tifatul_sembiring

Jakarta (Metrobali.com)-

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring meminta siapapun penggantinya dalam kabinet mendatang harus memahami dan memiliki visi yang jelas soal ekonomi informatika.

“Ekonomi saat ini tak hanya berdasarkan transaksi komoditas tertentu karena informasi dan ide juga bisa diperdagangkan,” kata Menkominfo Tifatul Sembiring dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (17/9).

Oleh karena itu ia menekankan siapapun yang akan menjadi penggantinya sebagai Menkominfo harus memahami ekonomi informatika dengan baik.

Sebab sampai sejauh ini masyarakat pun telah melihat bukti kontribusi informatika dalam pertumbuhan ekonomi nasional.

“Pada abad 21 ini jalur fiber optik mencatat transaksi lebih besar dari distribusi komoditas. Bukan hanya kemajuan ekonomi, perkembangan TI bahkan menentukan ketahanan suatu negara,” tuturnya.

Ia mengatakan pentingnya menerapkan prinsip ekonomi dalam berbagai hal termasuk sektor informasi.

Menurut dia nilai ekonomi yang dihasilkan dari pengembangan teknologi informasi juga berlipat ganda.

“Dulu orang memproduksi gelas dengan biaya tertentu, jika ingin produksi massal, maka tinggal dikalikan volumenya. Saat ini orang punya desain aplikasi, maka dapat digandakan dengan biaya lebih murah, bahkan bisa digratiskan,” ujar Tifatul.

Tifatul menegaskan saat ini Indonesia sudah memiliki “roadmap” atau peta jalan pengembangan TIK dari 2010 hingga 2020.

Pada tahal awal (2010-2012), seluruh desa dan kecamatan harus memiliki akses telepon dan internet (Indonesia Connected).

Tahap selanjutnya (2014), seluruh ibu kota provinsi terhubung jaringan serat optik (Indonesia Informative).

Kemudian peningkatan akses “broadband” seluruh kabupaten/kota di atas 5 MB (2020), sehingga dapat mengembangkan “E-Government” dan meningkatkan daya saing daerah (Indonesia Digital).

“Target yang kita canangkan pada 2025, Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi dunia ke-10 dengan PDB 3,8-4,5 triliun dolar AS ternyata dapat dicapai pada tahun 2011. Hal itu dinyatakan Bank Dunia yang menilai perbandingan ‘Purchase Power Parity’ (PPP),” ungkap Tifatul. AN-MB