Jakarta (Metrobali.com)-

Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsuddin Haris menyatakan revisi UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden peluangnya kecil, karena sebagian besar fraksi di DPR menilai UU itu relevan untuk Pemilu 2014.

“Lima fraksi menolak direvisi, sementara empat fraksi lainnya menginginkan adanya perubahan,” katanya dalam keterangan yang diperoleh di Jakarta, Senin, mengenai wacana revisi UU Pilpres tersebut.

Partai-partai politik peserta Pemilu 2014 dan fraksi-fraksi di DPR RI hangat membicarakan besaran ambang batas minimal bagi partai politik untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold).

Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden menyebutkan bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PPP, dan Fraksi Hanura, mengusulkan agar UU itu direvisi dengan mengubah besaran ambang batas pencalonan presiden, kurang dari 20 persen, sehingga bisa memberikan kesempatan lebih besar bagi partai politik untuk mengusung pasangan calon presiden. Fraksi PKS mengusulkan revisi UU Pilpres, tetapi bisa menerima “presidential threshold” 20 persen.

Sedangkan lima fraksi, yakni Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi PAN, dan Fraksi PKB, menilai UU Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tidak perlu direvisi, termasuk pada Pasal 9.

Badan Legislasi DPR menggelar rapat pleno di Gedung MPR/DPR/DPD di Senayan, Jakarta, pada Selasa (9/7) dan rapat pleno itu memutuskan menunda kembali pembahasan usulan revisi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, hingga ke masa persidangan berikutnya.

“Karena masih ada perbedaan pandangan di antara fraksi-fraksi di DPR soal usulan revisi terhadap UU Pilpres maka pembahasannya ditunda hingga ke masa persidangan berikutnya,” kata Ketua Badan Legislasi DPR RI Ignatius Mulyono.

Menurut Mulyono, usulan revisi UU Pilres akan diendapkan sementara untuk memberikan kesempatan kepada fraksi-fraksi mempertimbangkan pandangannya dan akan dilakukan musyawarah untuk mencapai pandangan yang sama terhadap usulan revisi UU Pilpres.

“Usulan revisi UU Pilpres ini akan kita putuskan pada Oktober mendatang. Saat ini kita endapkan dulu untuk sementara,” ujarnya.

Usulan revisi UU Nomor 42 Tahun 2008 diendapkan sementara untuk memberikan kesempatan kepada fraksi-fraksi mempertimbangkan pandangannya dan akan dilakukan musyawarah untuk mencapai pandangan yang sama terhadap usulan tersebut untuk diambil keputusan pada Oktober mendatang.

Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsuddin Haris mengatakan kandidat yang diusung oleh parpol besar di tingkat daerah sebagian besar justru gagal memenangkan pilkada, dan berdasarkan survei LIPI baru-baru ini memperlihatkan capres yang diusung oleh parpol dengan elektabilitas relatif tinggi, belum tentu memiliki tingkat keterpilihan yang juga tinggi.

Sebaliknya, capres yang diusung oleh parpol dengan tingkat keterpilihan relatif rendah, belum tentu mempunyai elektabilitas rendah pula.

Capres Golkar Aburizal Bakrie yang masih di peringkat keempat sesudah Jokowi, Prabowo, dan Megawati adalah contoh paling jelas atas kecenderungan ini dan sebaliknya, meskipun Gerinda berada di peringkat keempat elektabilitas parpol, Prabowo Subianto justru berada di urutan kedua eletabilitas capres, tuturnya.

“Parpol besar belum tentu memiliki capres yang berpotensi besar juga,” tukasnya.

Untuk itu, katanya, perlu dipertimbangkan apakah untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 masih bisa berdasarkan pada UU Nomor 42 Tahun 2008 karena peraturan itu cenderung hanya berpihak pada kepentingan parpol besar atau yang diperkirakan meraih lebih dari ambang batas minimal. AN-MB