Chairul Tanjung 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung belum menyetujui kenaikan harga elpiji 12 kilogram, meskipun PT Pertamina berencana menyesuaikan harga elpiji bertabung biru tersebut.

“Pertamina itu tidak bisa menaikkan harga secara semena-mena, karenanya harus melalui proses koordinasi yang baru akan diagendakan setelah 17 Agustus,” katanya saat ditemui di Jakarta, Rabu (13/8).

Chairul mengatakan rencana Pertamina tersebut juga harus dirapatkan terlebih dahulu dalam sidang kabinet dengan Presiden, meskipun penyesuaian harga elpiji nonsubsidi 12 kilogram itu merupakan aksi korporasi.

“Silakan saja mereka bilang begitu (kenaikan harga merupakan aksi korporasi), tapi pemerintah bilang begini, kalau mereka tidak mau menurut pemerintah, ya silakan,” tegasnya.

Sementara itu, “Vice President Corporate Communication” Pertamina Ali Mudakir mengatakan kenaikan harga elpiji merupakan aksi korporasi karena komoditas ini bukan barang subsidi, sehingga tidak membutuhkan persetujuan dari pemerintah.

“Saya juga yakin pemerintah tidak akan mengintervensi ini, karena ada konsekuensi bagi pemerintah harus menanggung selisih harga. Itu bisa diperlakukan sebagai barang subsidi, kalau ada intervensi pemerintah,” jelasnya.

Ia memastikan kenaikan harga elpiji sudah merupakan bagian dari “peta jalan” Pertamina sejak awal 2014 hingga pertengahan 2016, agar harga elpiji 12 kilogram bisa mencapai harga keekonomian dengan harga jual saat ini.

Selain itu, ia menyakini kenaikan harga elpiji 12 kilogram tidak akan memberatkan para konsumen yang rata-rata merupakan kelas menengah keatas dan jumlahnya hanya sekitar 17,5 persen dari keseluruhan pengguna elpiji.

“Sekarang di Pertamina masih Rp6.500 per kg, di pemasok lain harga elpiji non subsidi rata-rata diatas Rp15 ribu per kg. Secara umum, ada Rp8.000 ‘gap’nya. Kami selalu melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa untuk elpiji 12 kg penggunanya masyarakat kelas menengah atas,” ujarnya.

Ali mengatakan kenaikan akan dilakukan sebesar Rp1.000 per kg-Rp1.500 per kg dan diharapkan penyesuaian harga dapat menekan kerugian Pertamina dalam menutup selisih harga keekonomian, rata-rata Rp5 triliun per tahun.

Penyesuaian harga itu juga merujuk temuan BPK tentang temuan kerugian hingga Rp5,4 triliun pada tahun lalu atau kerugian dalam lima tahun terakhir mencapai Rp17 triliun, sehingga BPK merekomendasikan Pertamina sebagai BUMN tidak boleh rugi. AN-MB