Foto: Putri sulung almarhum Prof IGN Gorda yakni Dr. A.A.A. Ngurah Tini Rusmini Gorda, S.H.,M.M.,M.H., (nomor 3 dari kanan) menggelar bertajuk “Mengenang 12 Tahun Prof Gorda Almarhum: Berbakti Melalui Mahakarya Ratyni Gorda Empati, Cerdaskan SDM Melalui Pendidikan” Rabu (23/10/2019).

Denpasar (Metrobali.com)-

Tokoh pendidikan Bali almarhum Prof IGN Gorda memang sudah 12 tahun berpulang. Namun hingga kini nama dan karya-karyanya serta pengabdiannya dalam memajukan dunia pendidikan Bali tetap harum dan dikenang.

Spirit perjuangan Prof Gorda di dunia pendidikan kini terus dilanjutkan dan dikobarkan keempat putra-putrinya. Kenangan-kenangan atas sosok yang besar jasanya pada pembangunan SDM Bali ini ibarat terus menjadi api semangat yang menginspirasi dan membakar motivasi putra-putrinya membangun pendidikan Bali.

Untuk mengenang 12 tahun Prof Gorda almarhum, putri sulung almarhum Prof Gorda yakni Dr. A.A.A. Ngurah Tini Rusmini Gorda, S.H.,M.M.,M.H.,bersama sejumlah tokoh pendidikan, anak didik Prof Gorda dan kerabat dekat menggelar acara peringatan internal yang dikemas sederhana Rabu (23/10/2019).

Acara bertajuk “Mengenang 12 Tahun Prof Gorda Almarhum: Berbakti Melalui Mahakarya Ratyni Gorda Empati, Cerdaskan SDM Melalui Pendidikan” ini digelar di kediaman Tini Gorda Jalan Setyaki No. 9 Denpasar.

Tampak hadir pula salah satu anak didik Prof Gorda yakni Cokorda Sawitri yang merupakan seorang seniman dan aktivis perempuan yang juga dikenal sebagai penyair.

“Ini merupakan acara rutin kami untuk memperingati dan mengenang kembali spirit perjuangan Prof Gorda mencerdaskan kehidupan bangsa lewat pendidikan. Sebab melalui pendidikan kita tidak akan pernah mati,” kata Tini Gorda.

Prof Gorda merupakan tokoh pendidikan Bali yang tercatat dalam tinta emas sejarah dunia pendidikan Bali sebagai pendiri Perdiknas (Perkumpulan Pendidikan Nasional) yang melahirkan Undiknas (Universitas Pendidikan Nasional) yang juga SMP Nasional dan SMK Teknologi Nasional. Suami dari AA Ayu Ngurah Ratyni (alm) ini menghembuskan nafas terakhir pada 23 Oktober 2007.

Di tahun 12 mengenang kepergian sosok yang tidak lelah mengabdi untuk dunia pendidikan ini, Tini Gorda mengaku pihaknya ibarat membutuhkan charger kembali untuk melanjutkan perjuangan berkarya membangun kualitas SDM anak-anak bangsa.

Generasi Ketiga Siap Lanjutkan Perjuangan

Yang cukup membanggakan pondasi perjuangan Prof Gorda siap dilanjutkan oleh generasi ketiga (cucu-cucu Prof Gorda). “Kami bangga sudah bisa menunjukkan ada generasi ketiga yang siap melanjutkan tongkat estafet di dunia pendidikan membangun SDM Bali dan Indonesia umumnya,” ungkap Tini Gorda yang juga merupakan Ketua Perdiknas dua periode (2009-2014 dan 2014-2019) ini.

“Generasi pertama membangun, generasi kedua melanjutkan generasi ketiga menerbangkan,” imbuh Tini Gorda yang juga Ketua Umum BKOW (Badan Kerjasama Organisasi Wanita) Provinsi Bali ini.

Dalam acara peringatan ini A.A. Bagus Ngurah Agung Surya Putra, S.H., LL.M.,selaku cucu tertua Prof Gorda almarhum dan putera Tini Gorda ini juga berbagi kisah tentang kedekatan dengan sang kakek termasuk pesan-pesan dan inspirasi yang mempengaruhi pola pikir dan pilihan hidupnya saat ini.

Sebagai generasi ketiga Prof Gorda, lulusan Advance LLM (Master of Law) in Air and Space di Universiteit Leiden, Belanda ini juga mengaku siap melanjutkan perjuangan Prof Gorda di dunia pendidikan. Ia pun memilih karir sama seperti ibu dan sang kakek yakni menjadi akademisi.

“Saya seperti punya dua standar (standar ganda) yakni Prof Gorda dan Ratu Ibu (Tini Gorda,red) dan ada oran-orang yang menaruh ekspektasi lebih. Dengan itu saya merasa tertantang untuk terus mengasah diri, memberikan kontribusi terbaik saya untuk ikut membangun dunia pendidikan,” ungkap akademisi muda yang akrab disapa Gung Agus ini.

Ada Mimpi Yang Belum Tuntas

Namun dalam kontemplasi 12 tahun mengenang Prof Gorda almarhulm ini, Tini Gorda mengaku masih ada pesan dan harapan sang ayah yang belum bisa tercapai sepenuhnya. Dimana keempat putra putri Prof Gorda diharapkan masing-masing mampu membangun dan memiliki lembaga pendidikan tersendiri.

Selain Perdiknas (dengan Undiknas, SMP Nasional dan SMK Teknologi Nasional), yang sudah terwujud lewat Yayasan Ratyni Gorda adalah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Satya Dharma Singaraja.

“Itu yang belum tuntas terbayarkan, ada sesuatu yang belum selesai. Dengan mulat sarira ini semoga tahun depan saya bisa mendirikan perguruan tinggi di salah satu kabupaten di Bali,” ujar Tini Gorda.

Dalam peringatan 12 tahun Prof Gorda almarhum ini, Tini Gorda juga menyerahkan secara simbolis beasiswa penuh kepada dua orang anak yang diberikan kesempatan mengenyam pendidikan di SMK Teknologi Nasional.

Dua orang anak yang kini sudah duduk di bangku kelas XII ini dibiayai penuh selama tiga tahun mengenyam pendidikan di SMK Teknologi Nasional.

Pemberian beasiswa ini merupakan bagian dari program beasiswa pendidikan Ratyni Gorda Empati yang berkontribusi mencerdaskan SDM melalui pendidikan. Progam empati ini berkaitan dengan pendidikan baik pendidikan formal maupun non formal.

“Prof Gorda berpesan jangan memberikan makanan tapi berikanlah alat mencari makan. Dan bagi kami pendidikan ini adalah alat untuk mewujudkan kesejahteraan,” pungkas Tini Gorda.

Sekilas tentang Prof Gorda

Seperti diketahui Prof Gorda semasa hidupnya dikenal sebagai salah satu tokoh pendidikan di Bali. Ia mengawali kariernya sebagai guru honorer di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Ghana Sukasada, Singaraja tahun 1962.

Meskipun saat itu masih berstatus sebagai mahasiswa IKIP Malang Cabang Singaraja, ia mengajar di SMEP Surapati Singaraja, SMEA Surapati Singaraja dan sejumlah sekolah swasta lainnya di kota Denpasar hingga tahun 1970.

Selain sebagai guru honor, suami dari AA Ayu Ngurah Ratyni (alm) juga berstatus guru tetap pada SMEA Negeri Denpasar tahun 1966 dan tiga tahun kemudian (1969) dipercaya sebagai wakil Kepala Sekolah di tempatnya mengajar.

Selain itu juga pernah menjabat Kepala SMEA Negeri Klungkung (1969-1971), dan karyawan di lingkungan Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bali (sekarang Dinas Pendidikan), selama kurun waktu 13 tahun (1971-1984), dengan jabatan terakhir Kepala Bagian Perlengkapan.

Alumnus program doktor Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya itu tercatat dalam “tinta emas” sebagai pendiri Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar tahun 1969 dan beberapa kali periode menjabat sebagai rektor perguruan tinggi swasta tersebut.

Prof Gorda juga mengemban kepercayaan yang besar dalam memajukan dunia pendidikan, antara lain pembantu Rektor IKIP PGRI Bali (1984-1986), Ketua Yayasan IKIP PGRI Bali (1984-1986), Rektor Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar (2001-2002), Direktur Program Pascasarjana Undiknas Denpasar (2000-hingga sekarang) dan Direktur Utama ASTABRATA Bali, lembaga manajemen bernuansa budaya dan spiritual Denpasar.

Selain itu juga tercatat sebagai dosen pascasarjana UNHI Denpasar, Universitas Bondowoso, Universitas Putra Bangsa Surabaya dan program pascasarjana Untag Surabaya. Sejak 1990 hingga menjelang tutup usianya, Gorda telah mengadakan lebih dari seratus kali penelitian, baik atas penelitian individu dan hanya beberapa mendapat “sponsor” dari proyek pemerintah.

Penelitian yang dilakukan tersebut antara lain Tri Hita Karana dan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pembangunan desa di Bali (1990), model pemupukan modal dan peningkatan usaha koperasi (1990), nilai-nilai agama Hindu dan etika ekonomi wirausahawan Bali (1995) dan Etika kerja Wirausahawan Hindu (1996).

Prof Gorda yang pernah mendapat penghargaan tanda kehormatan satya Lencana Karya Satya 30 tahun dari Presiden RI itu juga aktif dalam menyusun buku, lebih dari 13 judul buku telah berhasil diterbitkan. (dan)