Mati, Bantuan Kucit di Manistutu Diduga Bermasalah

Balinetizen.com, Jembrana

Bantuan kucit (anak babi) di Desa Manistutu, Kecamatan Melaya diduga bermasalah. Pasalnya beberapa ekornya mendadak mati tanpa sebab. Warga menduga kucit yang diterima belum layak dipelihara atau belum lepas menyusu dari iduknya.

Akan kondisi ini warga mempertanyakanya. Bahkan salah seorang warga dengan akun Benny Permana sempat mengunggahnya ke media sosial facebook (fb) lengkap dengan poto kucit mati.

Dalam akunya, Benny Permana menyesalkan kejadian tersebut. Bibit babi yang diterima bansos dengan anggaran dari APBDes. Namun bantuan bibit ternak yang diterima tidak sesuai dengan harapan sehingga anggaran yang digelontorkan sia-sia.

Ia juga mempertanyakan apakah pantas bibit ternak itu dengan anggaran lumayan gede atau ada oknum aparat desa yang usil yang menyunat anggaran sehingga warga mendapatkan bibit ternak yang rijek. Belakangan unggahan tersebut dihapus setelah banyak mendapat tanggapan dari para netizen.

Dari informasi ada delapan kelompok ternak yang menerima bantuan bibit ternak tersebut. Bantuan tersebut menggunakan anggaran APBDes 2019 sebesar Rp.112 juta.

Masing-masing kelompok mendapatkan 20 ekor bibit babi dengan harga perekor Rp.800 ribu. Bantuan dengan sistim swakelola ini dilaksanakan oleh PPK (Petugas Pelaksana Kegiatan) desa dengan potongan 11,5 persen.

Pembagian bibit babi jenis lendris dilakukan tanggal 26 November 2019. Namun baru beberapa hari dipelihara sudah ada tang mati. Warga menduga matinya sejumlah bibit babi karena bibit babi yang diterima masih menyusu pada induknya. Harganya pun kisaran Rp.400 ribu hingga Rp.500 ribu perekornya karena kecil-kecil.

Terkait masalah tersebut, mantan PJ Perbekel Manistutu, I Gede Arya Widiarta didampingi Sekdes Manistutu, Wayan Pasek dan Perbekel Manistutu yang baru dilantik, Komang Budiana serta Ketua BPD desa setempat, Selasa (10/12), membenarkan adanya bantuan bibit babi untuk delapan kelompok ternak.

Bantuan tersebut menurutnya menggunakan anggaran desa tahun 2019 saat dirinya masih menjabat PJ Perbekel Desa Manistutu. “Total anggaran Rp.112 juta dan dipotong pajak sebesar 11,5 persen” terang Arya Widiantara.

Kegiatan tersebut menurutnya merupakan kegiatan swakelola, namun sebagai pelaksana kegiatan adalah PPK desa. Lantaran PPK ada kegiatan keluar kota saat itu, maka pembelian bibit diserahkan kepada rekanan yang juga warga desa Manistutu.

“Untuk mencari dan membeli bibit babi kita menyerahkan kepada seseorang. Kebetulan yang kita tunjuk adalah warga Manistutu yang banyak tahu dimana seharusnya beli bibit babi” ujarnya.

Sebelum dibagikan kepada kelompok ternak lanjutnya, kesehatan bibit babi diperiksa oleh pihak kesehatan hewan dan seluruhnya dinyatakan layak untuk dipelihara.

Bibit-bibit babi itu diberikan kepada delapan kelompok ternak, dimana perkelompok mendapatkan 20 ekor. Namun dalam pemeliharaannya diserahkan kepada masing-masing anggota kelompok, bukan dipelihara secara koloni dalam satu kandang.

Diakuinya dalam perjalanan waktu ada yang mati. Namun tidak mencapai puluhan, hanya empat ekor bibit babi saja. Penyebab kematiannya juga sudah diperiksa oleh pihak Kesehatan Hewan, yakni karena diare dan dihidrasi akibat suhu panas berlebihan, bukan karena bibit yang tidak layak dipelihara.

Menurutnya ada beberapa ketentuan yang semestinya dipenuhi diantaranya sudah lepas menyusu dari induknya dan minimal memiliki berat 10 Kg. “Ketika bibit babi datang kami tidak sempat menimbang. Acuan waktu itu sudah Sepih atau bibit babi sudah lepas menyusu dari induknya. Kami akui itu ketelodoran kami karena tidak sempat menimbang” ungkapnya.

Namun ia menegaskan bahwa semua bibit babi yang datang sudah dinyatakan layak untuk dipelihara. Dan yang mati itu disebabkan diare dan dihidrasi akibat kepanasan karena kandang babinya tidak beratap. (Komang Tole)