ALI TRANGHANDA

Jakarta (Metrobali.com)-

Lembaga swadaya masyarakat Indonesia Property Watch menyatakan berbagai pihak mesti mewaspadai dibukanya kepemilikan properti oleh pihak asing, terutama dengan masih tingginya jumlah “backlog” (kekurangan rumah) di Indonesia.

“Keran kepemilikan properti untuk warga negara asing saat ini memang belum sepenuhnya dibuka,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu (6/12).

Warga negara asing, lanjut dia, hanya boleh menguasai properti di Indonesia dengan hak pakai atau hak guna usaha. Meskipun demikian, investor asing dapat membeli properti melalui aksi pembelian secara korporasi melalui penanaman modal asing (PMA).

Ali Tranghanda menjelaskan bila dulu untuk PMA komposisi investor asing hanya bisa 80 persen dan selebihnya mitra lokal 20 persen, saat ini PMA boleh sepenuhnya dikuasai asing.

Menurut dia, hal itu dapat berimplikasi bahwa pihak asing akan terus melakukan ekspansi, bahkan di luar bisnis intinya.

“Misalnya, sebuah perusahaan asing yang telah membeli tanah untuk industri di Cikarang, mereka akan membeli properti-properti jenis apartemen untuk kemudian dipergunakan sebagai mes karyawannya. Hal ini dilakukan melalui perusahaan,” katanya.

Dengan demikian, Indonesia Property Watch menyatakan bahwa meskipun kepemilikan asing belum dibuka di Indonesia, dengan berkedok korporasi, mereka sudah mulai merambah menguasai properti di Indonesia.

Melihat kondisi itu, ujar dia, ada sebuah paradigma yang seharusnya dapat diluruskan pemerintah mengenai kepemilikan properti untuk asing sehingga seharusnya pemerintah lebih jeli untuk dapat memproteksi pengusaha lokal sebelum MEA 2015 resmi diberlakukan.

“Pasalnya saat ini telah banyak investor asing yang masuk ke Indonesia. Kekuatan mereka sebenarnya hanya sebatas kapital yang besar yang mereka bawa masuk ke Indonesia. Karena bila menyangkut kapital yang besar, para pengembang nasional pun kesulitan untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan nasional,” ucapnya.

Sebagaimana diwartakan, Indonesia Property Watch juga menyatakan bahwa kebijakan Bank Indonesia yang memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate dari 7,5 persen menjadi 7,75 persen diperkirakan bakal menjadi salah satu faktor yang membuat pasar properti terpuruk.

“Kenaikan harga BBM disusul dengan naiknya BI Rate menjadi 7,75 persen membuat pasar properti makin terpuruk,” kata Ali Tranghanda.

Menurut Ali, kondisi tersebut bakal membuat situasi perlambatan properti makin turun tajam, yang terindikasi dari telah terjadinya penurunan lebih dari 69 persen pada kuartal ketiga 2014 dibandingkan kuartal yang sama pada tahun 2013.

Indonesia Property Watch juga memperkirakan bahwa dengan perkiraan setiap kenaikan 1 persen suku bunga akan menurunkan daya beli sebesar 4–5 persen.

“Kendati demikian, dengan adanya multiplier effect dari BBM dan perlambatan properti saat ini, diperkirakan penurunan daya beli minimal 30 persen,” katanya.

Sebelumnya, Real Estat Indonesia (REI) mencemaskan turunnya daya beli masyarakat di sektor perumahan terkait dengan kebijakan Bank Indonesia yang memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate).

“Kami sangat khawatir kalau bunga terus naik akan menghambat masyarakat untuk membeli properti,” kata Ketua Umum DPP REI Eddy Hussy di Jakarta, Kamis (20/11).

Apalagi, ujar dia, jumlah tingkat kebutuhan perumahan di tengah masyarakat masih sangat besar, apalagi jumlah “backlog” (kebutuhan rumah) yang diperkirakan mencapai lebih dari 15 juta unit di Tanah Air. AN-MB