mk

Jakarta (Metrobali.com)-

Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pengujian Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara 1967, terkait pencabutan kekuasaan Presiden Soekarno yang diajukan oleh Yayasan Mahakarya Pati.

“Dalam hal ini kami Mahakarya Pati ingin memulihkan nama baik Presiden Soekarno,” kata pemohon yang juga Ketua Yayasan Mahakarya Pati Murnanda Utama, saat membacakan permohonannya dalam sidang di MK Jakarta, Jumat (5/9).

Menurut Murnanda, Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 ini mengakhiri kedudukan Soekarno, karena dituduh telah melakukan kebijaksanaan yang secara tidak langsung menguntungkan G-30S/PKI dan melindungi tokoh-tokohnya.

Dia mengatakan bahwa dengan adanya ketetapan tersebut, telah menciptakan stigma negatif terhadap nama baik Soekarno, baik individu maupun sebagai bapak tokoh bangsa.

“Padahal, Bung Karno diberi gelar proklamator oleh Presiden Soeharto, Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) juga memberikan gelar Pahlawan,” ucapnya.

Murnanda menegaskan bahwa adanya Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 ini masih jastifikasi yang negatif, dan sebagai anak bangsa dapat memulihkan nama baik beliau.

Sidang pendahuluan dengan agenda pemeriksaan permohonan ini dipimpin oleh majelis panel dengan ketua Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati didampingi Hakim Konstitusi Muhammad Alim dan Hakim Konstitusi Aswanto.

Menanggapi permohonan ini, Muhammad Alim mengungkapkan bahwa ketentuan yang diajukan oleh pemohon pernah diputuskan oleh mahkamah dan putusannya tidak menerima.

“Kewenangan MK hanya menguji UU terhadap UUD, bukan TAP MPR karena MK tidak berwenang,” ujar Muhammad Alim.

Muhammad Alim meminta pemohon untuk melakukan perbandingan dengan putusan Nomor 24/PUU-XI/2013 atas permohonan yang diajukan oleh Hj Rachmawati Soekarnoputri ini.

Dalam putusan ini MK menyatakan menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima, karena Mahkamah tidak berwenang mengadili permohonan para Pemohon.

Sedangkan Aswanto meminta penjelasan kerugian pemohon terkait belum dicabutnya Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967.

“Pemohon harus bisa menunjukkan kewenangan yang saudara ajukan ini dan apa kerugian konstitusional sebagai badan terhadap norma,” tutur Aswanto.

Sementara Maria Farida menegaskan bahwa MK tidak berwenang menguji ini karena Ketatapan MPR ini bukan peraturan perundang-undangan dan tidak berlaku umum hanya berlaku pada seseorang.

Dia juga mengungkapkan bahwa jika ketetapan ini dicabut maka aturan sebelumnya akan keluar kembali, sehingga pemerintahan setelahnya akan dianggap tidak legal.

“Cara mengembalikan tidak perlu mencabut ini, yakni dengan pemberian anugerah, maka kedudukan Soekarno kembali diangkat kembali. Kalau ini dicabut ini berlebihan,” tukasnya.

Maria dia juga tidak bisa memerintahkan MPR untuk mencabut ketetapan tersebut, karena kewenangan MK memutuskan setingkat UU sedangkan MPR itu membuat UUD.

Untuk itu majelis panel memberikan waktu 14 hari kepada pemohon untuk memperbaiki permohonannya. AN-MB