Johan Budi

Jakarta (Metrobali.com)-

Komisi Pemberantasan Korupsi tidak menghadiri sidang praperadilan yang diajukan oleh calon Kapolri Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan karena materi gugatan berubah.

“KPK hari ini tidak bisa hadir karena ternyata materi gugatan praperadilan dari pihak penggugat berubah (bertambah) dan itu baru sampai ke KPK, Kamis (29/1) malam,” kata Deputi Pencegahan KPK Johan Budi melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Senin (2/2).

Hari ini sidang praperadilan Budi Gunawan ditunda karena hingga sidang dibuka pada pukul 12.20 WIB pihak termohon yaitu KPK tidak hadir.

“Sebenarnya hari Senin, 26 Januari 2015 tim biro hukum KPK sudah hadir, namun ternyata gugatan dicabut dan ternyata Kamis malam KPK baru menerima perubahan gugatan tersabut,” tambah Johan.

Ketidakhadiran KPK tersebut menurut Johan merupakan hal yang normal.

“Jadi hari ini belum bisa hadir karena harus menyiapkan bahan jawaban gugatan itu. Ini normal normal saja dalam sidang praperadilan,” ungkap Johan.

Sidang akhirnya akan dilanjutkan pada Senin, 9 Februari 2015 pada pukul 09.00 WIB di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Dalam sidang berikutnya, KPK siap hadir,” tegas Johan.

Budi Gunawan mengajukan praperadilan karena tidak menyetujui penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.

Wakil Ketua KPK Zulkarnain pernah menyatakan bahwa pengajuan praperadilan Budi Gunawan salah alamat.

“Praperadilan sesungguhnya sesuai hukum acara, penetapan orang menjadi tersangka di penyidikan itu bukan domain praperadilan. Praperadilan itu untuk salah tangkap atau salah tahan. Kalau proses penyidikan itu kan di proses hukum, lantas kepada tersangka diberikan hak untuk didampingi penasihat hukum kalau misalnya di dalam penyidikan ada salah tangkap, salah tahan itulah praperadilan namanya,” ungkap Zulkarnain.

KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.

Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. AN-MB