Dhandy Laksono (Foto: Instagram/dhandy_laksono)

Aktivis dan jurnalis Dhandy Laksono akhirnya dibebaskan oleh penyidik Polda Metro Jaya setelah menjalani pemeriksaan selama tiga jam.

Kuasa hukum Dandhy, Alghiffary Aqsa dari AMAR Law Firm & Public Interest Law Office mengatakan meski dibebaskan, Dhandy resmi dinyatakan sebagai tersangka dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pasal 45 ayat 2 dan pasal 28 ayat 2.

Polisi menduga Dandhy telah melakukan perbuatan pidana ujaran kebencian dan permusuhan terhadap suatu kelompok ataupun individu berdasarkan SARA, karena cuitan di Twitter pada 23 September mengenai kerusuhan di Jayapura dan Wamena.

Alghiffary menyebut pasal-pasal yang dikenakan pada Dhandy adalah upaya kriminalisasi dan pembungkaman berpendapat serta penyampaian informasi.

“Kami memprotes keras kepolisian kenapa tidak ada pemanggilan terlebih dahulu sebagai saksi sebelum ditahan. Dia kan bukan kriminal seperti perampok yang harus diciduk secara cepat,” ujar Alghiffary.

Pasal 45a, ayat 2 dan Pasal 28, ayat 2 UU ITE berisi tentang penyebaran informasi untuk menimbulkan permusuhan atau kebencian terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu. UU ITE adalah satu dari sekian banyak produk hukum yang membatasi kebebasan berpendapat di Indonesia.

Alghiffary menambahkan pihaknya sudah menyampaikan protes kepada penyidik, namun penyidik bergeming.

Lanjut Alghiffari, dia menduga status tersangka Dhandy adalah buntut dari sikap vokal dan kritis jurnalis yang mendirikan WatchDoc. Akun Twitternya yang aktif mengkritisi berbagai kasus dan fenomena terpantau memiliki hampir seratus ribu pengikut dengan lebih dari tujuh puluh satu ribu cuitan.

 

Kuasa hukum Ananda mengkritik keras penangkapan mantan musisi band Banda Neira tersebut karena dianggap menyalahi prosedur hukum. Pasalnya, penangkapan itu tidak didahului dengan pemanggilan sebagai saksi. Polisi pun belum membeberkan kepada publik dan pengacara perihal status hukum Ananda dalam kasus ini.

Salah satu kuasa hukum Ananda, Charlie Albajili dari LBH Jakarta membenarkan bahwa Ananda sudah dibebaskan pada pukul 10.15 pagi. Namun yang menjadi kekhawatiran, lanjut Charlie, adalah status hukum Ananda yang belum jelas.

Kepada wartawan Polda Metro Jaya menyebut status Ananda adalah sebagai saksi. Namun hal ini ditanggapi kuasa hukum Ananda sebagai penyalahan prosedur hukum.

“Pertama, tidak mungkin statement polda itu statusnya saksi, harusnya tidak dilakukan penangkapan, tapi panggilan. Dan ini tidak pernah ada panggilan sebelumnya,” ujar Charlie.

Charlie mengaku kuasa hukum tidak diperkenankan masuk saat Ananda dibawa ke dalam kantor Polda Metro Jaya. Menjawab pertanyaan VOA, Charlie mengatakan polisi sudah memberi lima pertanyaan kepada Ananda sebelum kuasa hukum hadir mendampingi.

“Kalaupun ada pemeriksaan itu unlawful (melanggar hukum, red) karena tidak didampingi pengacara,” kata Charlie.

LBH Jakarta pun kini tengah memverifikasi data jumlah penangkapan massal mahasiswa oleh polisi yang terjadi sejak Kamis (26/9). Berdasarkan pengakuan kepolisian, sedikitnya ada 94 mahasiswa yang ditangkap terkait demonstrasi mahasiswa di DPR. Seperti halnya Ananda, mneurut Charlie penangkapan para mahasiswa dilakukan setelah aksi demo usai.

“Ada yang sedang makan, ada yang sedang di kampusnya,” ujar Charlie sambil menambahkan pihaknya belum selesai memverifikasi data kepolisian tersebut. [rw/ft]