Jakarta (Metrobali.com)-

Menteri Keuangan RI Chatib Basri mengatakan bahwa ekonomi Indonesia sedang menuju ekuilibrium baru atau ke posisi normal sebelum bank sentral AS (The Fed) mengeluarkan kebijakan stimulus keuangannya yang pada 2009 sering disebut “quantitative easing” (QE).

“Akan ada ekuilibrium baru. Di tengan situasi seperti ini akan ada dampak ke pasar keuangan. Sedangkan yang terjadi di pasar keuangan domestik saat ini merupakan proses kembali ke situasi yang normal saat kebijakan QE The Fed belum masuk,” ujar Menkeu di Jakarta, Senin (16/9).

Ia mengatakan bahwa kebijakan the Fed melalui QE pada 2009 itu mendorong dana asing masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia selama empat tahun belakangan ini. Saat ini, negara berkembang tidak bisa melarang The Fed untuk menarik kebijakan itu.

Namun, menurut dia, negara-negara berkembang bisa mengupayakan penarikan kebijakan dari QE itu tidak ditarik langsung sehingga dapat diantisipasi dana asing yang keluar dari dalam negeri.

“Dana QE sebesar 85 miliar dolar AS per bulan itu mungkin bisa sebagian dulu yang dikurangi sehingga kita bisa antisipasi ‘capital outflow’,” ujar dia.

Dikemukakan bahwa, penarikan dana juga terjadi di negara lainnya seperti di Singapura, Malaysia, Brazil, India, Turki dan Filipina. Hal itu berarti ada persoalan di domestik yang ikut andil memberikan sentimen itu.

Dari dalam negeri, Menkeu mengakui bahwa sentimen defisit neraca transaksi berjalan masih berkembang sehingga perlu adanya kebijakan perbaikan.

Menurut dia, upaya yang dilakukan adalah dengan menaikkan ekspor atau menurunkan impor. Selain itu, pemerintah juga dapat melakukan “swap lines” seperti yang pernah dilakukan pada 2008 lalu.

“Ketika dibutuhkan uangnya ada. Ini yang kita lakukan pada 2008,” kata Chatib.

Chatib mengemukakan bahwa jika asumsi defisit sebesar 15 miliar dolar AS, maka Indonesia memerlukan “swap lines” setidaknya 30–40 miliar dolar AS agar tidak ada permasalahan di “ballance payment”.

Kendati demikian, pada “outlook” negara anggota G20 pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tertinggi kedua setelah China. Kondisi itu berarti Indonesia masih memiliki “outlook” positif.

Menkeu juga mengharapkan bahwa para pelaku pasar tidak bersifat “animal spirit” dalam menghadapi kondisi pasar modal Indonesia yang berfluktuasi.

“Kebanyakan, kita ini masih bersifat ‘animal spirit’ yakni yang selalu mengikuti langkah orang di depannya. Contohnya, saat ini kita menonton sepak bola, lalu tiba-tiba ada yang berteriak akan turun hujan, biasanya semua orang melihat ke atas walaupun belum tentu turun air, seperti saja banyak yang lepas (saham) tanpa melihat ke depannya,” kata Chatib.

Menurut Chatib, dalam kondisi itu pelaku pasar sulit diberikan pengertian karena sudah terpengaruh.

“Tugas pemerintah menjaga hal itu agar tidak menjalar ke semua pelaku pasar,” ucap dia. AN-MB