gungrai

Denpasar (Metrobali.com)-

Praktisi dan pelaku seni di Bali Anak Agung Gede Rai menilai, corak lukisan wayang Kamasan dipandang sebagai sebuah karya yang unik dan surealis bagi masyarakat mancanegara, karena sulit dicerna oleh penalaran Barat.

“Hingga tahun 1970 konteks tersebut menghadirkan tiga sentre tourism yakni Kuta, Sanur dan Ubud,” kata Anak Agung Gede Rai yang juga pendiri dan pengelola Museum Arma di perkampungan seniman Ubud, Kabupaten Gianyar, Kamis (17/4).

Ia mengatakan, kondisi demikian membuka akses secara terbuka bagi wisatawan mancanegara untuk berinteraksi langsung dengan penduduk lokal di Bali, khususnya di sekitar perkampungan seniman Ubud.

Masyarakat Bali, khususnya kalangan seniman sendiri mengimbangi dengan sikap kehangatan serta keramahtamahan penduduk dalam menerima wisatawan sebagai warga tamu (krama tamiu) tanpa melihat status sosial, profesi, maupun ekonomi.

“Sikap perilaku dan pandangan yang demikian itu menjadikan Bali sebagai rumah kedua bagi seniman asing termasuk wisatawan dalam menikmati liburan di Pulau Dewata,” ujar Agung Rai.

Kondisi demikian menyebabkan tidak jarang rumah adat Bali dan fasilitas di dalam pekarangan rumah menjadi penginapan bagi pelancong sehingga turis lebih dekat dengan kehidupan Pulau Dewata.

Demikian pula corak lukisan wayang Kamasan menurut Agung Rai berawal dari interaksi antara Timur dan Barat yang terjadi di Ubud memunculkan adanya dialog mengenai seni budaya Bali dan seterusnya bisa dimulai.

Namun untuk karya tersebut hanya diminati oleh kalangan tertentu, seperti seniman Belanda dan Prancis, bahkan beberapa di antaranya telah menjadi koleksi dan aset di Leiden University serta museum di Belanda.

Lukisan yang bermakna religus terlebih dulu harus dimengerti benar sifat etnisnya sebelum dipajang sebagai koleksi atau dekorasi. Corak ini adalah yang paling asli yakni dekat dengan tradisi asli Bali bertema pewayangan.

Kisah yang dimunculkan sering berulang-ulang seperti Arjuna Tapa dan Pemuteran Mandara Giri yang semuanya itu merupakan kegemaran raja-raja Bali tempo dulu, tutur Agung Rai. AN-MB