Agung Darmayuda

IGN Agung Darmayuda

JAUH sebelum  steven covey  menulis buku Seven Habits of Highly Effective People, umat Hindu sudah menempatkan  sharpen the saw (asah gergaji) sebagai habits ke tujuh dari gagasan steven covey dalam simbul peringatan hari Tumpek Landep. Ide asah gergaji oleh covey diingatkan dan dirayakan dalam rangkaian Hari Tumpek Landep setiap 210 hari sekali  yang jatuh setiap Saniscara, Kliwon, Wuku Landep,  sesuai kalender masehi tepat hari ini Tanggal 2 September 2017. Asumsi penulis didasarkan pada pengertian sharpen the saw sama dengan makna peringatan hari Tumpek Landep adalah sama-sama bertujuan mengingatkan kembali atas pentingnya menajamkan pikiran, kemampuan, maupun ketrampilan yang kita miliki atas anugrah Sanghyang Pasupati agar dapat dipergunakan sebaik mungkin untuk kesejahteraan umat manusia.

Tujuh kebiasaan manusia efektif dirangkum oleh covey merupakan tujuh kebiasaan yang memberikan hasil jangka panjang dan menguntungkan secara maksimum.

Tujuh kebiasaan manusia yang sangat efektif  menurut covey meliputi:

  1. Menjadi Proaktif (Be Proactive)

Menurut Pedler (dalam Covey, 2010), bersikap proaktif adalah kecenderungan menanggapi peristiwa dengan maksud tertentu. Seseorang yang proaktif memiliki maksud dan tujuan yang ingin dicapai, bukan sekedar menanggapi tujuan. Manusia-manusia proaktif adalah pelaku- pelaku perubahan dan memilih untuk tidak menjadi korban, tidak bersikap reaktif, dan tidak menyalahkan manusia lain.

  1. Memulai dengan Akhir Pikiran (Begin with The End in Mind)

Memulai dengan akhir pikiran artinya meluaskan proaktivitas dan menjalankan kepemimpinan pribadi dalam hidup dengan imajinasi dan suara hati yang seimbang. Semua aktifitas dilakukan dengan menuju pada tujuan akhir. Mental dan fisik manusia saling berhubungan satu sama lain membangun pola pikir dan langkah yang pasti dalam setiap aktifitas.

  1. Mendahulukan yang Utama (Put First Thing First)

Mendahulukan yang utama artinya mengorganisasikan dan melaksanakan, apa-apa yang telah diciptakan secara mental (tujuan manusia, visi manusia, nilai-nilai manusia, dan prioritas-prioritas manusia). Hal-hal sekunder tidak didahulukan. Hal-hal utama tidak dikebelakangkan. Individu dan organisasi memfokuskan perhatiannya pada hal yang paling penting (mendesak ataupun tidak). Intinya adalah memastikan diutamakannya hal yang utama.

  1. Berpikir Menang atau Menang (Think Win or Win)

Berfikir menang atau menang adalah cara berfikir yang berusaha mencapai keuntungan bersama dan didasarkan pada sikap saling menghormati dalam semua interaksi. Berpikir menang atau menang artinya tidak berpikir egois (menang atau kalah) atau berpikir seperti martir (kalah  atau menang). Berpikir menang  atau menang mendorong penyelesaian konflik dan membantu masing-masing individu untuk mencari solusi-solusi yang sama-sama menguntungkan.

  1. Berusaha Mengerti,  Lalu Dimengerti (To Understand To Be Understood)

Pandangan berusaha mengerti, lalu dimengerti menuntut keseimbangan antara keberanian dan tenggang rasa. Berusaha untuk mengerti memerlukan tenggang rasa dan berusaha untuk dimengerti membutuhkan keberanian. Tenggang rasa dan keberanian memerlukan kadar tinggi tetapi seimbang. Berusaha memahami menuntut kemurahan sedangkan berusaha dipahami menuntut keberanian. Keefektifan terletak dalam keseimbangan di antara keduanya.

  1. Mewujudkan Sinergi (Synergy)

Sinergi mengandung arti kombinasi unsur atau bagian yang dapat menghasilkan keluaran lebih baik dan lebih besar. Kombinasi ini antara hal-hal yang ada dalam dirinya dan lingkungan manusia. Sinergi adalah cara menghasilkan alternatif bersama yang lebih baik dari pada cara manusia masing-masing.  Sinergi adalah buah dari sikap saling menghargai, sikap memahami dan juga memanfaatkan perbedaan-perbedaan yang ada dalam mengatasi masalah, serta memanfaatkan peluang.

  1. Mengasah Gergaji (Sharpening The Saw)

Kebiasaan ketujuh adalah kebiasaan pribadi. Kebiasaan ini memelihara dan meningkatakan aset terbesar yang manusia miliki, yaitu dirinya sendiri. Kebiasaan ini memperbarui keempat dimensi alamiah manusia, yaitu fisik, spiritual, mental, dan sosial atau emosional. Mengasah gergaji adalah cara memperbaharui diri terus menerus dalam keempat bidang kehidupan dasar: fisik, sosial atau emosional, mental, dan rohaniah. Kebiasaan inilah yang meningkatkan kapasitas manusia untuk menerapkan kebiasaan-kebiasaan efektif lainnya.

Pentingnya kebiasaan ketujuh ini, penulis asumsikan pada makna Hari Tumpek Landep. Setiap enam bulan sekali Umat Hindu diingatkan untuk melakukan evaluasi apakah pikiran sudah selalu dijernihkan (disucikan) atau diasah agar tajam? Sebab, dengan pikiran yang jernih dan tajam, umat menjadi lebih cerdas, lebih jernih ketika harus melakukan analisis, lebih tepat menentukan keputusan dan sebagainya. Lewat perayaan Tumpek Landep itu umat diingatkan agar selalu menggunakan pikiran yang tajam sebagai tali kendali kehidupan.

Tumpek Landep mengingatkan kita untuk selalu mengasah diri disimbulkan dengan upakara pada keris-keris pusaka yang berlanjut kemudian pada alat-alat kerja sampai dengan kendaraan mobil maupun sepeda motor. Saat Tumpek Landep kita umat Hindu memuja sanghyang Pasupati agar tetap diberikan anugrah ketajaman pikiran sebagai alat kita untuk menjalankan darma kita sebagai umat manusia.

Ketajaman pikiran selanjutnya dapat memperkokoh  empat dimensi lainnya seperti fisik, spiritual, mental, dan social atau emosional. Dengan selalu melatih dimensi di atas dengan kebiasaan efektif menjaga dan mengasahnya sehingga siap setiap saat. Ketajaman pikiran dalam bahasa kekinian adalah kecerdasan merupakan rangkaian kecerdasan fisik, kecerdasan spiritual, kecerdasan mental dan kecerdasan emosional.Tumpek Landep mengingatkan kita untuk selalu ingat kepada sanga pencipta dalam manifestasi sanghyang pasupati yang telah memberi kecerdasan kepada kita yang diwujudkan dengan tetap mengasah kecerdasan itu agar siap diperguanakan setiap saat dibutuhkan. Ingat kebiasaan ketujuh sharpen the saw oleh Steven Covey.

Selamat Hari Tumpek Landep

Penulis: IGN Agung Darmayuda