japan

Jakarta (Metrobali.com)-

Sebanyak 98 pemuda dari seluruh Indonesia telah kembali ke Tanah Air setelah mengikuti program Japan East Asia Network of Exchange for Students and Youth atau “Jenesys 2.0 Mass Media 11st Batch” di Jepang selama sembilan hari.

Pada program yang berlangsung pada 24 Februari 2015 hingga 3 Maret 2015 tersebut, pemuda-pemudi Indonesia yang merupakan perwakilan dari perguruan-perguruan tinggi dibagi menjadi empat kelompok untuk mengikuti kegiatan di prefektur yang berbeda.

Setelah tiba dan mengikuti orientasi di Tokyo, mereka kemudian berangkat ke Prefektur Nara, Hyogo, Okayama dan Ehime. Selain dari Indonesia, program tersebut juga diikuti oleh pemuda-pemudi Myanmar yang mengikuti kegiatan di Prefektur Nagasaki.

Program Jenesys dicanangkan oleh Perdana Menteri Shinzo Abe dan dilaksanakan oleh Pusat Kerja Sama Internasional Jepang (JICE).

Direktur Divisi Pertukaran Pemuda Asia Kementerian Luar Negeri Jepang Junichi Kawaue mengatakan peserta program tersebut diharapkan bisa membagi pengalamannya selama di Jepang setelah kembali ke negerinya masing-masing.

“Kami meminta para peserta bisa menyebarluaskan pengalamannya di berbagai aspek selama di Jepang kepada keluarga, teman dan masyarakat di negara asalnya,” kata Kawaue saat acara presentasi hasil kunjungan di Jepang oleh para peserta di Tokyo, Senin (2/3).

Selain itu, Kawaue juga berharap para peserta tetap bisa berinteraksi dengan Jepang melalui kuesioner yang akan dikirimkan dua bulan setelah kepulangan, serta mengikuti acara yang diadakan kedutaan besar dan konsulat jenderal Jepang.

Sesuai dengan tema, yaitu media massa, peserta Jenesys 2.0 mengunjungi berbagai media massa yang ada di Jepang. Kelompok yang berkunjung ke Prefektur Nara mengunjungi kantor redaksi koran Yomiuri Shimbun di Osaka.

Begitu pula peserta yang berkunjung ke Prefektur Nara, mereka mengunjungi redaksi koran Kobe Shimbun. Sedangkan peserta yang ditempatkan di Prefektur Okayama mengunjungi Sanyo Shimbun dan peserta yang berkunjung di Prefektur Ehime mengunjungi redaksi Ehime Shimbun serta lembaga penyiaran Nankai Hoso.

Kegiatan “homestay” Untuk lebih mengenal keseharian masyarakat Jepang, para peserta juga mengikuti kegiatan “homestay” selama dua malam pada akhir pekan. Beberapa peserta menyatakan keluarga “homestay sangat terbuka dalam menjelaskan budaya Jepang.

“Saya mendapatkan banyak pengetahuan baru mengenai kehidupan di Jepang dan kebisaan orang Jepang. Mereka sangat ‘welcome’ dengan kedatangan kami dan menjelaskan tentang budaya mereka,” kata Puteri Revian Dini, mahasiswi Universitas Airlangga Surabaya.

Bahasa menjadi salah satu kendala karena tidak semua peserta lancar berbahasa Jepang dan tidak semua keluarga “homestay” bisa berbahasa Inggris.

Namun, para peserta tampaknya menikmati kegiatan “homestay”. Terbukti pada saat diadakan perpisahan dengan keluarga “homestay” beberapa peserta perempuan tak kuasa membendung air matanya.

“Keluarga ‘homestay’ saya sangat hangat dan ramah. Mereka sangat perhatian dan penuh kasih. Kami dapat saling belajar berbagai hal melalui interaksi yang kami lakukan,” kata Oliviana Handayani.

Namun, mahasiswi Binus University Jakarta yang bisa berbahasa Jepang itu menyayangkan waktu yang dialokasikan untuk homestay terlalu singkat.

“Saya berharap waktu yang disediakan untuk homestay dapat diperpanjang,” ujarnya.

Begitu pula dengan Rendy Iskandar Chaniago. Mahasiswa UIN Jakarta itu juga berharap waktu untuk “homestay” lebih lama.

“Sangat seru dan menyenangkan merasakan langsung pola hidup dan keseharian orang Jepang,” katanya.

Vanya Marieta Fasya, mahasiswi Universitas Parahyangan Bandung, cukup beruntung mendapatkan orang tua “homestay” yang lancar berbahasa Inggris. Dia juga senang karena keluarga tersebut memiliki anak-anak yang lucu.

“‘Homestay’ menyenangkan banget. Ibu bapaknya baik dan lancar berbahasa Inggris. Anak-anaknya juga ‘friendly’, dan lucu-lucu. Seandainya bisa ditambah lagi waktu untuk homestay,” tuturnya.

Rangga Gian Tunggawidenda, mahasiswa Sastra Jepang Universitas Nasional Jakarta itu juga merasakan perhatian dan kehangatan keluarga “homestay”. Apalagi, peserta datang di akhir musim dingin dan awal musim semi sehingga suhu udara masih cukup dingin bagi orang Indonesia.

“Mereka merawat dengan baik ketika aku merasa kedinginan. Mereka mengajarkan tata cara kehidupan dan berbagai pengalaman hidup di Jepang,” katanya.

Rencana aksi Sesuai dengan permintaan pemerintah Jepang, sekembali peserta ke Indonesia mereka harus menyebarluaskan pengalamannya selama di Jepang. Di hadapan beberapa pejabat dari Kementerian Luar Negeri Jepang, JICE dan Sekretariat ASEAN, mereka memaparkan rencana aksi mereka.

Hampir seluruh kelompok merencanakan untuk menggunakan media sosial untuk menjalankan rencana aksi mereka. Beberapa tanda pagar seperti #WeAreJenesyst dan #JepangnyaTuhDisini disiapkan sebagai identitas rencana aksi mereka.

Selain itu, sebagian kelompok juga merencanakan untuk membuat blog untuk mengunggah artikel mereka selama periode tertentu. Adhitya Pratama, mahasiswa Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, mengatakan kelompoknya merencanakan pengunggahan artikel selama satu tahun.

“Setiap anggota kelompok wajib membuat artikel mengenai pengalamannya di Jepang. Dua kali dalam sebulan, artikel-artikel itu akan diunggah di blog kami,” katanya.

Rieski Kurniasari Ramli, mahasiswi Universitas Hasanuddin Makasar, mengatakan menyukai program tersebut sehingga dia terpacu untuk menyampaikan pengalamannya kepada keluarga dan teman-temannya.

“Program ini sangat memberikan pengalaman dan pelajaran yang berharga serta tak terlupakan,” ujarnya.

Bagi Rieski, saat paling berkesan saat mengikuti program tersebut adalah ketika mengunjungi tempat-tempat penting di Jepang dan tinggal bersama keluarga “homestay”.

Sebagai anggota dari kelompok B yang mengunjungi Prefektur Nara, Rieski mengunjungi beberapa tempat penting di Kobe seperti Museum Peringatan Gempa Hanshin-Awaji, Kuil Shinto Minatogawa dan pusat budaya populer Sannomiya Center Street.

Kelompok B juga mengunjungi Kwansei Gakuin University dan sempat bertemu dengan klub sumo untuk mengenal dan belajar tentang olahraga gulat asli Jepang tersebut. AN-MB