sby 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Peningkatan ekonomi dan juga kemampuan lainnya di berbagai sektor kehidupan di Tanah Air tidak akan ada artinya bila rasa cinta Tanah Air dan kesadaran sebagai bangsa Indonesia terkikis bahkan hilang.

“Kita harus menjaga keindonesiaan kita. Perjuangan kita di abad ke-21 tidak lagi menjaga kemerdekaan, namun menjaga ke-Indonesia-an. Tidak ada gunanya kita menjadi semakin makmur dan modern, namun kehilangan yang amat fundamendal dan terbaik dari bangsa kita, Pancasila, ke-Bhinnekaan, semangat persatuan, toleransi, kesantunan, pluralisme, dan kemanusiaan,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka peringatan hari ulang tahun ke-69 kemerdekaan Indonesia di depan anggota DPR dan DPD RI di Jakarta, Jumat (15/8).

Presiden Yudhoyono mengatakan, jika para pendiri bangsa dulu mempertahankan kemerdekaan sampai titik darah penghabisan, bagi generasi kini keindonesiaanlah yang harus dipertahankan mati-matian.

Presiden menegaskan sejak awal didirikannya hingga saat ini Indonesia adalah negara yang berketuhanan, namun bukan negara agama sehingga dengan demikian semua paham yang ingin mendirikan negara agama di Tanah Air harus ditolak.

“Karena itu pulalah, Pemerintah dengan tegas menolak penyebaran paham sesat ISIS di Tanah Air karena sangat bertentangan dan bahkan berbahaya bagi jati diri kita. Para pemimpin di seluruh Tanah Air, saya minta untuk tegas mengambil sikap mengenai tantangan ini,” kata Kepala Negara.

Pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kali ini merupakan pidato kenegaraan terakhir menjelang selesainya masa kerja pemerintahan periode 2009-2014 pada Oktober mendatang.

“Di mimbar yang mulia ini, saya, Susilo Bambang Yudhoyono, juga berjanji untuk membantu siapapun yang akan menjadi Presiden Republik Indonesia tahun 2014-2019, jika hal itu dikehendaki. Ini adalah kewajiban moral saya sebagai mantan Presiden nantinya, dan sebagai warga negara yang ingin terus berbakti kepada negaranya,” katanya di Jakarta, Jumat.

Pada kesepatan itu, ia juga mengajak semua komponen bangsa untuk mendukung siapapun yang memimpin pemerintahan mendatang.

“Tahun depan, Presiden kita yang baru akan memberikan pidato kenegaraannya di mimbar ini. Saya mengajak segenap bangsa Indonesia, marilah kita bersama-sama mendengarkannya dan mendukung beliau untuk kebaikan dan kemajuan negeri ini,” katanya.

Yudhoyono mengharapkan semua pemimpin bangsa bisa menciptakan tradisi politik yang positif sehingga bisa mendorong Indonesia yang lebih maju.

“Saya juga mempunyai mimpi dan harapan yang indah, yaitu terbangunnya budaya politik yang luhur dimana para pemimpin Indonesia saling bahu membahu, saling membantu, dan saling mengingatkan demi masa depan Indonesia. Saya yakin itulah yang didambakan oleh rakyat Indonesia, dan itulah yang harus kita berikan dengan ikhlas kepada mereka,” katanya.

Hasil kerja kolektif Dalam pidato kenegaraan itu disampaikan bahwa capaian yang ada saat ini merupakan kerja kolektif dari semua Presiden sejak Soekarno hingga saat ini.

“Semua hal yang kita capai sebagai bangsa sebenarnya bukan monopoli siapa pun. Semua itu adalah kulminasi gabungan dari sumbangsih dan kerja keras seluruh generasi dari era Presiden Soekarno, era Presiden Soeharto, era Presiden BJ Habibie, era Presiden Abdurrahman Wahid, era Presiden Megawati Soekarnoputri hingga era saya saat ini,” katanya.

Presiden mengatakan, presiden Indonesia selanjutnya tentu akan melanjutkan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan dan pembangunan bangsa.

“Sebagai bangsa yang menghargai apa yang telah dilakukan oleh para pendahulunya, kita jangan sekali-kali menganggap remeh capaian bangsa ini,” katanya.

Ditambahkannya, “Dari bangsa yang sewaktu merdeka sebagian besar penduduknya buta huruf, rakyat Indonesia kini mempunyai sistem pendidikan yang kuat dan luas yang mencakup lebih dari 200.000 sekolah, tiga juta guru dan 50 juta siswa. Dari bangsa yang tadinya terbelakang di Asia, Indonesia telah naik menjadi ‘middle income country’, menempati posisi ekonomi ke-16 terbesar di dunia.” Kepala negara mengatakan, tujuan pembangunan bukan hanya sekadar menurunkan angka kemiskinan, namun juga meningkatkan kelas menengah yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

“Namun, efektivitas pembangunan nasional tidak semata-mata diukur dari pengentasan kemiskinan. Ukuran lain yang juga penting adalah pertumbuhan kelas menengah. Sebenarnya, Pemerintah selama ini mempunyai tujuan ganda ‘twin objective’, yakni menurunkan secara sistematis dan signifikan angka kemiskinan, dan bersamaan dengan itu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kelas menengah,” tuturnya.

Ditambahkannya, “Karena itulah, kebijakan pembangunan kita harus terus mendorong pertumbuhan kelas menengah. Ini kita lakukan dengan menjamin kemudahan berbisnis, dengan menganakemaskan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah kita, dengan membangun infrastruktur serta fasilitas pendidikan dan kesehatan yang memadai, dan upaya lainnya.” Presiden mengatakan, Indonesia kini mempunyai kelas menengah yang terbesar di Asia Tenggara. Menurut satu sumber, kata Kepala Negara, jumlah kelas menengah di Indonesia bertambah sekitar delapan juta orang per tahun.

“Kita harus terus menjaga momentum positif ini karena secara global, revolusi besar yang akan kita saksikan di abad ke-21 adalah revolusi transformatif dan kreatif yang akan dimotori oleh kelas menengah,” ujarnya.

Presiden mengatakan, dalam dunia serba labil yang penuh dengan gejolak, Indonesia bersyukur dapat menikmati stabilitas politik, perdamaian, pertumbuhan ekonomi dan kerukunan sosial. Hal ini telah dicatat dan diapresiasi oleh masyarakat dunia, sehingga meningkatkan modal politik Indonesia dalam percaturan internasional.

Yudhoyono Pamit Dalam kesempatan itu, Presiden Yudhoyono juga pamit kepada seluruh rakyat Indonesia sebelum mengakhiri masa jabatannya, Oktober mendatang.

“Merupakan kehormatan besar bagi saya untuk menjadi Presiden Indonesia. Saya adalah anak orang biasa dan anak biasa dari Pacitan, yang kemudian menjadi tentara, menteri, dan kemudian dipilih sejarah untuk memimpin bangsa Indonesia. Menjadi Presiden dalam landskap politik dimana semua pemimpin mempunyai mandat sendiri, dalam demokrasi 240 juta, adalah suatu proses belajar yang tidak akan pernah ada habisnya,” katanya.

Pada kesempatan itu, ia juga mengatakan meminta maaf atas kesalahan dalam 10 tahun memimpin Indonesia.

“Tentunya dalam 10 tahun, saya banyak membuat kesalahan dan kekhilafan, dalam melaksanakan tugas. Dari lubuk hati yang terdalam, saya meminta maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan itu. Meskipun saya ingin selalu berbuat yang terbaik, tetaplah saya manusia biasa,” katanya. AN-MB