Ketua Komisi III DPRD Bali I Nengah Tamba

Denpasar (Metrobali.com)-

Rangkaian Karya Ida Bhatara Turun Kabeh (IBTK) di Pura Besakih, Rendang, Karangasem baru saja selesai atau masineb, Sabtu (21/4/2018). Di balik jutaan pemedek yang datang dari seluruh Bali, dan beberapa juga datang dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri, ada sejumlah catatan yang perlu mendapat perhatian serius. Salah satunya yang meyedot perhatian publik dan juga sempat menjadi viral dan perbincangan kalangan netizen adalah kemacetan yang tiap tahun semakin parah pada hari-hari tertentu khususnya akhir pekan atau hari libur.

Kondisi itu juga menjadi  atensi serius anggota DPRD Bali I Nengah Tamba. Baginya, proses perjalanan spiritual seseorang pemedek atau umat Hindu untuk tangkil sembahyang ke Pura Besakih sangat  terganggu dengan kemacetan parah ini. Dampaknya kualitas sradha bakti pemedek untuk sembahyang tentu berkurang.

“Kita ingin sembahyang ke Pura Besakih seperti petualangan dan banyak tantangan. Terjebak macet panjang, jalan banyak rusak menuju pura. Jadi bagaimana kita bisa sembahyang dengan tenang kalau proses menuju pura Besakih sangat panjang, dan melelahkan serta tidak nyaman, ” kata Tamba, Sabtu (21/4/2018).

Politisi yang dikenal dengan slogan Tamba Menuju Senayan (TMS) itu, mendorong agar ada solusi cerdas atas permasalahan klasik kemacetan menuju Pura Besakih ini. Tamba yang juga Ketua Komisi III DPRD Bali mempunyai gagasan pribadi dan mengusulkan agar di ruas jalan menuju Pura Besakih dibangun high way atau semacam jalan bebas hambatan dengan ruas jalan yang lebih lebar dari jalan sekarang. High way ini bisa dibangun dari arah selatan mulai dari utara kantor Bupati Klungkung menuju ke Besakih melewati ruas jalan Bukit Jambul yang terkenal berkelok dan sempit serta sering menjadi titik kecelakaan lalu lintas, lalu menuju Nongan, Menanga dan Besakih. Sementara untuk pemedek dari arah Bali Utara, highway ini bisa dimulai dari jalur Kintamani, menuju ke Waringin dan berbelok ke timur di pertigaan Pempatan-Besakih.

Menyangkut soal pendanaan, menurut Tamba yang juga Ketua Komisi III DPRD Bali, secara pribadi menggagas dan mengusulkan proyek jalan tersebut bisa dibiayai secara gotong royong oleh pemerintah provinsi Bali dan pemerintah kabupaten/kota di Bali. Sebab Pura Besakih adalah milik dan tanggung jawab bersama.

“Bisa saja masing-masing daerah misalnya mengalokasikan Rp 50 miliar. Provinsi misalnya Rp 100 miliar  sampai Rp 200 miliar. Untuk daerah yang kaya seperti Badung bisa Rp 100 miliar sampai 200 miliar,”ujar Tamba yang akan melenggang menuju DPR RI Senan dalam pemilihan legislatif (pileg) 2019 ini.

Selain pelebaran jalan, imbuh politisi Demokrat asal Jembrana,  sepanjang ruas jalan menuju Pura Besakih bisa ditata dengan baik, misalnya ditanami pohon perindang dan tanaman hias. Jadinya, suasana jalan menuju pura sangat indah dan menenangkan bagi umat. Hal itu juga sangat penting untuk pariwisata Bali sebab Pura Besakih sebagai the Mother Temple of Bali, juga menjadi objek wisata wisatawan mancanegara.

“Bisa kita bayangkan nanti betapa bagusnya nanti suasana dan ruas jalan menuju Pura Besakih. Umat senang wisatawan juga dapat menikmati keindahan ini dalam liburannya,” kata Tamba yang memang getol memperjuangkan pembangunan infrastruktur di Bali.

Ia meyakini umat Hindu dan para pemilik tanah di sekitar ruas jalan yang akan dilebarkan akan sangat mendukung rencana proyek higway tersebut. Sebab ini untuk kepentingan umat. “Saya yakin masyarakat banyak yang akan mepunia untuk pembangunan jalan ini. Saya pribadi pun siap mepunia dan berjuang bersama,” tegas Ketua Komisi III DPRD Bali itu.

Tamba menambahkan perjalanan menuju persembahyangan ke pura adalah bagian dari pengalaman spiritual seseoang yang bersifat personal dan semestinya terjaga ketenangan dan kenyamanan dari rumah hingga sampai ke pura dan kembali ke rumah masing-masing. Jangan sampai kemacetan yang terjadi di sekitar jalan menuju Pura Besakih menurunkan kualitas umat dalam menjalankan sradha baktinya kepada Tuhan.

“Kita ingat dulu bagaimana Rsi Markandeya merabas hutan dan dari sana cikal bakal pendirian Pura Besakih. Ini bisa kita maknai sebagai pembuatan jalan atau infrastruktur menuju pura. Jadi di era modern ini, bukan lagi soal perabasan hutan, tapi bagaimana kita mempersiapkan infrastruktur jalan yang bagus untuk memudahkan umat kita. Ini harus jadi kesadaran kolektif kita jika ingin menjadikan Pura Besakih sebagai pusat peradaban Hindu dan tempat ibadah umat Hindu di dunia. Saya bermimpi Pura Besakih bisa seindah Taj Mahal di India,” pungkas Tamba.

Pewarta : Widana Daud

Editor     : Hana Sutiawati