 bukan bahkan hampir setahun mensosialisasikan diri ke masyarakat, tapi malah ujung-ujungnya sebar duit, menghalalkan politik uang. Apalagi sampai kena OTT (Operasi Tangkap Tangan).

“Jadi ini sangat rugi. Ibarat panas setahun dihapus hujan sehari. Perjuangan kampanye setahun dinodai dan dicoreng money politics sehari,” kata Mudarta saat ditemui di Denpasar, Selasa (16/4/2019).

Mudarta pun mengaku prihatin di sejumlah daerah di luar Bali sudah banyak terjadi OTT terhadap praktik money politics. Misalnya OTT terhadap Wakil Bupati Padang Lawas Utara (Paluta), Hariro Harahap.

Ia diduga terlibat bagi-bagi uang untuk memenangkan istrinya, Masdoripa Siregar yang merupakan calon anggota legislatif dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

“Kami harapkan di Bali tidak sampai begitu walau kami dengar ada informasi praktik money politics oleh sejumlah oknum caleg,” kata Mudarta.

Laporkan Indikasi Politik Uang

Maka ia kembali mengingatkan agar jangan sampai ketika para caleg sudah all out kampanye, menghabiskan energi hingga uang ratusan juta bahkan miliaran rupiah, ujung-ujungnya kena OTT money politics.

“Money politics dideklarasikan sejak awal kampanye jadi musuh bersama. Sayangnya di beberapa titik masih ada money politics. Ini tidak sehat, racun demokrasi. Kalau gunakan uang, masyarakat akan pragmatis,” kata Mudarta.

Politisi Demokrat asal Jembrana ini pun mengajak seluruh elemen masyarakat agar ikut mengawasi dan melaporkan indikasi praktik politik uang. “Semua ikut awasi. Laporkan yang lakukan gerakan money politics,” kata Mudarta lantas berharap pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 ini berjalan aman, damai dan lancar.

“Ini masa tenang. Harusnya para caleg banyak berdoa, berpasrah diri pada Tuhan, perbanyak meditasi. Jangan masa tenang malah buat masyarakat resah dengan gerilya lakukan money politics,”

Ia mengingatkan bahwa praktik money politics atau  politik uang melanggar hukum. Baik  yang memberi dan menerima sama-sama bisa terjadi hukuman pidana.

“Kalaupun terpaksa, terima uangnya tapi jangan dipilih. Masalahnya masyarakat sudah terima uang pasti pilih  oknum caleg yang kasi  uang karena ada ikatan hutang budi,” kata Mudarta.

Biarkan Rakyat Memilih Secara Merdeka

Mudarta meminta dan berharap biarkan rakyat memilih dan menyalurkan hak politik secara merdeka di TPS (Tempat Pemungutan Suara).  Ini bentuk kemerdekaan dalam demokrasi.

“Jangan sampai ada penjajahan karena money politics atau karena tekanan. Biarkan rakyat memilih secara merdeka. Berikan masyarakat pendidikan politik yang baik agar demokrasi kita lebih dewasa,” ujarnya Mudarta.

Ia pun memperingati keras caleg Demokrat di semua tingkatan jangan sampai ada yang melakukan politik uang. “Kami warning jangan coba coba main money politics. Itu melanggar hukum, pemberi dan penerima sama-sama kena,” tegas Mudarta.

Seperti informasi yang beredar, praktik money politics (politik uang) masih saja terjadi pada masa tenang Pemilu Serentak 17 April 2019 yang berlangsung 14-16 April 2019.

Masa tenang yang mestinya benar-benar tenang, damai, jadi ajang introspeksi diri, berdoa dan berserah diri pada Tuhan agar mendapatkan hasil maksimal, malah dibuat gaduh oleh oknum caleg yang “gentayangan” bersama timnya menyebar dan bagi-bagi uang untuk mempengaruhi pilihan pemilih.

Misalnya praktik bagi-bagi uang  (politik uang) pada masa tenang yang dilakukan dua oknum caleg di Kabupaten Gianyar tepatnya di Kecamatan Blahbatuh dan Kecamatan Tegalalang. Sebagaimana juga informasi money politics ini dibenarkan Ketua Bawaslu Gianyar, I Wayan Hartawan.

Informasi adanya praktik politik uang juga datang dari Desa Buduk, Mengwi, Badung. Kepada wartawan Metrobali.com, ada warga yang mengakui ditawari uang Rp 300 ribu untuk memilih satu paket caleg. (wid)