Denpasar (Metrobali.com)-

Dua megaproyek yang dibangun bersamaan dalam kurun waktu setahun terakhir untuk mendukung kelancaran dan menyukseskan pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (KTT APEC) di Bali 1-8 Oktober 2013 segera berfungsi.

Kedua megaproyek itu terdiri atas perluasan Bandara Ngurah Rai dan pembangunan jalan tol di atas perairan (JDP) digarap dengan total dana sebesar Rp5,4 triliun.

Dana yang sangat besar itu terdiri atas perluasan Bandara Ngurah Rai Rp3 triliun dan JDP Rp2,4 triliun yang dikerjakan selama setahun terakhir dengan harapan mampu memberikan berbagai kemudahan, meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Pulau Dewata.

“Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan akan meresmikan kedua megaproyek itu pada hari Kamis, 12 September 2013,” tutur Presiden Direktur PT Angkasa Pura I Tommy Soetomo.

Kepala Negara di Bandara Internasional Ngurah Rai akan meresmikan pengopersioan terminal baru dengan kapasitas yang sangat besar digarap sejak Mei 2011 melibatkan lebih dari empat ribu pekerja dengan dana mencapai Rp3 triliun.

Dengan demikian satu-satunya pintu masuk Bali melalui udara itu akan mampu melayani 25 juta penumpang yang datang maupun berangkat untuk tujuan dalam dan luar negeri setiap tahunnya.

Hal itu berarti meningkat hampir dua kali lipat dari pelayanan yang ada sekarang 14 juta penumpang per tahun dari kapasitas yang sebenarnya hanya tujuh juta penumpang.

Kondisi demikian berkat pertumbuhan penumpang lewat penerbangan udara sangat pesat, selama 2012 meningkat 15,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Megaproyek karya anak bangsa tersebut berdiri di atas lahan seluas 285 hektare, dilengkapi fasilitas berupa terminal dengan ukuran megah dan besar. Fasilitas tersebut dilengkapi pula dengan sistem teknologi canggih. Salah satunya “baggage handling system” yang menggunakan teknologi “Hold Baggage Screening (HBS).

Dengan sistem tersebut menurut Tommy Soetomo barang bagasi penumpang digerakkan secara elektronis dan mekanis dari “check in” hingga mendekati pesawat terbang.

Dengan teknologi maju itu menjadikan minim kontak fisik dari petugas, bahkan jauh lebih akurat, cepat, efektif, dan efisien. Selain itu berbagai fasilitas Bandara juga mengalami penyempurnaan.

“check in counter” misalnya dari dari 62 unit bertambah menjadi 64 unit dan garbarata dari 16 unit menjadi 24 unit.

Ciri Khas Tommy Soetomo menjelaskan, bangunan fisik Bandara Ngurah Rai yang megah dan luas itu dilengkapi dengan ornamen arsitektur tradisional Bali sehingga mampu mencerminkan kekhasan seni budaya Bali sekaligus membedakan dengan bandara internasional di kota-kota besar lainnya di Indonesia maupun mancanegara.

Untuk kesuksesan itu bersama Pemerintah Provinsi Bali dan instansi terkait lainnya telah membentuk komite rancang bangun (disain) sebelum memulai pembangunan fisik bandara Ngurah Rai.

Komite tersebut juga diperkuat para akademisi Universitas Udayana, unsur praktisi, tim ahli bangunan gedung tradisional Bali, beserta pemuka adat di desa-desa sekitar bandara.

Bangunan utama memiliki atap seperti gelombang lautan, sengaja dipilih karena sangat memungkinkan mengakomodasi bentangan yang sangat lebar sekaligus penerapan konsep “eco airport” memaksimalkan pencahayaan alami.

Demikian pula gedung parkir dibuat bertingkat bentuk limas menyerupai hamparan persawahan terasering di Kawasan Jatiluwih, Kabupaten Tabanan yang telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia.

Tempat parkir bangunan berlantai lima itu seluruhnya seluas 39.000 meter persegi akan mampu menampung jumlah kendaraan dan sepeda motor dua kali lebih banyak dari sebelumnya.

Kekhasan Bandara Ngurah Rai dibanding bandara lainnya di Tanah Air terlihat dari khasanah budaya lokal pada bangunan arsitektur Candi Bentar pintu masuk dan keluar Bandara dilengkapi dengan Gayor dan Bale Kulkul.

Sedangkan pada patung pahlawan nasional I Gusti Ngurah Rai yang gugur dalam mempertahankan Kemerdekaan RI pada Perang Puputan Margarana di Kabupaten Tabanan 20 Nopember 1946 yang telah menjadi “landmark” Bali juga direlokasikan ke dalam lingkungan bandara untuk menjaga kenyamanan alur lalu lintas menuju bandara.

“Tantangan terbesar dalam pengembangan bandara Ngurah Rai pada proses pelaksanaan yang berada di tengah operasi bandara. Karena operasi bandara harus tetap berjalan dengan standar aturan ketat mengenai keamanan dan kenyamanan penumpang,” ujar Tommy Soetomo.

Atasi Kemacetan Wacana pembangunan jalan layang di Bali bergulir sejak belasan tahun yang silam silam, kini akhirnya dapat terealisasi yang akan diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersamaan dengan peresmian Bandara Ngurah Rai, 12 September mendatang.

Pembangunan jalan tol di atas perairan (JDP) yang melewati kawasan hutan bakau menghubungkan Bandara Ngurah Rai-Benoa-Nusa Dua di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung itu dengan total panjang 12,7 kilometer dibangun dengan dana Rp2,4 triliun.

Pembangunan JDP dengan rancang bangun (disain) mengkolaborasikan unsur modern dengan arsitektur tradisional Bali itu menyatu dengan alam lingkungan, sehingga kehadirannya tidak merusak kelestarian lingkungan, khususnya hutan bakau yang dilewati.

“JDP yang melewati perairan laut sekitar Pelabuhan Benoa dan hutan bakau justru kehadirannya bisa menjadi objek wisata untuk menambah daya tarik Pulau Dewata,” tutur Direktur Utama Jasa Marga Bali Tol Ir Akhmad Tito Karim, MM.

Proses penggarapan JDP satu-satunya di Bali dapat dirampungkan dalam waktu kurang dari satu tahun berkat dukungan dan peran serta semua pihak. Fasilitas salah satu untuk mendukung kelancaran pelaksanaan KTT APEC disamping perluasan bandara Ngurah Rai.

Kehadiran JDP selain mampu mengatasi kemacetan lalu lintas di Bali selatan sekaligus akan menjadi destinasi pariwisata yang mempesona masyarakat dunia.

Anggota Komisi III DPRD Ida Bagus Putu Parta mengharapkan pekerja proyek JDP segera membersihkan limbah bekas proyeknya, di antaranya timbunan batu kapur di kawasan hutan bakau.

Bekas batu kapur yang dijadikan jalan untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan proyek JDP harus segera dibersihkan dan lokasi itu dikembalikan sesuai habitat ekosistem semula.

Adanya penataan kembali di kawasan hutan bakau yang menjadi “paru-paru” kota Denpasar di sekitar JDP itu tentu akan menjadi daya tarik wisatawan, termasuk lingkungan hidup yang lebih baik.

Untuk itu semua pihak lebih peduli terhadap lingkungan di sekitar jalan tol dan pihak pengelola proyek dapat melakukan penanaman kembali pohon bakau yang selama ini terkena pembangunan proyek JDP.

Kawasan hutan bakau yang dilewati JDP itu dikenal dengan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Bali selatan pada hamparan lahan seluas 1.373 hektare yang ditumbuhi aneka jenis pepohonan yang tumbuh subur.

Kawasan menghijau sepanjang jalan arteri Sanur-Nusa Dua itu adalah proyek percontohan hutan bakau, kerja sama antara Kementerian Kehutanan dengan “Japan International Cooperation Agency-JICA”.

Pengembangan kawasan mangrove tersebut dinilai cukup berhasil, karena pepohonan yang menghijau selain menjadi “paru-paru” kota Denpasar juga mampu menangkal abrasi pantai.

Sepanjang pantai yang ditumbuhi pohon bakau yang lestari, kini kondisinya tetap utuh, berbeda dengan sejumlah pantai lainnya di Bali yang terus terkikis akibat terjangan ombak yang dahsyat.

“Walau mungkin luasan tahura itu berkurang ketika dibangun JDP itu merupakan resiko lingkungan sebuah pembangunan yang berdampak menguntungkan bagi masyarakat,” ucap Ida Bagus Putu Parta yang juga wakil Ketua Fraksi Demokrat DPRD Bali. AN-MB