Foto: A.A Bagus Ngurah Agung Surya Putra, S.H.,LL.M.,(kiri) selaku Ketua Panitia “Pendidikan & Pelatihan Sertifikasi Mediator Angkatan ke-25” bersama Ketua Yayasan Tarumanegara Dr. Gunadi, S.H.,M.H. (kanan).

Denpasar (Metrobali.com)-

Adanya mediator atau juru damai di tengah-tengah masyarakat yang tidak lepas dari adanya permasalahan, konflik atau sengketa sangat dibutuhkan untuk memfasilitasi tercapainya penyelesaian yang mengutamakan perdamaian.

Di tengah kultur masyarakat Bali yang juga mengedepankan toleransi, cinta damai dan hidup harmonis sebagai implementasi ajaran filosofi Tri Hita Karana, peran mediator atau juru damai ini menjadi semakin vital.

Karenanya, “Pendidikan & Pelatihan Sertifikasi Mediator Angkatan ke-25” yang sukses digelar Pusat Studi Undiknas bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara (FH Untar) selama empat hari penuh (40 jam), Rabu hingga Sabtu, 4-7 Maret 2020 di Ruang Smart Solution Undiknas Denpasar dipandang sebagai langkah yang strategis.

Hal ini untuk membekali para calon juru damai di Bali dengan pengetahuan, hard skill dan soft skill menyangkut teknik dan strategi melakukan mediasi secara terstruktur, sistematis dengan mengedepankan netralitas agar tercapainya perdamaian diantara para pihak yang bersengketa atau berkonflik.

“Saya terkesan dan mengapresiasi animo besar para peserta diklat sertifikasi mediator ini,” kata Ketua Yayasan Tarumanegara Dr. Gunadi, S.H.,M.H.

Menurut Gunadi yang juga hadir sebagai salah satu narasumber dan trainer, antusiasme para peserta ini menunjukkan bahwa mediasi menjadi suatu metode yang diminati dalam menyelesaikan sengketa, yang sebenarnya alternatif penyelesaian sengketa paling bagus.

Dimana dalam mediasi kedua pihak yang bersengketa atau berkonflik ikut serta aktif dalam perundingan untuk mencari solusi dan mencapai kesepakatan perdamaian atas konflik atau sengketa yang sebelumnya terjadi dengan difasilitasi seorang mediator atau juru damai.

Berbeda dengan penyelesaian sengketa di pengadilan, dimana masing-masing ingin ada posisi menang. Dalam mediasi mehasilkan keputusan atas hasil perundingan dan kesepakatan dimana keputusan akhir bersifat win-win solution (solusi yang bisa memuaskan semua pihak).

Gunadi menekankan proses diklat sertifikasi mediator ini bukan sekadar formalitas tapi mempunyai tujuan yang lebih mulia. Yakni di Bali mediasi bisa menjadi salah satu APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) yang efektif.

“Saya sangat merasakan masyarkat Bali masih kental dengan nilai-nilai kekeluargaan. Jadi kami harapkan sebanyak-banyaknya sengketa bisa diselesaikan dengan mediasi. Karena kasus di pengadilan terlalu banyak,” harapnya.

Ketua Panitia A.A Bagus Ngurah Agung Surya Putra, S.H.,LL.M., mengatakan diklat sertifikasi mediator ini diharapkan melahirkan mediator atau juru damai kompeten dan profesional di Bali.

Diharapkan skill mediasi yang dimiliki para peserta dapat dipraktikkan untuk membantu pihak-pihak yang menghadapi sengketa atau konflik demi mewujudkan perdamaian di masyarakat.

“Harapannya para peserta lulus jadi mediator profesional dan jadi garda perdamaian bagi pihak yang berkonflik,” kata Agung Surya Putra, akademisi yang juga Dosen Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial (FHIS) Undiknas.

Lahirnya para mediator atau juru damai kompeten dan profesional serta memegah teguh kode etik profesi mediator dengan mendamaikan para pihak yang bersengketa juga diharapkan mengurangi penumpukan perkara di meja hijau atau pengadilan.

“Kalau masalah, sengketa sampai meja hijau, prosesnya panjang, lama, biaya tinggi. Tapi kalau mediasi bisa sediakan solusi jalur tengah yang menguntungkan bagi para pihak dengan adanya win win solution,” imbuh lulusan Advance LLM (Master of Law) in Air and Space di Universiteit Leiden, Belanda ini.

Diklat sertifikasi mediator ini memang sangat disambut antusias peserta berbagai latar belakang. Bukan hanya dari praktisi hukum (seperti advokat) tapi dari profesi dan latar belakang lain seperti dokter, pegawai rumah sakit, pengawai bank, dosen, HRD (Human Resource Departemen) perusahaan, mahasiswa dan lainnya.

Kesuksesan kegiatan ini tidak terlepas dari sinergi dan kolaborasi yang apik antara Pusat Studi Undiknas dengan FH Untar, Panitia, sambutan antusias peserta dan dukungan stakeholder lainnya seperti dari Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

“Ini kerjasama kolaborasi sinergi untuk energi antara Pusat Studi Undiknas dan FH Untar lahirkan juru damai yang kompeten,” kata Ketua Pusat Studi Undiknas Dr. A.A.A. Ngurah Tini Rusmini Gorda, S.H., M.M., M.H., Sabtu (7/3/2020) usai penutupan acara.

Diklat sertifikasi mediator ini sebagai salah satu bentuk terobosan Pusat Studi Undiknas untuk tujuan mulia. “Yakni memotong mata rantai agar semua permasalahan hukum maupun non hukum di masyarakat dapat terselesaikan dengan misi damai,” imbuh Tini Gorda yang juga Direktur Eksekutif GTS (Good-Trustworthy-Smart) Institute Bali ini.

Praktik mediasi mempunyai berbagai payung hukum. Seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase an Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Dimana disebutkan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Secara khusus praktik mediasi juga diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung  Republik Indonesia  Nomor 1 Tahun 2016  Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Di dalam Perma 1/2016 ini disebutkan bahwa mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.

Yang dimaksud Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

Sementara Sertifikat Mediator adalah dokumen yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti dan lulus pelatihan sertifikasi Mediasi.

Tujuan akhir dari media adalah terwujudnya Kesepakatan Perdamaian yang merupakan kesepakatan hasil Mediasi dalam bentuk dokumen yang memuat ketentuan penyelesaian sengketa yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator.

Kesepakatan Perdamaian ini kemudian dibuatkan Akta Perdamaian yang merupakan akta yang memuat isi naskah perdamaian dan putusan Hakim yang menguatkan Kesepakatan Perdamaian. (dan)