kpk-ok

Perhatian publik terhadap seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015–2019 tampaknya cukup besar karena masyarakat seperti juga panitia seleksi ingin mendapatkan calon terbaik untuk mengisi jabatan ketua di lembaga antirasuah tersebut.

Mendekati berakhirnya masa jabatan pimpinan KPK saat ini ditambah dengan situasi sulit yang dihadapi komisi itu akhir-akhir ini, tentunya perlu dipersiapkan langkah strategis untuk mencari pengganti pimpinan KPK yang nantinya bisa membuat lembaga tersebut bisa bekerja secara maksimal dalam upaya melakukan pemberantasan korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga antikorupsi yang kinerjanya selama ini tidak diragukan lagi. Berbagai prestasi yang dicapai KPK telah menunjukkan bahwa komisi ini merupakan lembaga antikorupsi yang telah menjadi tumpuan masyarakat untuk memberantas korupsi di Indonesia.

Sebagai lembaga antikorupsi yang menjadi tumpuan masyarakat untuk Indonesia bebas korupsi, sudah saatnya KPK masa depan dipimpin oleh para komisioner yang memiliki integritas, keahlian, dan keberanian untuk memberantas korupsi yang telah menggurita dan merampas kesejahteraan rakyat Indonesia.

Beberapa bulan terakhir ini, KPK mendapat ujian besar karena komisioner dan pegawai KPK menjadi target perlawan balik para koruptor. Mereka diganjal dengan berbagai masalah yang dikenal dengan istilah kriminalisasi dan pelemahan institusi KPK.

Upaya perlawanan balik para koruptor kepada KPK merupakan perlawanan terhadap gerakan antikorupsi. Sebagai dampaknya, gerakan antikorupsi mengalami kendala di tengah Indonesia yang masih menjadi lahan subur praktik korupsi yang telah sistemik dan mewabah ke semua sektor kehidupan.

Pelemahan KPK lewat kriminalisasi dan revisi UU KPK menunjukkan bahwa para koruptor sudah tidak senang pada KPK karena prestasi lembaga ini dalam mengungkap praktik korupsi yang dilakukan oleh para penguasa yang memiliki akses politik dan modal, membuat KPK menjadi korban untuk dilemahkan.

Usaha-usaha pelemahan, tantangan atau ancaman terhadap upaya-upaya pemberantasan korupsi membuat banyak orang enggan untuk mengajukan diri dalam seleksi pimpinan KPK. Mencermati pemilihan pimpinan KPK, tampak dari satu periode ke periode seleksi lainnya, ada penurunan minat pendaftar, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Minimnya kandidat membuat seleksi tidak bisa menghasilkan kandidat terbaik. Panitia Seleksi terjebak pada kondisi keterbatasan kandidat yang ada. Situasi ini harus direspons dengan tepat, mengingat seleksi pimpinan KPK akan berlangsung dalam waktu dekat.

Demi mencari sosok terbaik untuk memimpin KPK, Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK telah berkeliling ke-10 daerah di Indonesia. Sembilan anggota panitia–semuanya perempuan–menggelar diskusi dan mengundang sejumlah tokoh lokal.

“Siapa tahu kami menemukan orang (untuk calon pimpinan KPK) meskipun namanya tidak menasional, tetapi kemampuannya, prestasinya, melebihi standar nasional, bahkan international,” kata anggota panitia seleksi Yenti Ganarsih usai “Diskusi Publik Mencari Sosok Pemimpin Ideal KPK” yang digelar di Bandung.

Menurut Yenti, dari sebagian besar pendaftar, belum ada satu pun yang dianggap ideal. “Nama-nama nasional (tokoh nasional) juga belum ada,” kata Yenti.

Koordinator Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho mengatakan bahwa diskusi publik ini adalah untuk mencari kandidat terbaik Ketua KPK 2015–2019 yang kemudian dipersiapkan sebagai calon pimpinan KPK. “Masyarakat diharapkan memberikan masukan kepada pansel terkait dengan nama-nama kandidat potensial untuk memimpin KPK,” katanya.

Ia memberikan gambaran situasi yang menunjukkan seleksi calon pimpinan KPK tahun ini diperkirakan menjadi fase pencarian terberat dibanding periode sebelumnya. “Berat tantangannya kalaupun mendapatkan figur-figur terbaik untuk KPK,” katanya.

Emerson Yuntho juga mengaku agak khawatir dengan seleksi yang sedang digelar saat ini karena KPK tengah dikriminalisasi dengan begitu hebat. Belum dukungan lagi politik yang lemah dan pemimpin yang tidak tegas. “Kalau kriminalisasi masih ada, dukungan politik tidak ada situasinya sulit,” katanya.

Faham Tantangan Terdahsyat Sementara itu, Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FH UI) akan mengawal seleksi calon pimpinan KPK yang dilakukan oleh pansel. Menurut Ketua Umum Iluni FH UI Melli Darsa pengawalan itu merupakan bagian dari komitmen dan dukungan mereka pada pemberantasan korupsi. Pansel diharapkan bekerja objektif dan jauh dari segala intervensi kelompok tertentu.

“Kami banyak menaruh harapan pansel dapat melaksanakan tugasnya bebas dari campur tangan siapa pun,” kata Melli.

Pengawalan, kata dia, akan dilakukan mulai dari tahap seleksi calon pimpinan hingga proses uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI.

Menurut dia, mencari calon pimpinan KPK bukan pekerjaan mudah sehingga perlu dukungan dari semua pihak. “Proses yang terkontaminasi kepentingan politik, golongan, atau uang akan menciptakan kemarahan publik,” katanya.

Pansel akan mengumumkan hasil seleksi administrasi pada tanggal 4 Juli. Masyarakat diberi waktu untuk menyampaikan masukan terkait dengan calon pimpinan KPK hingga 3 Agustus 2015. Pembuatan makalah oleh pendaftar dan kompetensi dilakukan pada tanggal 8 Juli dan hasilnya akan diumumkan pada tanggal 15 Juli 2015. Pansel akan melakukan assessment kepada para pendaftar 27-28 Juli 2015.

Pengumuman daftar pendek calon pimpinan KPK akan disampaikan pada tanggal 12 Agustus 2015. Tes kesehatan dilakukan pada tanggal 18 Agustus, sementara wawancara 24–27 Agustus 2015. Pansel akan menyampaikan laporan kepada Presiden RI Joko Widodo pada tanggal 31 Agustus 2015.

Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjajanto berharap pimpinan KPK ke depan setidaknya bisa memahami apa tantangan paling dahsyat untuk KPK. Jika pimpinan ke depan terpilih namun gagap akan tantangan ke depan, dia yakin kandidat terpilih tidak akan pas. “Juga ada milestone yang sudah dicapai KPK periode sebelumnya, mereka yang terpilih harus mampu melewati batas milestone ini,” katanya.

Kejahatan-kejahatan yang bersifat korup dan potensi korup yang menghadang di depan, menurut dia, adalah pemanfaatan sumber daya alam, human trafficking, kasus pajak, pertambangan, pilkada serentak, dan rusaknya parlemen karena oligarki, lalu dana bantuan Rp1 miliar untuk setiap desa. “Dua tahun ke depan situasinya kritis. Kalau tidak membaca situasi ini, sulit mendapatkan chief of KPK yang pas,” katanya.

Mantan anggota Pansel KPK Imam Prasodjo berpendapat bahwa calon pimpinan KPK periode 2015–2019 yang akan direkrut pansel sebaiknya diberikan perlindungan hukum sehingga terhindar dari upaya kriminalisasi.

Perlindungan terhadap pimpinan KPK, kata dia, tentu tidak total. Kalau pimpinan KPK melakukan korupsi dan pelanggaran berat, dia tidak bisa berlindung dengan hak imunitas.

Kendati demikian, pimpinan KPK diharapkan mendapatkan perlindungan hukum atas tindakan pelanggaran hukum ringan yang tidak termasuk aksi kejahatan dan ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara.

“Anda bisa bayangkan, misalnya pimpinan KPK melanggar lalu lintas, kemudian jadi tersangka dan akibatnya fatal, tentu dalam kasus seperti ini dia harusnya mendapatkan perlindungan hukum. Jangan sampai itu terjadi. Kalau sekarang kan tidak ada,” ujarnya.

Peneliti Pusat Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Susanto Ginting meminta pansel untuk meneliti betul calon pimpinan KPK yang berlatar belakang kepolisian dan kejaksaan. “Aspek independensi dan potensi konflik kepentingan harus menjadi pertimbangan serius,” katanya.

Miko mengatakan bahwa belum tentu personel Polri atau jaksa yang nantinya terpilih menjadi pimpinan KPK akan mengalami konflik kepentingan atau “tidak bergigi” terhadap institusi asalnya. Namun, Pansel KPK sejak awal harus menyeleksi sosok yang berpotensi demikian. “Ini sangat relevan,” ujarnya.

Ia juga tidak sependapat dengan anggapan bahwa pimpinan KPK sebaiknya representasi dari berbagai latar belakang, khususnya soal penyidikan dan penuntutan. “Di KPK ada penyelidik, penyidik hingga penuntut yang tak diragukan kompetensinya. Komposisi pimpinan KPK itu hanya cukup diisi satu atau dua orang saja yang menguasai hukum pidana. Sisanya adalah ahli-ahli organisasi dan manajerial, informasi dan teknologi,” katanya.

Harapan Miko dan masyarakat Indonesia, Pansel KPK hendaknya memahami bahwa tidak ada yang namanya logika representasi dalam pimpinan KPK. Seleksi yang dilakukan pansel benar-benar menitikberatkan pada aspek kemampuan personal, seperti aspek integritas, independensi, kepemimpinan, dan kompetensi si bakal calon.

D.Dj. Kliwantoro