Foto : Karya Agung Mamungkah, Tawur Labuh Gentuh, Pedanan lan Ngenteg Linggih di Pura Puseh-Bale Agung Desa Pakraman Kusamba yang puncaknya dilaksanakan Rabu (4/4/2018).

 

Puncak “Karya” Pura Puseh-Bale Agung Kusamba Di-“puput” Enam Sulinggih

Klungkung (Metrobali.com)-

Karya Agung Mamungkah, Tawur Labuh Gentuh, Pedanan lan Ngenteg Linggih di Pura Puseh-Bale Agung Desa Pakraman Kusamba yang puncaknya dilaksanakan Rabu (4/4/2018) disambut antusias krama. Ribuan krama memadati areal pura, bahkan sampai meluber ke nista mandala pura. Sepanjang rangkaian karya yang dimulai pertengahan Januari lalu, partisipasi krama mensukseskan karya yang digelar 25 tahun sekali itu juga tinggi.

“Dukungan dan partisipasi krama sungguh luar biasa, mengharukan dan membanggakan dan menjadi landasan penting bagi suksesnya karya ini,” kata Ketua Panitia Karya, I Nengah Sumarnaya.

Bendesa Desa Pakraman Kusamba, Anak Agung Raka Swastika mengungkapkan pelaksanaan Karya Agung Mamungkah Pura Puseh-Bale Agung Desa Pakraman Kusamba ini mendapat dukungan luar biasa dari krama desa, baik krama lanang, krama istri, krama daha-teruna yang tergabung dalam sekaa teruna, Pemkab Klungkung, Pemprov Bali serta berbagai pihak terkait. Dukungan krama berupa urunan, ayah-ayahan dan punia. Punia juga datang dari pemerintah dan pihak terkait lain, di antaranya punia Rp 5,7 juta dari Pjs. Bupati Klungkung melalui Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kabag Kesra) Setkab Klungkung serta punia Rp 10 juta dari Gubernur Bali melalui Kepala Biro Kesra Setprov Bali. Dalam kaitan wewalen, panitia juga mendapat dukungan dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.

“Karena itu, kami mengapresiasi dan menyampaikan terima kasih yang tulus atas besarnya dukungan krama dan berbagai pihak terkait dalam mensukseskan karya,” kata Raka Swastika.

Karya Mamungkah di Pura Puseh-Bale Agung Desa Pakraman Kusamba mengambil tingkatan utama. Puncak karya bertepatan dengan pujawali pada Buda Wage Ukir, Rabu (4/4) di-puput enam sulinggih. Puncak karya juga diiringi dengan upacara pawintenan 12 krama.

Dari enam sulinggih yang muput, tiga orang muput di ayun, yakni yaitu Ida Pedanda Gde Putra Tembau dari Gria Aan, Klungkung yang juga yajamana karya, Ida Pedanda Gde Telaga Putra Keniten dari Gria Tubuh Ersania Dawan Kaler, Ida Pedanda Gde Purwa Gautama dari Gria Wanasari; dua sulinggih muput di bale paselang, yakni Ida Pedanda Gde Karang Putra Keniten dari Gria Satria Kanginan dan Ida Pedanda Ketut Jelantik Sogata dari Gria Wanasari; seorang sulinggih muput di Bale Agung, yakni Ida Pedanda Gde Putra Kediri dari Gria Dawan Kaler.

Upacara dimulai dengan ritual pangebek dan penganteg. Setelah itu, Ida Batara tedun ka paselang. Krama yang mawinten turut mundut Ida Batara matiti mamah. Di paselang juga dilangsungkan prosesi majejiwan oleh Ida Pedanda Gde Putra Tembau berupa pembacaan teks suci tentang penciptaan dunia.

Usai upacara di bale paselang, prosesi dilanjutkan dengan mapedanan. Saat itu, Ida Batara tedun ke bale pedanandan menyaksikan prosesi mapedanan. Prosesi ini ditandai dengan menebarkan uang yang didapat dalam prosesi Ida Batara mamasar dan berbagai benda perlengkapan dapur dan rumah tangga kepada krama. Ini sebagai simbol Ida Batara sueca memberikan anugerah kepada krama.

Setelah upacara mapedanan berakhir, prosesi dilanjutkan dengan mendem Ratu Bagus di mandala utama Pura Puseh. Ritual ini menandai berakhirnya rangkaian upacara puncak karya.

Setelah berakhirnya puncak karya, berikutnya akan dilanjutkan dengan ngaturang panganyar mulai 5 April 2018 hingga 14 April 2018. Ida Batara masineb pada 15 April 2018. Seluruh rangkaian upacara karya akan diakhiri dengan upacara matirtha yatra atau maajar-ajar ke Pura Goa Lawah pada 18 April 2018.

Editor : Whraspati Radha