Agung Darmayuda

Agung Darmayuda

HOAK adalah berita bohong, pemberitaan palsu atau usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya. Wikipedia menjelaskan hoax sebagai usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal si pencipta berita palsu menyadari bahwa berita tersebut adalah palsu. Berita bohong atau hoax sangat berbahaya bagi orientasi dan kepercayaan publik. Adolf Hitler menulis dalam otobiografinya bahwa jika kebohongan diulangi secara terus-menerus, maka pikiran manusia akan mempercayainya. Kebohongan pun diterimanya sebagai kebenaran. Apa yang diulangi secara terus-menerus itu akan terukir pada diri kita. Inilah yang menyebabkan ilusi dalam hidup (Krisna, Anand, 2012).

Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Kantor Presiden Kamis 29/12/2016 menegaskan bahwa “Penegakan hukum harus tegas dan keras. Media-media online yang sengaja memproduksi berita-berita bohong tanpa sumber yang jelas, dengan judul yang provokatif dan mengandung fitnah, harus dievaluasi secara tegas dan keras.” Presiden mengeluarkan instruksi resmi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika. Jajaran yang dipimpin Menteri Rudiantara itu diperintahkan melakukan evaluasi dan pengawasan. Terhadap kegiatan sejumlah media online, akun jejaring sosial serta forum atau grup percakapan. Yang dinilai telah menyebar-luaskan berita bohong, manipulatif dan provokatif. Instruksinya jelas: media-media fiktif yang menyebarluaskan berita yang menyesatkan masyarakat, harus diambil tindakan yang tegas, termasuk pemblokiran (polkam.go.id).

Kekawatiran terhadap berita hoax disampaikan pula oleh President AS Barack Obama dalam pidato terakhir dan salam perpisahan sepekan menjelang berakhirnya masa jabatannya sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).  Pidato itu berisi berbagai hal, mulai dari pencapaiannya sebagai Presiden AS selama delapan tahun, mewabahnya informasi tanpa disertai fakta alias hoax hingga kekhawatiran terhadap nasib demokrasi (www.bbc.com)

Di belahan benua Eropa kekawatiran yang sama disampaikan oleh Kanselir Jerman Angela Merkel mengingatkan ancaman berbahaya dari berita “palsu atau  hoax dan troll  (orang yang sengaja menyinggung atau mem-posting provokasi daring) terhadap demokrasi. Ia menyatakan opini publik saat ini sedang “dimanipulasi” di internet. Berbicara di parlemen Jerman, Bundestag, Merkel mengimbau partai-partai demokratis untuk menemukan cara “merangkul dan menginspirasi orang” dalam “menghadapi fenomena ini” dengan mengatur internet, jika memang diperlukan (m.metrotvnews.com)

Akademisi Komarudin Hidayat mengatakan momok dari penyebaran berita bohong atau hoax tak ubahnya seperti peredaran narkotik dan pornografi. Bila dibiarkan, kata dia, berita hoax bisa membahayakan dan merugikan masyarakat.”Hoax itu pembunuhan karakter yang berbeda dengan kritik. Kalau kritik silakan, tapi kalau hoax saya anti, karena merupakan manipulasi, kecurangan, yang dapat menjatuhkan orang lain,” ujar Komarudin dalam acara Deklarasi Masyarakat Anti Hoax di Jakarta, Minggu (8/1/2017).
Mantan rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu menambahkan, hoax merupakan tindakan kriminal di wilayah cyber. Hoax disebut hadir dari sikap mental yang mengesampingkan integritas, terutama hoax yang muncul mengatasnamakan agama (www.cnnindonesia.com).

Kekawatiran para tokoh di atas sangat beralasan terutama berpengaruh pada proses demokrasi. Calon pemilih dikawatirkan tidak menyadari, apabila sosial media, bisa disalah-gunakan. Berita hoax digunakan untuk memanipulasi khalayak. Berita dibuat menggiring aspirasi; mengarahkan partisipasi; bahkan mengontrol pilihan dalam pemilu. Berita dibuat pemilih dibikin tak menyadari, sudah dimanipulasi dan digiring, untuk menggunakan hak pilihnya, dengan memilih pilihan, yang sebenarnya sudah dipilihkan, oleh pihak yang ingin terpilih.

Mengatasi permasalahan hoax, Presiden Jokowi menitik-beratkan kepada itikad, komitmen dan tanggungjawab pribadi para netizen. Yakni dengan mendorong gerakan berskala nasional, untuk peningkatkan literasi, edukasi, demi menjaga etika dan keadaban netizen saat bermedia sosial. “Gerakan ini penting untuk mengajak netizen mengkampanyekan bagaimana berkomunikasi melalui media sosial yang baik, yang beretika, yang produktif, yang positif, yang berbasis nilai-nilai budaya kita,” ujar Pak Jokowi. Dengan literasi, edukasi dan paham adab bermedia sosial, diharapkan ke depan, netizen bisa terampil membedakan serta paham cara menguji, mana konten yang benar, mana yang cuma abal-abal. Pun secara selektif, hanya mengonsumsi, membagikan dan menyebar-luaskan konten yang memang benar-benar berkriteria “layak dibagi” atau share-worthy saja. Bukan asal menyebar apa saja yang share-able (Kris Moerwanto, 2016).

Penulis : Agung Darmayuda

Anggota KPU Kota Denpasar