Foto: Praktisi hukum Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., yang juga caleg DPRD Bali dapil Denpasar nomor urut 7 dari partai Golkar.

Denpasar (Metrobali.com)-

Selain akses permodalan dan pemasaran,  intellectual property right atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) masih menjadi tantangan serius industri kreatif di Indonesia. Masih banyak pelaku UKM di sektor ekonomi kreatif yang masih belum melek melindungi produk dengan instrumen pendaftaran HKI baik berupa Hak Merek, Hak Cipta, Hak Paten  dan lainnya.

“Pelaku ekonomi kreatif khususnya yang skala UKM sebagian besar tidak  memahami aspek hak kekayaan intelektual ini. Akibatnya, tak jarang ada pelanggaran HKI dan mereka kerap dirugikan bahkan ada yang sampai bangkrut,” kata praktisi hukum Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., yang juga caleg DPRD Bali dapil Denpasar nomor urut 7 dari partai Golkar itu, Rabu (7/11/2018).

Menurut Togar yang juga kerap mendampingi dan memberikan bantuan hukum pengurus HKI kepada pelaku UKM ini, permasalahan HKI ini juga menjadi tantangan serius yang bisa menghambat kemajuan pengembangan ekonomi kreatif di tanah air. Persoalan HKI ini juga menjadi salah satu agenda dalam Konferensi Ekonomi Kreatif Dunia (World Conference on Creative Economy atau WCCE) di Nusa Dua, Bali yang berlangsung Selasa, 6 November sampai 8 November 2018.

Untuk itu Togar yang dijuluki “panglima hukum” itu berharap ada rumusan bersama dari perwakilan negara-negara serta pelaku industri kreatif dan stakeholder terkait peserta konferensi ini dalam menyelesaikan persoalan HKI.  “Harus dicari solusi untuk lebih juga meningkatkan perlindungan HKI bagi pelaku industri kreatif. Seiring juga dengan upaya peningkatan kesadaran mereka pentingnya melindungi kreativitas mereka melalui pendaftaran HKI,” tegas Togar.

Secara instrumen hukum, sebenarnya sudah ada payung hukum berupa UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI). Namun dalam kenyataannya masih banyak kasus pelanggaran HKI. Selain memang salah satu kendala adalah rendahnya pemahaman pelaku UKM khususnya juga di sektor ekonomi kreatif.

Mengutip data Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Togar menyebutkan pelaku ekonomi kreatif yang memiliki HKI baru 11,05 persen. Si­sa­nya 88,95 persen  belum mendaftarkan produknya. Kebanyakan pemilik HKI adalah pelaku ekonomi di subsektor film, ani­masi, dan video dengan porsi 21,08 persen. Posisi kedua subsektor kuliner se­ba­nyak 19,75 persen serta televisi dan radio 16,59 persen. Kemudian disusul subsektor pe­nerbitan 15,86 persen fashion  14,14 persen.

Rendahnya kepemilikan HKI ini, kata Togar sangat disayangkan sebab bisa memicu persoalan hukum di kemudian hari. Pelaku ekonomi kreatif tidak bisa optimal melindungi produk yang di­mi­li­ki­nya. Mereka biasanya kebakaran jenggot setelah ada pejiplakan terhadap produknya dan harus menghadapi masalah hukum.

“Misalnya sangat disayangkan banyak karya kreatif para seniman lokal Bali ditiru dan dijiplak oleh seniman luar. Bila dibiarkan ini bisa menjadi ancaman serius bagi kelangsungan kehidupan industri kreatif Bali,”ujar pemilik Law Firm Togar Situmorang & Associates itu.

Togar menambahkan persoalan dan pelanggaran HKI ini bukan hanya berdimensi hukum tapi sangat terkait dengan daya saing secara nasional. Apalagi sektor UKM dapat menjadi tulang punggung perekonomian nasional yang wajib dilindungi dan dikuatkan salah satunya dengan pendaftaran HKI baik berupa Hak Merek, Hak Cipta, Hak Paten  dan lainnya.

Togar pun mengajak pelaku ekonomi kreatif dan juga UKM secara umum untuk mendapatkan HKI ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Apalagi prosesnya saat ini sudah dimudahkan.

Saat ini Ditjen Hak Kekayaan Intelektual telah mempermudah proses pendaftaran hak cipta dengan menyediakan portal registrasi daring atau online melalui laman https://e-hakcipta.dgip.go.id. Cara ini dijamin aman dan cepat karena calon pendaftar akan langsung dihubungkan dengan Ditjen Hak Kekayaan Intelektual pusat.

“Kalau pelaku UKM tidak paham bagaimana cara melakukan pendekatan, saya siap membantu mendampingi secara gratis,” tandas politisi yang berkomitmen mengangkat dan menyekolahkan sejumlah siswa berprestasi dari Bali yang terkendala biaya.

Togar menambahkan ada sejumlah hal strategis yang bisa dicapai jika masyarakat memiliki pemahaman dan kesadaran  atas HKI. Pertama, untuk mengedukasi masyarakat me­nge­nai praktik kecurangan seperti pemalsuan dan penjiplakan hasil kar­ya pelaku ekonomi kreatif.

Kedua, HKI juga penting untuk memacu dan lebih merangsang kreativitas pelaku industri kreatif. HKI akan me­­rangsang dan memotivasi munculnya karya atau inovasi baru. Ketiga, adanya perlindungan HKI juga akan menggeliatkan investasi dan meningkatkan daya siang produk, memacu kualitas yang lebih baik dan berstandar internasional.

“Ketika satu produk atau karya punya sertifikat HKI, pemiliknya bisa mendapat untung lebih seperti melalui jual putus, lisensi atau menjual francise atau waralaba untuk mendapatkan royalty dari hasil karya produk kreatif mereka,” ujar Togar.

Pewarta: Widana Daud

Editor : Whraspati Radha