Kuta (Metrobali.com)-
Menteri Ekonomi Agus Martowardojo mempaparkan posisi keuangan Indonesia terkait gejala overheating yang sedang menjadi isu yang hangat diperbincangkan. Kondisi ekonomi Indonesia saat ini, imbuh Agus, belum mengalami overheating. Tingginya inflasi dan perlambatan PDB (dari tingkat pertumbuhan yang sudah tinggi) merupakan salah satu ciri utama terjadinya overheating pada perekonomian.

Sementara itu, kata dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi yang bersumber dari penguatan permintaan domestik dapat dicapai dengan laju inflasi yang terkendali sesuai dengan sasaran inflasi tahun 2012 dan 2013, yaitu 4,5 persen ± 1 persen.

“Di samping inflasi, gejala overheating juga dapat dilihat dari kondisi defisit/surplus transaksi berjalan dan neraca perdagangan, pertumbuhan kredit serta harga aset, terutama properti,” kata Agus saat di Kuta, Bali, Jumat 14 September 2012.

Kendati begitu, Agus mengakui jika transaksi berjalan Indonesia saat ini memang mengalami defisit. Akan tetapi, katanya, komposisi neraca transaksi berjalan masih sehat karena didorong oleh kenaikan permintaan untuk barang investasi dibandingkan barang konsumsi. Selain itu, data perdagangan bulan Juli sudah menunjukkan tanda-tanda perbaikan, di mana nilai ekspor telah meningkat sebesar 4,6 persen, sementara nilai impor menurun 2,39 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

“Meskipun dalam tiga bulan terakhir mengalami defisit, neraca perdagangan Indonesia secara kumulatif (Januari–Juli 2012) masih mengalami surplus sebesar US$335 juta. Pemerintah optimistis defisit neraca transaksi berjalan akhir tahun akan berada pada batas aman, yaitu di bawah 3 persen dari PDB,” papar Agus.

Sementara itu, indikator pertumbuhan kredit dan harga aset memang mengalami kenaikan. Tetapi sejauh ini, kata dia, belum terlalu mengkhawatirkan karena diikuti oleh perbaikan faktor fundamentalnya. “Pertumbuhan kredit maupun peningkatan harga aset yang cukup cepat merupakan bagian dari proses ‘catching up’, di mana stok kredit Indonesia yang masih relatif rendah, hanya sekitar 30 persen dari PDB dibandingkan negara lain seperti Thailand yang telah mencapai di atas 100 persen. Juga harga aset Indonesia yang relatif murah dibandingkan harga aset di kota-kota besar negara tetangga,” terang dia.

Pada perekonomian global, Agus melanjutkan, menjelang pertengahan tahun 2012 terjadi perubahan yang sulit untuk dipastikan sebelumnya. Data perekonomian AS, Agus mengimbuhkan, menunjukkan perkembangan yang positif. “Klaim pengangguran AS mencatatkan penurunan sebesar 12.000 menjadi 365.000 per 1 September 2012. Pencapaian tersebut melampaui perkiraan sebelumnya,” katanya.

Selain itu, sambung dia, The Fed kembali memberikan sinyal akan memberikan stimulus tambahan untuk mendorong perekonomian  AS. Berbeda halnya dengan AS, tingkat pengangguran Eropa kembali meningkat pada bulan Juli, naik dari 11,2 persen pada bulan Juni menjadi 11,3 persen lebih tinggi dari awal 2012 yang sebesar 10,8 persen. “Zona Eropa masih mengalami kontraksi pada Q2 2012. Pertumbuhan sebesar –0,2 persen (qoq) atau –0,5 persen (yoy). Namun kabar baik datang dari European Central Bank (ECB), di mana ECB berkomitmen untuk meluncurkan program pembelian obligasi yang disebut Outright Monetary Transaction (OMT) dengan tujuan untuk menurunkan biaya pinjaman di kawasan Eropa,” tambah Agus.

Sementara itu, kondisi di negara-negara berkembang Asia juga tidak terlepas dari pengaruh kondisi perekonomian dunia yang masih diliputi ketidakpastian. Tekanan eksternal, kata dia, masih terjadi pada neraca perdagangan Cina, yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Cina pada kuartal I 2012 tidak setinggi periode-periode sebelumnya. “Target pertumbuhan ekonomi Cina sebesar 7,5 persen dikhawatirkan tidak dapat tercapai. Di bulan Agustus 2012, untuk pertama kalinya indeks manufaktur Cina (PMI) mengalami kontraksi,” imbuh dia. BOB-MB