Denpasar (Metrobali.com) 

Ketua MKGR (Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong) Bali Dr. I Wayan Subawa, SH, MH. secara tegas menolak draf pembahasan dan pengesahan RUU HIP
(Haluan Ideologi Pancasila) untuk menjadi UU.

Mantan Sekda Badung ini meminta pemerintah dan DPR RI segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mewujudkan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pembukaan UUD 1945. “MKGR dan SOKSI Bali juga berharap DPP Golkar untuk menindaklanjuti melalu Fraksi Golkar di DPR RI,” ungkap Dr. Subawa kepada media, Sabtu (27/6/2020) di Rumah Persatuan kawasan Renon Denpasar.

Dalam penyampaian pendapatnya Subawa didampingi Ketua Dewan Penasihat MKGR Bali I Gusti Putu Wijaya, pengurus SOKSI Bali AA. Ngurah Rai Wiranata dan sejumlah pengurus Tri Karya yang merupakan gabungan MKGR, SOKSI dan Kosgoro yang telah melahirkan Pancasila pada 18 Agustus 1945.

Sebagaimana dijelaskan Subawa, Pancasila lahir dan hadir sebagai kesepakatan bersama para pendiri bangsa yang menjadi dasar bernegara sesuai dengan Pembukaan UUD 45 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945. “Jadi Pancasila ini hasil kesepakatan bersama, bukan satu orang,” tegas politisi senior Partai Golkar ini.

Namun belakangan sejumlah elemen masyarakat terusik dan gerah dengan adanya pengajuan RUU HIP sebagai inisiatif dewan. “Ini telah menimbulkan perdebatan sengit di antara elemen dan tokoh masyarakat karena ada beberapa hal yang dianggap tak sesuai baik dari sisi yuridis maupun sosiologis,” jelas doktor ilmu hukum Universitas Udayana ini.

Dari sisi yuridis yakni tidak dicantumkannya TAP MPRS XXV/1966 dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai dasar menimbang dalam RUU HIP. Ada ketidaklaziman yang diatur dalam suatu UU dimana biasanya UU mengatur tentang perilaku dan kelembagaan.

Tapi RUU HIP ini justru mengatur definisi dan tafsir tentang Pancasila. “Tidak lumrah nilai-nilai ideologi diatur dengan UU atau dinormakan karena dapat men-down grade keberadaan Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum,” tegas Subawa.

Sedangkan secara sosiologis, Subawa melihat pengajuan RUU ini telah menimbulkan kekhawatiran masyarakat terhadap adanya agenda-agenda terselubung yang bisa membahayakan negeri ini. “Masyarakat menganggap tidak perlu adanya UU yang mengatur secara khusus tentang Pancasila, apalagi ada pemaknaan tunggal oleh pemerintah.

Hal ini akan cenderung otoriter interpretasi. Di sisi lain masyarakat saat ini tengah berjuang melawan Covid-19. Mestinya hal ini menjadi yang lebih mendapat perhatian,” tegasnya.

Hal senada disampaikan AA Ngurah Rai Wiranata dari SOKSI Bali. Ia bahkan menduga ada anasir kebangkitan komunis yang tentu harus diantisipasi secara dini. “Pancasila jangan diutak-atik lagi,” tegasnya.

Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) adalah organisasi buruh atau pekerja seluruh Indonesia yang didirikan pihak militer untuk mengimbangi keberadaan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia yang dianggap radikal dan kekiri-kirian pada jaman orde baru pada masa silam.

Penasihat MKGR Bali AA Wijaya bahkan dengan tegas mengatakan tidak akan tinggal diam kalau ada pihak-pihak yang mengganggu Pancasila. “Tentu Tri Karya tentu tak tinggal diam. Tri Karya dilahirkan untuk membentengi Pancasila dan UUD 45. Jadi harus dijaga bersama-sama,” ujarnya.

Ketua MKGR Bali Dr. Subawa bahkan secara tegas mengatakan kalau sampai RUU HIP ini tetap dipaksakan maka pihaknya akan mengambil sikap tegas. “Tentu sangat lucu kalau sampai aspirasi masyarakat yang begitu luas diabaikan begitu saja,” tambah tokoh adat Sumerta ini. (hd)