Muliarta

Lembaga penyiaran di Bali diharapkan tidak nakal di masa tenang jelang pemungutan suara pada 9 April 2014 mendatang. Nakal dalam artian tidak menayangkan hal-hal yang berkaitan dengan salah satu peserta pemilu termasuk tidak menayangkan iklan politik selama masa tenang 6-8 April mendatang. Lembaga penyiaran juga diharapkan tidak menayangkan kegiatan ataupun pertemuan yang pada intinya memberikan keuntungan pada salah satu calon legislatif ataupun salah satu partai politik peserta pemilu 2014. Termasuk menyiarkan rekam jejak atau program informasi yang mengandung unsur kampanye peserta pemilu.

 Pada surat kesepakatan bersama (SKB) yang ditandatangani 4 pimpinan lembaga yaitu KPU, KPI, Bawaslu dan KIP tentang kampanye di media juga telah diatur hal yang harus dihindari lembaga penyiaran pada masa tenang. Disebutkan “lembaga penyiaran dilarang menyiarkan pemberitaan, rekam jejak, dan atau program-program informasi yang mengandung unsur kampanye peserta pemilu, menyiarkan iklan kampanye pemilu, dan menyiarkan hasil survei atau jajak pendapat tentang elektabilitas peserta pemilu”. Dilarang menyiarkan pemberitaan yang dimaksud disini adalah pemberitaan tentang salah satu caleg, partai politik, dan kegiatan caleg atau partai politik. Lembaga penyiaran justru diharapkan memberitakan hal-hal terkait persiapan pelaksanaan pemilu, pelaksanaan pemilu bersih, transparan dan berintegritas.

 Periode minggu tenang merupakan masa penting bagi lembaga penyiaran dalam upaya mendukung kesuksesan pelaksanaan pemilu. Lembaga penyiaran hendaknya tidak arogan menerima iklan kampanye atau politik hanya demi mendapatkan keuntungan financial. Jika lembaga penyiaran tetap menyiarkan hal-hal yang menguntungkan salah satu peserta pemilu maka lembaga penyiaran tersebut pada intinya telah menyalahgunakan fungsi media. Dimana lembaga penyiaran seharusnya menjadi kontrol sosial untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan maupun penyelewengan dan penyimpangan aturan.

 Bagi lembaga penyiaran yang melanggar tentu ada sanksinya. Sanksi mulai dari berupa teguran tertulis hingga sanksi penghentian program siaran. Kepatuhan lembaga penyiaran terhadap aturan dan tahapan pemilu menjadi salah satu tolak ukur kesuksesan pelaksanaan pemilu. Pada minggu tenang saatnya lembaga penyiaran menunjukkan independensinya. Bukan hanya mengejar pendapatan dari iklan kampanye. Demokrasi penyiaran menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari demokrasi sebuah negara. Apalagi pada pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran disebutkan bahwa spectrum frekuensi merupakan milik negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Jadi sangat jelas penggunaan frekuensi untuk kegiatan siaran juga harus digunakan secara demokratis.

 Justru pada masa tenang, lembaga penyiaran diharapkan menayangkan iklan layanan masyarakat tentang pemilu. Iklan layanan masyarakat tersebut dapat berupa tata cara pemilihan, ajakan untuk menggunakan hal pilih, himbauan untuk memilih sesuai hati nurani ataupun larangan praktek jual beli suara. Iklan layanan masyarakat ini sangat penting sebagai bagian dari pendidikan bagi masyarakat.

 Pada kenyataanya selama masa kampanye dari 16 Maret-5 April lalu sangat jarang lembaga penyiaran menyiaran iklan layanan masyarakat terkait pemilu. Padahal dalam SKB antara KPID Bali, KPU Bali, Bawaslu Bali dan KIP Bali telah memuat hal tersebut. Pada pasal 24 ayat (1) dalam SKB sudah sangat jelas disebutkan bahwa “Lembaga penyiaran wajib menyiarkan iklan layanan masyarakat non partisan sekali dalam sehari berdurasi 60 detik secara Cuma-Cuma”. Kini saatnya pada masa tenang lembaga penyiaran menyiarkan iklan layanan masyarakat untuk mendukseskan pemilu 2014. Dengan adanya iklan layanan masyarakat diharapkan kesadaran pemilih untuk menggunakan hak pilih menjadi meningkat.

Nengah Muliarta

Anggota KPID Bali