Pameran seni lukis dan topeng karya-karya seniman Desa Batuan lintas generasi yang bertajuk “Ibu Rupa Batuan” ini adalah bentuk penghormatan terhadap ibu

Denpasar, (Metrobali.com)-

Sebagai wilayah budaya, Desa Batuan bisa disebut ibu yang melahirkan dan memelihara aneka ragam kesenian yang bisa dinikmati hingga kini. Selain seni lukis, di Batuan juga lahir seni pahat topeng, ukiran, dan dramatari Gambuh. Bahkan seni lukis tradisional gaya Batuan telah ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada tahun 2018.

Seni lukis Batuan mampu bertahan dan berkembang hingga sekarang karena adanya sistem pewarisan pengetahuan dan keterampilan seni dari generasi ke generasi. Sistem itu dulunya bersifat informal dan berlangsung dalam keluarga, kerabat, atau lingkungan terdekat. Metodenya pun berbeda-beda. Ada dengan cara meniru atau mencontoh. Ada dengan memberikan teori dan teknik.

Pameran seni lukis dan topeng karya-karya seniman Desa Batuan lintas generasi yang bertajuk “Ibu Rupa Batuan” ini adalah bentuk penghormatan terhadap ibu. Pameran yang dikurasi Wayan Jengki Sunarta ini berlangsung di Bentara Budaya Bali dari tanggal 8 hingga 18 September 2019. Pameran dibuka oleh Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Dr. I Wayan Adnyana, S.Sn, M.Sn.

Pameran tersebut menampilkan karya-karya generasi terdahulu hingga terkini. Generasi terdahulu diwakili oleh karya Ida Bagus Made Widja (1912-1992), Ida Bagus Made Togog (1913-1989), Nyoman Ngendon (1920-1947), I Made Djata (1920-2001), Ketut Tomblos (1922-2009), Wayan Punduh (1923-2011), Wayan Regug (1927-), Dewa Kompyang Pasek (1928-2009), I Wayan Taweng (1929-2004), I Wayan Kabetan (1931-2006), Mangku Made Budi (1932-2017), Mangku Nyoman Barak (1935-2009).

Untuk generasi kelahiran 1940-an, 1950-an, dan 1960-an, diwakili oleh karya-karya  Made Tubuh , I Ketut Manggi, I Wayan Rajin, Ketut Reta, I Wayan Bendi, I Ketut Murtika, Ida Bagus Asta, Gusti Ngurah Muryasa, I Wayan Warsika, Ketut Suarnawa, Dewa Putu Arsania, I Made Nyana, I Made Renanta, I Wayan Malik, Gusti Ayu Natih Arimini, I Made Sujendra, Dewa Ketut Tilem, I Nyoman Toyo, I Nyoman Marcono, Nyoman Sudarsana, I Ketut Sadia, Pande Made Martin.

Sementara itu generasi kelahiran 1970-an, 1980-an, dan 1990-an, diwakili oleh karya-karya I Nyoman Kastawa, I Ketut Balik Parwata, Ida Bagus Putu Padma, I Wayan Dana Wirawan, I Nyoman Selamet, Dewa Nyoman Martana, I Wayan Diana, I Nyoman Sudirga, I Made Griyawan, I Made Karyana, Dewa Made Virayuga, I Gede Widyantara, I Wayan Eka Mahardika Suamba, Nyoman Nurbawa, Gusti Ngurah Agung, Ida Bagus Ketut Karunia, Wayan Win, I Made Suteja,  I Wayan Aris Sarmanta.

Selain seni lukis, pameran ini juga menampilkan seni pahat topeng dari Desa Batuan. Untuk seni pahat topeng diwakili oleh karya-karya  I Made Regug, I Made Sama, I Made Degus Armawan, I Made Rudi, I Nyoman Koto, I Nyoman Jaya, I Ketut Mujiarta, I Nyoman Selamet, I Made Muji, I Nyoman Ruka, I Wayan Murda, I Wayan Dawig, Made Warja, Dewa Made Sumerta, I Wayan Suwija, I Made Wirda, I Ketut Mendra, I Made Ardita, I Wayan Sudiarsa, I Nyoman  Lanus, I Nyoman Budi, I Nyoman Maji, Ketut Wirtawan, Dewa Made Virayuga.

Dari perbedaan generasi tersebut, kita bisa melihat dan menilai perkembangan dan pertumbuhan seni lukis dan topeng di Desa Batuan. Dalam seni lukis, tampak upaya-upaya eksplorasi tematik yang beraneka ragam.

Secara umum, generasi tua sangat kuat mempertahankan teknik dan konten yang mengakar pada tradisi seni lukis gaya Batuan. Sementara generasi terkini cenderung berupaya melakukan eksplorasi tematik namun tetap mempertahankan teknik tradisi.

Tema ibu dalam pameran ini tidak hanya dimaknai harfiah. “Ibu” juga menjadi metafora atau simbolisasi terkait spirit penciptaan, olah batin, untuk menghasilkan suatu karya yang memesona dan membuka ruang renung bagi khalayak pecinta seni. Ibu dalam pengertian fisik dan spirit menjadi saling berkelindan dan dimaknai dengan berbagai cara oleh para senimannya.

Pelukis Batuan memang sudah terlatih dan terbiasa melukis cuplikan kisah yang bersumber dari pewayangan, mitologi Hindu, cerita rakyat, dan kehidupan sehari-hari. Hal itu seolah menjadi mata air inspirasi bagi sebagian besar pelukis Batuan. Maka, tak heran, sebagian besar pelukis Batuan memetik tema ibu dari sumber-sumber tersebut. Misalnya, tampak pada lukisan-lukisan yang menampilkan sosok Dewi Saraswati, Calonarang, Dewi Durga, Dewi Gangga, Jagat Karana. Penafsiran tema Ibu yang dikaitkan dengan “Ibu Pertiwi” juga menjadi subject matter yang menarik perhatian.

Dalam seni pahat topeng, secara umum seniman Batuan masih mempertahankan pakem-pakem lama. Sebab topeng dalam konteks religi di Bali masih terkait dengan persembahan kepada Hyang Widhi. Hal itu terbukti dari beberapa seniman Batuan sering diminta membuat topeng sakral untuk keperluan berbagai pura di Bali. Dalam pameran ini ada berbagai jenis dan karakter topeng yang ditampilkan, seperti topeng tua, demung, patih, topeng dalem, hanoman, penasar dan wijil, telek, naga, rangda, celuluk, lenda-lendi, barong bangkal, barong landung, barong ket, barong macan, singanana.

Pameran ini membuktikan bahwa seni tradisi di Batuan masih tetap tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam seni tersebut diwariskan secara masif dari generasi ke generasi. Upaya-upaya pewarisan itu sangat memungkinkan terjaganya spirit penciptaan seni di Desa Batuan.

Editor : Hana Sutiawati