I Made Pria Dharsana

Kesadaran bahwa gerak pembangunan ekonomi bukan cuma dipicu oleh faktor-faktor ekonomi semata sebagaimana pemahaman klasik/neoklasik. Pandangan ini kemudian di koreksi oleh aliran ekonomi kelembagaan yang berpandangan bahwa aktivitas ekonomi bertautan dengan aspek-aspek non-ekonomi, seperti hukum, politik, budaya, dan lain-lain. (Ahmad Erani Yustika, 2009).

Tantangan Pemerintahan Jokowi-Amin dengan Kabinet Baru nya yang menginginkan adanya lompatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang selama lima tahun ini stagnan di kirasan 5,2 persen. Dibutuhkan pembangunan yang focus pada pengembangan sumber daya manusia, penciptaan lapangan kerja, serta pemberdayaan mikro, kecil dan menengah.
Diperlukan terobosan-terobosan dan sinergi antar kementrian agar dapat meningkatkan investasi sehingga dapat meningkatkan peluang kerja, mengurangi defisit perdagangan, mengembangkan industrialisasi yang berorientasi ekspor dan subsitusi impor. (kompas,26/10/2019). Apa yang menjadi keinginan Presiden Jokowi terhadap kinerja kabinet Indonesia Maju tidak lah berlebihan apabila kita dapat membaca hasil atau gambaran yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya 6,82 juta orang di Indonesia yang masih menganggur pada Februari 2019. Oleh karena itu lah kemana arah tujuan pembangunan Indonesia selain kepada kearah maju, sejahtera, adil dan makmur kembali melayang-layang, menagih konstribusi nyata para aktor pembangunan yang dalam hal ini para Menteri yang telah dilantik. Pasca pelantikan Menteri Indonesia Maju, dunia usaha dan pasar sangat merespons positif penunjukan empat menteri petahana. Keyakinan akan tumbuhnya bibit optimisme dalam persoalan ekonomi barangkali bukan sesuatu yang tidak mungkin. Karena terbukti keempat menteri ini cukup memberikan konstribusi positif bagi perkembangan ekonomi Indonesia pada periode kepemimpinan Jokowi sebelumnya. Kedepan tumpuan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak dapat dibebankan kepada kementrian ekonomi karena pengaruh kestabilan politik, sosial dan budaya sangat berpengaruh terhadap gerak langkah pertumbuhan ekonomi, sebagaimana yang disampaikan Ahmad Erani Yustika diatas. Semua faktor tersebut tidak berdiri sendiri , begitu juga pengaruh ekonomi , politik dunia saat ini. Tantangan tersebut mesti dapat dijadikan peluang untuk menguatkan dan menumbuhkan ekonomi didalam negeri. Kemampuan pemformulasikan semua potensi yang dimiliki bangsa ini akan sangat ditentukan oleh keberhasilan kepemimpinan Jokowi-Amin lima tahun kedepan.
Indonesia adalah negara yang memiliki potensi ekonomi yang tinggi; potensi yang mulai diperhatikan dunia internasional. Kondisi pekonomian Indonesia termasuk terbesar di Asia Tenggara dengan memiliki sejumlah karakteristik yang menempatkan negara ini dalam posisi yang bagus untuk mengalami perkembangan ekonomi yang pesat. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir ada dukungan kuat dari pemerintah pusat untuk mengekang ketergantungan Indonesia pada ekspor komoditas (mentah), sekaligus meningkatkan peran industri manufaktur dalam perekonomian. Pembangunan infrastruktur juga merupakan tujuan utama pemerintah, dan yang menyebabkan efek multiplier dalam perekonomian.

Pengaruh Ekonomi Dunia dan Dampaknya bagi Indonesia
Kondisi perekonomian Indonesia sejak awal kepemimpinan Presiden Jokowi dengan para menterinya terdahulu dengan dunia luar sepanjang 2015 – 2019 sering dikutip negara lain sebagai kesuksesan. Dan diproyeksi kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2019 diproyeksikan masih tumbuh positif dan stabil. Dengan melihat berbagai kondisi pada semester I tahun 2019, pertumbuhan ekonomi 2019 diproyeksikan mencapai 5,2 persen, lebih rendah dari target APBN yaitu 5,3 persen.
Proyeksi tersebut masih sejalan dengan proyeksi beberapa lembaga internasional seperti IMF, ADB, dan JP Morgan. Namun, konsensus market, World Bank, dan OECD memperkirakan pertumbuhan lebih rendah, yakni 5,0 – 5,1 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen dapat dicapai dengan syarat pertumbuhan investasi mengalami perbaikan pada semester II. Masih tingginya indeks PMI dan berakhirnya ketidakpastian pasca Pemilu Nasional diharapkan mendorong pertumbuhan investasi di semester II. Peningkatan pertumbuhan juga tergantung dari dorongan di sisi fiskal.
Realisasi belanja yang tinggi, sementara penerima perpajakan cenderung tumbuh melambat, akan mendorong peningkatan defisit fiskal. Sampai sejauh mana defisit fiskal akan dilebarkan akan menjadi faktor kunci seberapa besar dorongan dari konsumsi dan investasi pemerintah. Sementara itu, ekspor akan cenderung stagnan disebabkan oleh kondisi global yang masih penuh ketidakpastian, perlambatan ekonomi mitra dagang utama Indonesia, dan harga komoditas ekspor yang stagnan. Dari sisi lapangan usaha, pencapaian outlook pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen bergantung pada tiga sektor utama yaitu pertanian, pertambangan dan penggalian, serta industri pengolahan. Apabila kinerja ketiga sektor, yang total share-nya terhadap PDB mencapai 40 persen, tidak mengalami perbaikan pada semester II, realisasi pertumbuhan ekonomi 2019 dapat lebih rendah. Di sisi lain, pertumbuhan yang tinggi diproyeksikan terjadi di sektor jasa, di antaranya jasa informasi dan komunikasi, jasa perusahaan, dan jasa kesehatan. Ketiga sektor tersebut diperkirakan mampu tumbuh lebih tinggi di atas pertumbuhan ekonomi nasional dan diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi lapangan usaha.
Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla lima tahun sebelumnya telah menerapkan beberapa reformasi struktural yang bertujuan untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang tetapi menyebabkan rasa sakit jangka pendek. Misalnya, sebagian besar subsidi bahan bakar minyak (BBM) telah berhasil diberhentikan, prestasi yang luar biasa (karena sebelumnya pemotongan subsidi BBM itu selalu menyebabkan kemarahan besar dalam masyarakat) dibantu oleh harga minyak mentah rendah dunia. Selain itu, pemerintah menempatkan prioritas tinggi pada pembangunan infrastruktur (dibuktikan dengan anggaran infrastruktur pemerintah yang meningkat tajam) dan investasi (dibuktikan dengan program-program deregulasi yang dirilis dan insentif fiskal yang ditawarkan kepada para investor). Lantas seperti apa sesungguhnya gambaran perekonomian Indonesia dalam lima tahun ini? Dari data yang dihimpun oleh penulis dari databoks menyebutkan bahwa dalam lima tahun pemerintahan Jokowi periode I (2014-2019), perekonomian Indonesia tumbuh di kisaran 5 persen. Ekonomi nasional bahkan hanya tumbuh 4,79% pada 2015 dampak dipangkasnya subsidi bahan bakar minyak (BBM). Hingga semester pertama 2019, ekonomi tumbuh sebesar 5,05 persen dibanding semester pertama tahun sebelumnya. Angka tersebut lebih rendah dari target APBN 2019 sebesar 5,3 persen maupun dari target RJPM 2015-2019 sebesar 8 persen. Target pertumbuhun yang sangat berat untuk dicapai. Banyak faktor yang mempengaruhi. Pertumbuhan ekonomi tidak dapat hanya mengandalkan konsumesi dalam negeri apalagi dalam kondisi melemahnya daya beli masyarakat.

Tantangan dan Peluang Kabinet Indonesia Maju
Untuk memasuki tahun 2020 hingga 2024, sejauhmana arah kebijakan politik ekonomi pemerintahan Jokowi? Pada 2020, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dan Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,1%. Adapun Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan sedikit lebih rendah dari target, yaitu 5,2%. Pertumbuhan terkecil diproyeksikan oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Cooperation and Development/OECD) hanya sebesar 5%. Sementara pada 2019, ekonomi Indonesia diproyeksikan hanya tumbuh 5% oleh IMF, Bank Dunia, dan OECD. Pertumbuhan tertinggi diproyeksikan oleh ADB yang hanya sebesar 5,1%.
Berdasarkan proyeksi keempat lembaga ekonomi global, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meleset dari target yang telah ditetapkan. Artinya apa, sejumlah lembaga dunia ini memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sulit mencapai target yang ditetapkan pemerintah. Dan penyebabnya, menurut keempat lembaga ekonomi dunia tersebut, masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo saat ini berjalan di tengah ketidakpastian perekonomian global. Sejauhmana tantangan ini dapat diprediksi dan direspon menjadi peluang agar apa yang telah diprediksi tersebut menjadikan perhitungan yang matang untuk dicarikan titik picu , justru menguatkan pondasi pertumbuhan yang lebih baik karena Indonesia telah menyiapkan diri atas melemahnya ekonomi dunia. Prediksi pertumbuhan perekonomian Indonesia tidak dapat mencapai target, baik pada 2019 maupun 2020 mendatang. Hal ini menjadi tantangan tim ekonomi Kabinet Indonesia Maju.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dalam proyeksinya telah menyusun tiga skenario pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2020 -2024. Adapun kunci peningkatan pertumbuhan ini antara lain; peningkatan pendidikan, peningkatan investasi, perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM), dan perbaikan pasar tenaga kerja.
Dalam 5 tahun ke depan, pertumbuhan ekonomi ditekankan oleh Bappenas agar tak hanya bertumpu pada konsumsi rumah tangga. Disebutkan 2020-2024 semua kementerian dan lembaga harus mendorong investasi 7,3% sampai 8%. Untuk mendorong itu, diharapkan semua kementerian, instansi, dan lembaga untuk memangkas regulasi dan mempercepat reformasi birokrasi. Salah satu hambatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah karena inefisiensi regulasi. Sudah lama debirokrasi atau sumbatan atas kelancaran perijinan salah satu disebabkan adanya hambatan oleh birokrasi yang tidak berubah. Adanya anekdot “kalau bisa dipersulit untuk apa dipermudah”. Dalam hal ini mengurus perijinan dipersulit kecuali dengan biaya tambahan dan waktu yang tidak jelas..Tidak adanya tranparansi dan akuntabel. Birokrasi model seperti ini mesti dipangkas, dipotong tanpa pandang bulu. Hambatan dan sumbatan yang memperlemah persaingan investasi Indonesia dengan negara-negara lain betul-betul dilakukan, tidak bisa dibiarkan terus menerus. Sebesar apapun promosi pemerintah untuk menarik investor masuk ke Indonesia tidak akan berhasil apabila peraturan perundangan yang ada dan birokrasi yang ada tidak dapat menjamin kepastian hukum bagi modal yang mereka tanam. Hal ini dapat dilihat dari peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia masih stagnan , masih jalan di tempat. Terbukti, RI masih menduduki posisi ke-73 dari 190 negara dalam daftar easy of doing businnes (EoDB) 2020 yang dirilis Bank Dunia (jawa pos, 26/10/2019).

Ekonom Senior Indef Enny Sri Hartati menilai tantangan sektor ekonomi akan makin sulit ke depannya, karena masih ada pekerjaan rumah yang belum selesai pada masa pemerintahan pertama Jokowi. “Tantangannya multidimensional, tidak hanya eksternal tapi juga ada banyak pekerjaan rumah yang seharusnya diselesaikan 5 tahun kemarin tapi justru malah bertambah, bukannya makin berkurang. Sehingga, ketika dihadapkan dengan kondisi eksternal yang makin kompleks, bebannya jadi dobel,” demikian disampaikan Enny Sri Hartati dalam diskusi VISI bertajuk “Mencermati Kabinet Jokowi Jilid II” di Cikini, Jakarta, (bisnis.com,22/10/2019). Peneliti dan ekonom Indef ini juga menilai pada periode pertama, Jokowi dipandang lebih banyak menekankan pengembangan SDM lewat program pendidikan vokasional. Kendati tidak salah, strategi ini dinilai hanya mampu menjadi solusi untuk jangka pendek. “Program vokasi ini hanya shortcut untuk masalah jangka pendek saat itu, yakni demi memenuhi permintaan investor. Untuk jangka panjang, pengembangan SDM berkualitas tidak lewat pendidikan keterampilan, tapi harus disiapkan dari sisi budaya dan pendidikan supaya SDM bisa berkarakter unggul, sehat secara fisik dan rohani. Harus disadari, angka stunting masih cukup tinggi,” terang Enny. Selain itu, , pekerjaan rumah lainnya terkait kepastian hukum. Dalam berbagai macam survei dan rating yang dirilis lembaga internasional, seperti indeks daya saing global, komponen pertama adalah menyangkut kepastian hukum. Ini berkaitan dengan berbagai macam regulasi serta transparansi dalam penegakan hukum, efektivitas kinerja kelembagaan, serta praktik penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik,” tambahnya. Dalam sejumlah kesempatan Jokowi menekankan bahwa komitmennya ke depan adalah berfokus pada pencegahan korupsi. Untuk itu penulis menilai bahwa usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar dibentuk Kementerian Pengawasan dan Pengendalian sebagai upaya pencegahan korupsi dirasa tepat. Namun belum nampak adanya respon dari pemerintah untuk membentuk kementrian atau pun tim yang dibutuhkan tersebut. Begitu pula Regulasi peraturan perundang-undangan harus dibenahai agar tidak terjadi tumpang tindih serta dalam penerapan hukum harus memberikan kepastian hukum sehingga dapat meyakinkan investor. Jika mau meningkatkan daya saing investasi hal ini lahn yang harus dibenahi dengan baik. Respon akan adanya peraturan yang membelit kelancaran investasi ini , menjadi harapan kita semua dengan adanya keinginan Presiden Jokowi mengusulkan pembentukan UU Omnibus Law. UU yang meniadakan puluhan UU yang sudah ada yang menghambat investasi atau penanaman modal .
Begitu pula dengan adanya kelemahan pengawasan atas pelaksanaan atau tata kelola pemerintahan, Agus Rahardjo dalam satu kesempatan pada acara media gathering di Kabupaten Sukabumi, Jumat (25/10/2019) lalu mengatakan bahwa pembentukan kementerian itu diperlukan guna menggantikan peran inspektorat dan BPKP yang dinilai masih lemah. Adapun Kementerian Pengawasan dan Pengendian nantinya bertanggung jawab langsung pada presiden. Dengan demikian, adanya pembentukan kementerian itu dinilai akan memperkuat pengawasan internal lantaran akan termonitor. Ketua KPK ini juga mengatakan bahwa hal itu akan menyelaraskan janji Jokowi untuk membuat sistem pelayanan secara elektronik guna mewujudkan transparansi. Terlebih seperti janji Jokowi terkait penerapan e-planning dan e-budgeting.
Ketua KPK itu menilai Indonesia sudah tertinggal dari negara-negara lain yang sudah menerapkan sistem e-budgeting dan e-planning. Dan negara lain telah detail perihal anggaran yang juga menerapkan sistem e-budgeting dan e-planning. “Kita belum sampai ke sana,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo. Namun apapun yang akan dijalankan pemerintah lima tahun kedepan harus mencerminkan tranparansi dan akuntabel dengan atau tanpa pengawas. Tapi apa mungkin? Karena adanya pengawas saja korupsi tetap melenggang, dan malah senyum-senyum saat ditangkap KPK.
Perencanaan dan pelaksanaan Pembangunan sebagus apapun tidak akan mencapai hasil yang maksimal , dan malah akan roboh apabila sendi-sendi bangun bangsa di gerogoti oleh KORUPSI .

PDC,wrepati,311019

Penulis : I Made Pria Dharsana