Foto: Gurbernur Bali I Wayan Koster 

Denpasar (Metrobali.com)-

Masyarakat Bali patut berbangga punya Gubernur Bali sekelas I Wayan Koster yang benar-benar terbukti “Kerja! Kerja! Kerja!” lewat berbagai progam dan instrumen kebijakan yang tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali tapi juga menjaga alam Bali.

Walau nyatanya tidak semua kebijakan Gubernur Koster diterima dengan “hati terbuka” oleh segelintir kalangan pengusaha yang merasa “comfort zone” atau “zona nyamannya” terusik. Misalnya terkait Peraturan Gubernur (Pergub) Bali No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai yang digugat Asosiasi Daur Ulang Plastik Inonesia (ADUPI) ke Mahkamah Agung (MA)

Gugatan ini akhirnya ditolak oleh MA melalui Permusyawaratan Hakim Makamah Agung pada hari Kamis, 23 Mei 2019. Putusan imi menunjukkan bahwa tidak ada yang keliru dalam kebijakan Gubernur Koster yang pro lingkungan dan masa depan Bali ini.

Gurbernur Koster pun secara resmi menyampaikan poin-poin hasil putusan MA ini kepada awal media dalam keterangan pers di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Jaya Sabha, Denpasar, Kamis siang (11/7/2019).

“Dengan Putusan Makamah Agung yang menolak Permohonan Uji Materi terhadap Peraturan Gubernur No.97 Tahun 2018, maka kebijakan Gubernur Bali yang membatasi timbulan sampah plastik sekali pakai memiliki posisi hukum yang kuat dan sah berlaku di seluruh Bali,” ungkap Gubernur Koster.

Sebelumnya Pergub Bali No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai ini digugat atau dimohon uji materi ke MA oleh Asosiasi Daur Ulang Plastik Inonesia (ADUPI), Didie Tjahjadi (Pelaku Usaha Perdagangan Barang dari Kantong Plastik) dan Agus Hartono Budi Santoso (Pelaku Usaha Industri Barang dari Plastik).

Tudingan bahwa Pergub Bali No.97 Tahun 2018 membuat norma baru berupa pelarangan yang tidak ada dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Perda Provinsi Bali No.5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah adalah tidak benar.

Sebab Pergub ini searah dengan apa yang dijadikan pertimbangan hukum oleh Mahkamah Agung, justru norma pengurangan sampah yang diatur dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 dan Perda Propinsi Bali No.5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah tersebut.

Norma tersebut haruslah dimaknai sebagai pelarangan penggunaan plastik sekali pakai, sebagaimana diatur dalam Pergub Bali No.97 Tahun 2018. “Dengan demikian kebijakan Gubernur Bali sudah patut dan benar,” tegas Gubernur Koster yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini.

Dengan Putusan Mahkamah Agung ini pula, maka semua pihak wajib mematuhi dan melaksanakan keseluruhan isi dari Pergub Bali No,97 Tahun 2018 untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya sesuai dengan Visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.

Sementara itu ketika ada permohonan uji materi terhadap Pergub Bali No.97 Tahun 2018 banyak pihak yang memberi dukungan, simpati, dan membela kebijakan Pemerintah Provinsi Bali terkait pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai. Mulai dari Pemerintah Pusat, para aktivis lingkungan hidup dari berbagai Negara, dan pemerhati kebijakan publik.

Oleh karena itu atas nama Pemerintah Provinsi Bali dan Krama Bali, Gubernur Koster memberikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah menunjukkan komitmen terhadap pelestarian lingkungan alam.

Dengan demikian Pemerintah daerah lain di seluruh Indonesia tidak perlu ragu dan takut untuk membuat regulasi kebijakan untuk mewujudkan alam Indonesia yang bersih, hijau, dan indah.

Sementara itu Majelis Hakim MA yang menangani gugatan ini yakni: 1). Dr. H, Supandi , SH., M.Hum. (Ketua Majelis); 2). Dr. H. Yulius, SH., M.H. dan (Anggota Majelis); dan 3). Dr. H Yodi Martono Wahyunadi, S,H., M.H. (Anggota Majelis).

Permusyawaratan Hakim Makamah Agung pada hari Kamis, 23 Mei 2019, memutuskan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 29 P/HUM/2019 yang amarnya berbunyi: a) Menolak Permohonan keberatan hak uji materi dari Para Pemohon yaitu: 1. ADUPI, 2. Didie Tjahjadi, 3. Agus Hartono Budi Santoso; b) Menghukum Para Pemohon membayar biaya Perkara sejumlah Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Pertimbangan hukum yang dijadikan dasar oleh Mahkamah Agung untuk menolak permohonan Uji Materi terhadap Peraturan Gubernur No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai diantaranya adalah: Pasal 12 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, social and Cultur Right (Kovenan Internasional tentang Hak Atas Ekonomi, Sosial, dan Budaya).

Selain itu bahwa pendekatan pengelolaan sampah selain dengan cara pengendalian juga harus dilakukan kegiatan pengurangan sampah dan penanganan sampah, yaitu melalui kegiatan pembatasan timbunan sampah dengan menggunakan bahan yang dapat didaur ulang dan/ atau mudah diurai oleh proses alam sesuai apa yang diatur dalam UU No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

Dimana dalam penjelasan UU No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah tegas menyatakan bahwa “pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah.

Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, pengunaan kembali, dan pendauran ulang…”. Dimana semestinya pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. (wid)