Oleh : I Gede Sutarya

Borobudur, segera dipersiapkan menjadi pusat Buddha di dunia. Candi ini akan bersaing menjadi pusat pilgrimage dengan candi-candi Buddha lainnya di dunia. Bagaimana dengan Hindu?

 

Hindu memiliki Candi Prambanan dan candi-candi lainnya, yang bisa menjadi pusat Hindu dunia, sehingga bisa menjadi destinasi pilgrimage umat Hindu dari seluruh dunia. Umat Hindu di seluruh dunia berjumlah 1,3 Milyar, jika 10 persen diantaranya adalah orang kaya maka umat Hindu memiliki 130 juta umat kaya, yang bisa melakukan perjalanan ke seluruh dunia. Pasar ini adalah pasar yang besar bagi pariwisata Indonesia. Bagaimana menyiapkan Indonesia sebagai pusat Hindu dunia sehingga menjadi destinasi pilgrimage umat Hindu dunia?

Indonesia memiliki ribuan candi Hindu, salah satunya yang terbesar adalah Candi Prambanan. Candi ini adalah candi yang merupakan monumen yang sudah ditinggalkan. Sebagai monumen yang sudah ditinggalkan, candi ini hanya menarik bagi peminat budaya. Untuk membuat candi ini menjadi destinasi pilgrimage maka candi ini harus dihidupkan. Candi ini bisa dihidupkan apabila ada masyarakat sekitar yang memberikan makna terhadap candi ini. Misalnya digunakan untuk tempat persembahyangan pada hari-hari tertentu atau memiliki cerita-cerita (mitos) yang masih dipercaya masyarakat sekitarnya.

Penelitian-penelitian tentang pilgrimage di seluruh dunia menyatakan, suatu destinasi bisa menjadi destinasi pilgrimage apabila destinasi tersebut diberikan makna keagamaan oleh masyarakat lokal. Candi Prambanan bisa mendapatkan makna dari masyarakat lokal karena masih ada umat Hindu di sekitar candi tersebut. Tetapi pemerintah harus memberikan akses kepada umat Hindu di sekitarnya untuk memberikan makna terhadap candi tersebut. Misalnya melakukan persembahyangan.

Ketika saya berkunjung ke Angkor Wat, Kamboja setahun yang lalu, pemerintah Kamboja tampak hendak menjadikan Angkor sebagai destinasi pilgrimage. Pemerintah Kamboja melakukan ini dengan memberikan kesempatan kepada pendeta Buddha untuk memercikan air suci kepada pengunjung yang bersedia pada lokasi candi yang berisi patung Buddha. Di dekat Angkor Wat juga sedang dibangun Biara Buddha, tempat umat yang melakukan pilgrimage bersembahyang apabila tak nyaman di dalam candi karena dikunjungi banyak wisatawan asing perhari.

Pemerintah Indonesia bisa meniru hal ini, dengan memberikan lokasi pura di dekat Prambanan, sehingga umat Hindu yang melakukan pilgrimage (tirtayatra) bisa melakukan persembahyangan dan memohon air suci di lokasi tersebut. Pendeta Hindu bisa memohon air suci setiap pagi di bangunan utama Candi Prambanan kemudian diletakkan di pura untuk dibagikan kepada umat. Prosesi ini yang dilakukan terus menerus akan memberikan makna bagi Candi Prambanan. Para ahli agama Hindu juga harus mempelajari Candi Prambanan secara seksama sehingga bisa menentukan titik mulai sampai akhir pilgrimage, dengan cerita-cerita dari mitologi Hindu yang tergambar dalam candi tersebut.

Destinasi pilgrimage juga harus didukung sejarah perjalanan maharsi di masa lalu. Sejarah perjalanan Rsi Agastya yang bergerak dari India selatan, Aceh, Sriwijaya sampai ke Jawa Timur bisa menjadi sejarah suci bagi kesucian Candi Prambanan. Rsi Agastya mengakhir perjalanannya di Jawa Timur, dan mendapatkan moksha di Jawa Timur sehingga dibuatkan arca pada salah satu candi di Jawa Timur. Demikian juga, sejarah perjalanan Rsi Markendya dari India Timur menuju Sumatra, Jawa Barat (Sunda) dan kemudian moksha di Bali, bisa menjadi cerita sejarah bahwa Indonesia adalah tempat moksha rsi-rsi Hindu yang agung.

Rsi Agastya dan Rsi Markendya adalah rsi-rsi utama pada masa Hindu kuno. Nama rsi-rsi ini telah disebutkan dalam kisah Ramayana yang disusun kira-kira 400 Tahun SM. Karena itu, setidaknya rsi-rsi ini hidup pada masa sekitar 400 – 200 Tahun SM, yang menjadi permulaan pergerakan orang-orang India ke Nusantara karena berbagai persoalan politik di India. Di Indonesia, umat Hindu kemudian membangun monument-monumen yang besar, yang sudah tentu mendapatkan restu dari guru-guru mereka yang dihormati, yaitu Rsi Agastya dan Rsi Markendya.

Perjalanan Rsi Markendya sampai ke Bali, dengan meninggalkan banyak tempat suci di Bali, seperti Pura Gunung Raung, Pura Payogan, dan Pura Besakih. Pura-pura ini masih kental mendapatkan makna dari masyarakat sekitarnya. Karena itu, pura-pura ini sudah dipersiapkan menjadi destinasi pilgrimage umat Hindu dunia. Tokoh-tokoh yoga yang mengajarkan yoga kepada wisatawan asing seperti Guru Made Sumantra dan I Ketut Arsana telah memperkenalkan tempat-tempat itu sebagai destinasi pilgrimage untuk pengikut-pengikut yoga dunia.

Kalangan peneliti dari Indonesia dan India juga harus bekerjasama untuk menyelusuri sejarah perjalanan orang-orang suci ini, dari India ke Indonesia, sebab India juga memiliki banyak peninggalan tentang jejak-jejak perjalanan ke Nusantara. Salah satu peninggalannya adalah Bali Yatra, yaitu peringatan perjalanan leluhur-leluhur Odisha (India Timur) ke Nusantara. Penelitian-penelitian ini akan memberikan khasanah yang lebih luas bahwa Indonesia juga merupakan pusat Hindu di dunia.

Sejarah, mitos, dan makna masyarakat lokal merupakan hal-hal penting dari usaha-usaha untuk menghidupkan kembali peninggalan-peninggalan Hindu di nusantara, agar bisa menjadi tempat pilgrimage. Setelah itu, tentu adalah fasilitas, akses, dan organisasi-organisasi yang bertanggungjawab dalam pengembangan ini. Kementerian Agama (Dirjen Bimmas Hindu), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa bekerjasama untuk hal ini. Lembaga umat seperti parisada juga harus menyiapkan umat Hindu di Indonesia menjadi tempat singgah bagi umat Hindu dunia. Hal-hal yang harus dipersiapkan parisada adalah kesiapan untuk berinteraksi dengan keragaman pemahaman tentang agama Hindu di dunia.

Tentang Penulis

Dr. I Gede Sutarya, SST.Par.,M.Ag, Dosen Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar