MASALAH  yang dihadapi Bali dalam bidang lingkungan hidup saat ini dan di masa yang akan datang sangat berat dan sulit dicarikan solusinya. Oleh karena itu, Pemprov Bali berupaya memprogramkan paling tidak dua puluh tujuh upaya untuk mengatasi permasalahan lingkungan tersebut. Ke-27 upaya yang diprogramkan melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Bali tersebut diharapkan mampu  mengatasi lima problema lingkungan serius yang kini mendera Bali yakni masalah sampah, lahan kritis, abrasi pantai, pencemaran air dan kerusakan terumbu karang.

Pertama, upaya penanganan permasalahan sampah yang dilaporkan volumenya kini mencapai 5.806 m kubik per hari. Upaya untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan Pengembangan Desa Sadar Lingkungan/DSL (untuk Tahun 2010 telah terbentuk 10 DSL), Gerakan bersih sampah plastik; Pengembangan dan penyaluran kompos; dan Gerakan 3 R (reuse/pemakaian kembali, reduce/pengurangan, dan recycle/daur ulang). Upaya lainnya adalah Pengelolaan lingkungan kawasan suci (Pura); Mengembangkan Bapak Angkat; dan Pemberian penghargaan Sad Kertih. Termasuk dalam program ini adalah program Bali Clean and Green yang pada Januari tahun 2011 lalu telah disosialisasikan ke kabupaten/kota se-Bali.

Dari 5.806 meter kubik volume sampah yang dihasilkan masyarakat dalam sehari, sebagian (40%) diantaranya disinyalir berupa sampah plastik yang terdiri dari tas kresek, kantong plastik, pembungkus makanan ringan, botol minuman, botol air mineral dan sejenisnya. Untuk itu, pengelolaan sampah saat ini tidak lagi dapat dilakukan dengan cara lama – membuang sampah begitu saja di tempat pembuangan sampah – melainkan perlu dilakukan penyadaran masyarakat agar sejak awal melakukan pemilahan antara sampah bukan organik dengan sampah organik. Agar upaya pemilahan sampah ini berhasil, perlu adanya upaya untuk menguatkan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada untuk mengajak segenap anggotanya mengubah perilaku dalam penanganan sampah. Program Desa Sadar Lingkungan (DSL) diharapkan menjadi pelopor dalam kaitan ini.

Kedua, permasalahan lahan kritis. BLH Bali mencatat seluas 51.107,26 hektar lahan di Bali masuk katagori lahan kritis. Upaya yang ditempuh adalah reboisasi Gerakan Rehabilitasi Lahan (Gerhan) berupa penanaman 250.995 Btg pohon penghijauan; pengendalian kebakaran dan pencurian kayu hutan; dan gerakan penghijauan di atas lahan seluas 26.700 Ha.

Ketiga, permalasahan abrasi pantai.  Dari 437,7 km keseluruhan pantai Bali, sebanyak 184 km terindikasi mengalami abrasi. Dari 184 km terindikasi abrasi itu, sepanjang 67,1 km (data tahun 2010) dipastikan masuk katagori abrasi serius. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah penataan pantai/penanganan abrasi sepanjang 40 km; pelestarian dan penanaman hutan mangrove; dan penertiban sempadan pantai. Kegiatan penanganan abrasi ini sebagian besar menggunakan dana APBN.

Keempat, indikasi pencemaran air (BOD, COD, Phosphat, Nitrat, Deterjen & Total Coliform) dan penurunan debit air. Kepala UPT Laboratorium Lingkungan BLH Provinsi Bali. Drs. I Gede Suarjana, M.Si mengemukakan, sepuluh sungai yang selama ini masih menjadi tempat untuk mandi dan kebutuhan lain di Bali telah positif tercemar berbagai jenis limbah sehingga telah mengalami penurunan kualitas. Kesepuluh sungai yang tercemar tersebut, yakni Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Ayung, Tukad Jinah, Tukad Pakerisan, Tukad Unda, Tukad Sangsang, Tukad Saba, Tukad Bubuh, dan Tukad Sungi.

Mantan Kepala UPT Laboratorium Lingkungan BLH Bali Drs. I Gede Suarjana, M.Si yang meneliti kualitas air di Bali pernah mengemukakan, ke sepuluh sungai terindikasi mengandung Biologycal Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), lapisan minyak, posfat dan lainnya. “Kalau air sungai ini diminum akan sangat membahayakan. Demikian juga untuk mandi, badan akan terasa gatal-gatal,” katanya. Ia menjelaskan, limbah itu bersumber dari kegiatan rumah tangga, aktivitas komersial, seperti usaha pembuatan tahu dan tempe, kegiatan peternakan, sablon dan lainnya. Selain itu, juga karena industri seperti garmen dan lainnya. “Tukad Mati yang paling parah, karena beban limbah diselesaikan oleh limbah itu sendiri,” katanya.

Untuk itu, diperlukan adanya upaya penanggulangan masalah limbah di sungai itu berupa penetapan kelas air. Masyarakat tak boleh sama sekali membuang limbah di sungai, serta pengenaan denda tinggi bagi yang melanggar sebagaimana Peraturan Gubernur 8 tahun 2007 tentang baku mutu lingkungan, dimana orang yang mencemari lingkungan dikenakan kurungan enam bulan atau denda Rp 50 juta. Undang Undang Lingkungan Hidup bahkan memberi hukuman tiga tahun atau denda Rp 100 juta. “Apalagi sampai sengaja membuang limbah dan sampai mengakibatkan orang mati, maka akan dikenakan hukuman 5 tahun dengan denda hingga Rp 100 juta,” jelas Gede Suajana.

Upaya lain yang dilakukan Pemprov adalah penghijauan di daerah hulu/DAS; penertiban sempadan sungai; pengembangan septic tank komunal dan Sanimas; pengembangan WWG; Pengembangan Sistem Moury; pengendalian ijin pembuangan limbah; pengembangan program Kali Bersih (PROKASIH); dan pengembangan biopori/sumur resapan (10.000 buah).

Permasalahan kelima, yakni kerusakan terumbu karang diupayakan melalui rehabilitasi terumbu karang (propagasi/transplantasi); pengembangan kelompok-kelompok pelestari terumbu karang; pengendalian pencurian terumbu karang; pengendalian illegal fishing; dan peningkatan peran aktif masyarakat pesisir (ICM). Penanganan terumbu karang ini mendapat priorita karena penelitian membuktikan, terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.

Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah: sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning), batu karang; pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya; dan penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya. Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah sebagai penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai sumber keanekaragaman hayati. BLH melaporkan, dari 7.249,1 hektar terumbu karang di Bali, 20,8% diantaranya dinyatakan mengalami kerusakan.

Keduapuluh tujuh upaya penanganan masalah lingkungan tersebut, merupakan pengejawantahan dari program Bali Mandara, yakni Program Bali Green Province yang dicanangkan Gubernur Made Mangku Pastika pada 22 Februari 2010 lalu. Gubernur sangat prihatin akan ancaman kerusakan lingkungan alam Bali yang disebabkan oleh pemakaian bahan-bakan kimia yang tak ramah lingkungan. Program Bali Green Province dimaksudkan untuk mengembalikan kearifan lokal Bali dalam berinteraksi dengan alam lingkungan sehingga alam lingkungan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat Bali.

 

Penulis :  I Dewa Putu Gandita Rai Anom, S.TP

Kasubag Penyaringan dan Pengolahan Informasi Lembaga Nonpemerintah dan Media Massa pada Biro Humas Setda Provinsi Bali